View Full Version
Rabu, 10 Feb 2016

Belajar Kegagalan Cinta dari Sang Pejuang Sayyid Quthb

Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah...

Ada syair yang indah bagi hati yang sedang patah hati, karena ditolak lamaran atau ditinggal nikah.

Aku minta kepada Allah setangkai bunga segar |

Namun Dia memberiku kaktus berduri |

Aku minta kepada Allah binatang mungil nan cantik |

Namun Dia memberiku ulat berbulu |

Aku sedih dan kecewa |

Betapa tidak adilnya ini |

Namun kemudian kaktus itu berbunga indah |

Dan Ulat berbulu itupun menjelma menjadi kupu kupu nan elok |

Dan aku tersadar itulah jalan Allah indah pada waktunya

Sayyid Quthb pernah mengalami jatuh cinta sebanyak dua kali. Namun dua kali pula ia patah hati. Kata Dr. Abdul Fattah Al Khalidi yang menulis tesis master dan disertasi doktoralnya tentang Sayyid Qutb.

Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah Sayyid Qutb pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.

Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis itu tidak termasuk cantik, kata Sayyid. Namun ada gelombang yang unik yang menyirat dari sorot matanya, katanya menjelaskan pesona sang kekasih.

Tragedinya justru terjadi pada saat pertunangan. Sambil menangis, gadis itu menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir dalam hatinya. Pengakuan itu meruntuhkan keangkuhan Sayyid, karena ia memimpikan seorang yang perawakan fisiknya, perawan pula hatinya. Gadis itu hanya perawan pada fisiknya.

Sayyid Qutb tenggelam dalam penderitaan yang panjang. Ia akhirnya memutuskan hubunganya. Namun, hal itu semakin membuatnya menderita. Ketika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman.

Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, realita, dan sangkaan baik kepada Allah SWT, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka menambatkan harapan kepada sumber segala harapan, Allah Robbul Alamin.

Begitulah Sayyid Qutub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping sembariberkata:

"Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku?"

Setelah itu, ia berlari meraih takdirnya. Di penjara 15 tahun, menulis Tafsir Fi Dzilalil Quran dan mati di tiang gantungan. Sendiri hanya sendiri.

Kegagalan cinta bagi seorang pejuang merupakan suatu yang biasa. Apalagi jika cinta itu hanya kepada makhluk Allah SWT semata. Meskipun begitu, harus kita sadari bahwa seberapapun tinggi kedudukan seorang, mereka juga memerlukan cinta. Mereka juga masih mencintai perempuan, seperti laki-laki normal biasa.

Cinta bagi Sayyid Quthb memanglah penting. Namun Sayyid Quthb tidak memposisikan cinta di atas segala-galanya. Hal itu terbukti ketika dua kali cinta Sayyid Qutb gagal, dia tidak lantas terjerumus pada maksiat. Sayyid Quthb menyibukan dirinya dengan hal-hal yang lebih penting dari sekedar seorang wanita. Tafsir Fii Zilalil Quran merupakan karyanya yang sangat populer. Dan itu merupakan bukti nyata bahwa dia menggunakan waktunya bukan untuk meratapi nasibnya namun untuk hal-hal yang positif.

Tidak hanya itu saja, bahkan Sayyid Qutb merupakan ulama yang sangat mempunyai andil besar dalam pergerakan dakwah Mesir maupun di dunia secara umum. Kegigihanya dalam berdakwah membuatnya harus rela menginap di hotel prodeo. Dan lebih tragis lagi, ia harus meninggal di tiang gantungan.

Sayyid Quthb mengajarkan pada kita bagaimana menyalurkan kegagalan cinta. Sayyid Quthb mengajarkan kepada kita bagaimana mengorbankan perasaan demi Islam. Kegagalan cinta tidak membuat gagal juga berdakwah dan berkarya.

Sayyid Quthb tidak mau kandas, hanya karena kegagalan cintanya. Ia gunakan sisa umurnya untuk berjihad dan menyebarkan semangat jihad. Meskipun demikian, ia tetap dicaci maki oleh orang-orang yang membencinya, baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Perjuangan dan cinta bagi seorang pejuang memang tidak mengharapkan pujian dari semua orang. Bahkan Rasululloh SAW pun juga dicaci oleh orang-orang yang tidak menyukai beliau. [syahid/protonema/voa-islam.com] 

*Disadur dari buku mencintaimu karena Allah


latestnews

View Full Version