View Full Version
Jum'at, 24 Jun 2016

Biaya Kuliah Selangit Dampak Liberalisasi Pendidikan Tinggi

Oleh: Adinda Putri (Mahasiswi Pascasarjana ITS Surabaya)

Pekan ini Perguruan Tinggi Negeri (PTN) telah membuka jalur Seleksi Mandiri (SM) setelah dua jalur seleksi masuk SNMPTN dan SBMPTN usai. Kuota yang disediakan bagi pendaftar mencapai 30 persen. Berbeda dengan dua jalur seleksi sebelumnya, jalur seleksi ini mematok harga yang selangit. Jalur SM menetapkan syarat pembayaran Uang Kuliah Awal (UKA) dan Uang Kuliah Semester (UKS) bagi pendaftar yang diterima.

. memiliki peminat paling tinggi. Beberapa PTN di Surabaya misalnya UNESA memiliki UKA terendah Rp 5 juta dan UKS Rp 4 juta/semester, sedangkan UKA tertinggi di UNAIR Rp 70 juta dan UKS Rp 20 juta/semester. UKA Prodi IPA lebih mahal dibandingkan dengan UKA Prodi IPS. Berbeda dengan Seleksi Mandiri, dua jalur seleksi masuk lainnya bisa dijangkau bagi pendaftar PTN yang berkelas ekonomi menengah ke bawah.

Sejak ditetapkannya UU Pendidikan Tinggi (PT) 2012 pembiayaan PT adalah tanggung jawab masyarakat, industri, dan negara. Pada APBN 2015 Negara hanya memberi sedikit sumbangan untuk pembiayaan PT yaitu 4,1 Triliun. Kekurangan anggaran dalam proses berjalannya pendidikan menjadi tanggung jawab Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi diminta kreatif sebagai badan usaha untuk menambah kebutuhan biaya pendidikan sendiri. Sejak ditetapkannya ITS PTN-BH misalnya, ITS dituntut untuk memiliki generator income dalam pembiayaan Pendidikan Tinggi. Tak heran bila saat ini ITS giat mencari sumber pendapatan untuk dapat mengantongi keuntungan. Mahalnya biaya Pendidikan Tinggi ini pun juga menjadi salah satu sumber pendapatan bagi Perguruan Tinggi. Jelaslah kini pendidikan menjadi sektor jasa yang dikomersialkan.

Sebagaimana kita ketahui, sejak tahun 1995 Indonesia resmi menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral. Negara-negara anggota WTO diharuskan menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi, serta jasa-jasa lainnya. Intervensi dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi telah memunculkan konsep penataan baru dalam PT yaitu Kurikulum Berbasis Ekonomi (KBE). Tak heran bila kini dirasakan dampaknya biaya kuliah semakin tinggi, orientasi riset dan teknologi cenderung kepada bisnis dan hilirisasi produk penelitian untuk mendapatkan keuntungan.

Seluruh intervensi kebijakan dalam mengelola pendidikan yang dilakukan oleh negara ini tak lain karena lemahnya visi Negara. Visi Negara yang lemah dalam menentukan nasibnya sendiri menjadi lahan bagi pihak lain untuk mengintervensi sektor strategis yang ada. Sektor pendidikan merupakan sektor strategis Negara selain sektor ekonomi dan politik.

Selama Negara belum memiliki visi yang kuat dan mandiri dalam menentukan arah pandangnya selama itu pula kebijakan yang ada akan terus terikat dengan kepentingan dari pihak lain yang memanfaatkannya (baca : penjajahan). Saatnya Negara kembali pada peran dan tanggung jawabnya yang mulia. Menjadikan perannya secara utuh dalam melayani rakyatnya. Memahami bahwa ilmu adalah hajat hidup publik bukan faktor produksi. Bersungguh-sungguh dalam mengelola pendidikan dengan mengoptimalkan kekayaan alam sebagai pemasukan untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum termasuk fasilitas pendidikan.

Negara yang memiliki visi kuat seperti ini adalah Negara yang menerapkan sistem khilafah. Rasulullah SAW telah mengisyaratkan bahwa pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan masyarakat yang harus dijamin oleh Negara dengan dana dari baitul mal (kas Negara). Sebagaimana keputusan beliau saat memimpin Madinah menjadikan pengganti uang tebusan tawanan perang dengan mengajarkan baca tulis kepada 10 (sepuluh) anak di Madinah.

Setelah masa Rasulullah pun, khalifah juga sangat memperhatikan masalah pendidikan. Pada masa Umar bin Khattab, guru mendapatkan gaji sebesar 15 dinar/bulan atau setara Rp 37 juta. Negara sangat memperhatikan kesejahteraan guru tanpa membebankannya kepada penuntut ilmu, apalagi kepada pengusaha pribumi maupun asing karena hal ini menjadi lahan bagi intervensi asing terhadap arah pendidikan atau kurikulum.

Sinergisitas antara ketangguhan kurikulum dan peran Negara tanpa intervensi akan mudah terealisasi ketika Islam diterapkan dalam kehidupan. Kejayaan ini dapat disaksikan oleh dunia sebagaimana yang diungkapkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya, The Influence of Islam on Medieval Europe. Setidaknya ada dua kejayaan pendidikan Islam yang membekas sampai sekarang yaitu: (i) keberadaan sarana dan prasarana pendidikan yang bermutu; (ii) keberadaan para cendekiawan Muslim terdepan di dunia. [syahid/voa-islam.com] 

Sumber :

http://hizbut-tahrir.or.id/2015/05/07/kurikulum-pendidikan-paripurna/

http://www.jawapos.com/read/2016/06/13/33983/uang-kuliah-tunggal-selangit-jalur-mandiri/3


latestnews

View Full Version