Oleh: Anna Mujahidah Mumtazah
Jomblo, bisa dikata adalah lahan subur untuk dibully baik oleh mereka yang telah dikaruniai pasangan dan atau momongan.
Jomblo, bila berjumpa kawan lama maka bersiap saja menjadi bahan pembicaraan. Apalagi bila mereka bertemu pasangan dengan momongan. Ibarat musim hujan, siap siaga saja dengan jas hujan. Meski terkadang jomblo itu pilihan karena idealisme tak mampu dikalahkan. Baginya terpenting keridaan Rabb semesta alam.
Biarlah apa kata mereka asal tak dibuat sedih tersebab salah dalam memilih. Karena kebahagiaan yang abadi bukanlah hanya saat berkumpulnya dua insan namun bersama dalam jalan ketaatan dan keridaan.
Aneka pertanyaan pun menjamur yang tak jauh beda dari pembullyan. Semisal:
"Eh, kapan nikah? Aku udah punya sekian anak lho. Bahkan udah ada yang sekolah kokkamunya masih jomblo?"
Atau mungkin lingkungan sekitar sengaja melontarkan kalimat yang kurang sedap didengar oleh telinga.
"Si Anu itu kawanmu sekolah ya? Eh dia loh udah nikah dan punya anak sekian, masak kamu masih jomblo mulu? Kapan nikahnya?"
Jika mendapati pertanyaan ini bagaimana perasaan kamu para jomblo? Sakit kan ya? Hmm.. Sakitnya tuh di sini. Dalem bangets.
Namun sebagai jomblo jangan mau kalah ya. Kamu arus punya jawaban kreatif inovatif, syukur bisa skak mat (istilah catur) ke pelontar pertanyaan. Sebab jomblo itu tidak memalukan. Menjadi jomblo yang inspiratif itu pilihan. Jomblo yang mampu menggerus benih-benih kesombongan para anak cucu Adam yang tengah berbangga dengan pasangan dan momongan serta lupa bahwa semua itu karunia Rabb semesta alam. Jadilah jomblo yang mengantarkan orang lain menjadi hamba Allah penuh kesyukuran atas nikmat yang diberikan.
Jadikan setiap pertanyaan yang terlontar apalagi mengarah pada pembullyan adalah sebagai ladang pahalauntuk penyadaran. Jadi gak perlu sakit hati dan woles aja menghadapi yang kayak gini.Gimana caranya? Hmm...cukup menjawab dengan kalimat secukupnya dan mengena sambil tersenyum manis padanya. Seperti, "Hmm...gitu ya. Duhai ukhty/saudara/iku, teramat mudah bagi Allah menyatukan dua makhluk yang berjauhan. Teramat mudah pula bagi Allah memisahkan dua makhluk-Nya. Serta teramat mudah bagi Allah tuk mengambil apa yang dititipkan-Nya."
Lebih mantab lagi ditambahkan, “Ukhty/akhy antum tahu kan ya garam dan asam? Keduanya berjauhan. Namun disatukan dalam satu panci. Siapa yang menyatukan? Bukan garam dan asamnya sendiri kan ya? Allahlah yang menyatukan. Begitu pula dua insan meski keduanya berjauhan bahkan tak saling kenal, saat Allah menghendaki keduanya bersama, maka tak ada lagi yang mampu menghalangi. Begitu pula dengan Ukhty/Akhy menikah di usia dini juga bukan karena kehebatan diri namun itu adalah nikmat Ilahi yang seharusnya antum syukuri. Bukan malah menjadi ajang membully.”
Marilah kita coba mengingat kisah Nabi Ayub. Dalam 20 tahun bergelimang harta, 12 anaknya beserta istrinya membersamainya. Dalam waktu yang tak lamaAllah mengambil semuanya: harta, anak, kesehatan dan lainnya. Teramat mudah bagi Allah mengambil titipan dari hamba-Nya. Tapi karena kesabaran Nabi Ayub, Allah gantikan kepadanya 24 anak melalui istrinya meski sudah lumayan tua.
Ukhty/Akhy jika tak mampu membantu menemukan solusi izinkan para jomblo tenang memantaskan diri untuk Ilahi. Karena kebahagiaan terbesar kita hanyalah saat mampu menggapai ridha Ilahi.
Semoga kita menjadi hamba Allah yang taat dan mampu menempatkan diri pada posisi yang tepat. Aamiin. Allahu A’lam.(riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google