View Full Version
Kamis, 16 Jun 2016

Belajar dari Semut, Tegas Berpihak saat Syariat Mulai Diinjak

"Setiap perbuatan, sebesar dzarrah pun tetap tercatat dalam buku catatanNya. Bukan soal besar kecilnya, tapi soal di mana dirimu berpihak. Sebagaimana seekor semut yang bolak-balik mengambil air untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Apalah artinya setitik air yang ia bawa dibanding kobaran api yang membakar Nabi Ibrahim. Tapi bukan soal mampu atau tidaknya air itu memadamkan, melainkan soal persaksian di hadapan Allah, di mana ia berpihak saat itu."

Tulisan di atas dikutip dari FB seorang teman yang juga mengutip temannya lagi. Intinya karena muatan pesan dari kalimat di atas bagus, maka biarlah ia menjadi viral untuk kemudian kita renungkan bersama.

Indonesia hiruk-pikuk. Mayoritas tapi tersudut di negeri sendiri, ceritanya. Atas nama HAM dan toleransi, seluruh yang berbau syariah diopinikan seolah menzalimi warga lainnya. Tak jarang, yang disebut warga lain itu mengakunya muslim juga. Dan Ramadan sebagai bulan yang mulia pun terkena imbasnya. Atas nama yang tidak berpuasa, mereka yang berpuasa diminta toleransinya pada warga yang tidak berpuasa ini.

Tulisan ini tak hendak membahas detil tentang peristiwa di negeri ini. Akan banyak pihak yang membenci Islam diterapkan dalam tataran praktis, berusaha dengan segala cara untuk menggolkan rencananya. Dengan otak-atik logika yang seolah logis padahal hanya permainan kata saja, mereka akan mencari pengikut idenya sebanyak-banyaknya. Itulah mengapa, beriman itu harus dengan ilmu. Karena dengan ilmu inilah kita bisa membedakan mana opini sesat dan mana yang sesuai syariat.

Paling tidak, kita tidak menjadi muslim yang salah menempatkan diri dimana akan berpihak. Arus mayoritas penolak syariat tidak lantas menjadikan ia pendapat sahih. Apalagi di era digital sekarang ini. Ujung jempolnya yang memberikan sekadar ‘like’ pun, bukan tidak mungkin akan menentukan nasib hidupmu kelak.

...Semoga kita ada di barisan orang-orang yang tidak menjadi duri dalam daging dalam tubuh umat. Predikat muslim tapi kata dan perbuatan malah cenderung mengebiri Islam sendiri. Naudzubillah minzalik...

Sebagaimana dalam ilustrasi pembuka di atas, bahwa meskipun air yang dibawa semut untuk memadamkan api yang membakar Ibrahim AS tidak memberikan efek, tapi sikapnya itu adalah bentuk ketegasan diri akan posisi dimana ia berpihak. Itu nanti yang akan dibawa si semut di hadapan Allah sebagai  pertanggungjawabannya. Lalu bagaimana dengan kita?

Apakah kita beropini untuk untuk mentertawakan syariat Allah atau sebaliknya?

Apakah kita memberikan ‘like’ pada status dan komentar orang-orang bodoh yang sok pintar bermain kata hanya karena kerumunan mereka terlihat ramai dan penuh canda padahal isinya penuh hujatan pada syariat?

Apakah kita malah ikut memberikan komentar yang semakin menambah keruh suasana meskipun tanpa ilmu sama sekali, hanya demi popularitas?

Dimana kita berpihak ketika Islam berusaha dicabik dari mulianya syariat?

Dimana posisi kita saat ini dan nanti ketika setiap perbuatan dan kata bahkan sebesar biji zarrah akan dihisab?

Semoga kita ada di barisan orang-orang yang tidak menjadi duri dalam daging dalam tubuh umat. Predikat muslim tapi kata dan perbuatan malah cenderung mengebiri Islam sendiri. Naudzubillah minzalik.

Semoga kita menjadi semut yang meskipun kecil dengan langkah mungil, mampu berdiri di hadapan Allah dan bersaksi: kita adalah umat Muhammad SAW yang dengan tegas dan berani memposisikan diri sebagai pembela Dienullah ini. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version