Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Benar, umat Islam adalah umat terbaik. Umat Rasul terakhir dan diturunkan pada mereka Al-Qur'an. Umat manusia yang dipilih Allah dengan hidayah iman dan Al-Qur'an. Tidak diberikan hidayah ini kecuali kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Tidak diberikan hidayah ini kecuali kepada orang-orang yang dipilih-Nya.
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Faathir: 132)
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata, “Kemudian kami jadikan orang-orang yang mengamalkan kitab agung (Al-Qur'an) yang membenarkan dua kitab sebelumnya; yaitu orang-orang yang telah kami pilih dari para hamba kami, mereka itu adalah umat ini.”
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran: 110).
Dalam hadits Mu'awiyah bin Haidah berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Kalian adalah penyempurna tujuh puluh umat. Kalian yang terbaik dan paling mulia di mata Allah 'Azza wa Jalla." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim).
Beliau bersabda lagi, "Penghuni surga ada 120 baris. Sedangkan umat ini sebanyak 80 barisnya." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Maka hendaknya mereka bangga dengan ajaran agamanya. Ajaran yang diturunkan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disampaikan oleh rasul yang jujur dan bukan pendusta. Rasul yang amanah dengan risalah dan tidak menuruti hawa nafsunya. Siapa mati di atas agama ini maka dijamin surga. Siapa mati di luar agama ini pasti masuk neraka.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
“Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim. Dan sesungguhnya Allah akan menguatkan dien (agama) ini dengan seorang laki-laki yang fajir.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam sabdanya yang lain,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tak seorangpun dari umat ini yang beragama Yahudi dan tidak pula Nasrani yang pernah mendengar tentangku lalu dia mati dan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, kecuali dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Karenanya, umat Islam harus berbangga dengan ajaran agamanya, berpegang teguh dengannya, mencukupkan Islam sebagai aturan dalam hidupnya. Kemudian ia berbara’ (berlepas diri) dari seluruh ajaran agama selainnya dan para pemeluknya. Tidak silau dengan kekuatan kafir dan kehebatan mereka. Tidak membebek kepada kaum kuffar, bertasyabbuh dengan dengan mereka, dan ikut-ikutan tradisi keagamaan mereka sebagaimana yang diserukan kaum munafikin dan para penjajah.
anyak sekali nash Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang bertasyabbuh dengan mereka dan menjelaskan bahwa mereka dalam kesesatan, maka siapa yang mengikuti mereka berarti mengikuti mereka dalam kesesatan.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du: 37)
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran: 105)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)
. . . Salah satu tasyabbuh yang sangat diharamkan syariat adalah merayakan perayaan-perayaan orang kafir . . .perayaan tahun baru masehi . . .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).” (Al-Iqtidha’: 1/237)
Syaikhul Islam berkata lagi, “menyerupai (mereka) akan menunbuhkan kasih sayang, kecintaan, dan pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin akan melahirkan musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.”
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-Iqtidha’: 1/314)
Imam al-Shan’ani rahimahullaah berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tersebut).
Salah satu tasyabbuh yang sangat diharamkan syariat adalah merayakan perayaan-perayaan orang kafir; baik berkaitan dengan ritual keagamaan mereka atau perayaan yang mereka adakan untuk berpesta pora. Di antaranya perayaan tahun baru masehi.
Menurut buku “APA YANG Sebenarnya ALKITAB AJARKAN?”yang diterbitkan oleh Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab, Badan Hukum dari Saksi-Saksi Yehuwa, pada tahun 2005, “Perayaan Tahun Baru. Tanggal dan kebiasaan yang berkaitan dengan perayaan tahun baru tidak sama di setiap negeri. Mengenai asal usul perayaan ini, The Wordl Book Encyclopedia menyatakan, “Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai hari tahun baru pada tahun 46 SM. Orang-orang Romawi membaktikan hari ini kepada Janus, Dewa dari gerbang-gerbang, pintu-pintu, dan awak mula. Bulan Januari disebut sesuai dengan nama Janus, yang mempunyai dua wajah –satu melihat ke depan dan satunya lagi melihat kebelakang-.” Jadi perayaan tahun baru didasarkan atas tradisi kafir.” (hal 223)
Menurut Wikipedia berbahasa Indonesia, “Malam tahun baru adalah petang hingga malam hari tanggal 31 Desember yang merupakan hari terakhir dalam tahun kalender Gregorian, sehari sebelum Tahun Baru. Dalam kebudayaan Barat, malam tahun baru dirayakan dengan pesta-pesta dan acara berkumpul bersama kerabat, teman, atau keluarga menanti saat pergantian tahun.” [Baca: 2 Alasan Utama Muslim Haram Rayakan Tahun Baru]
Maka cukup jelas, bahwa muslim haram merayakan tahun baru masehi karena bagian dari perayaan orang kafir yang memiliki hubungan dengan keyakinan mereka. Sebagai umat terbaik, tak pantas umat Islam ikut-ikutan merayakannya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]