View Full Version
Selasa, 19 Jul 2016

Resensi Novel: Ketika Buku Menjadi Tema Utama untuk Menghidupkan Kenangan

Judul                     : Buku Ini Tidak Dijual

Karya                    : Henny Alifah

Penerbit              : Indiva Media Kreasi

Cetakan               : Pertama, Maret 2015

Tebal                     : 192 halaman

 

“Buku memang benda mati. Tetapi, dia dapat menghidupkan jiwa yang kering.” (hal. 149)

Kutipan di atas keluar dari mulut Doni, tokoh tambahan dalam novel ini untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan oleh tema utama. Adalah Gading dan sepupunya yang bernama Kingkin sebagai tokoh utama untuk ‘mengejar’ buku yang seharusnya tidak dijual. Buku-buku tersebut adalah milik Padi, ayah Gading.

Buruknya komunikasi yang terjalin antara Padi dengan ayahnya membuat buku-buku ‘kenangan’ tersebut dijual dengan harga murah ke tukang loak. Buruknya komunikasi ini diturunkan Padi pada anaknya, Gading. Apalagi sejak istrinya meninggal, praktis Padi lebih sering menumpahkan kesedihannya dengan bekerja keras dan membaca buku saja. Gading pun berjarak dengan sang ayah.

Dimulai dari perjalanan mengejar berkarung-karung buku yang terlanjur diloakkan inilah alur novel dibangun. Alur yang cukup lambat menurut saya dengan banyak sekali taburan pesan moral di dalamnya. Mungkin karena terciptanya novel ini memang untuk diikutkan lomba menulis inspiratif yang diadakan oleh penerbit yangbersangkutan. Dan begitulah, novel yang berkisah tentang buku ini pun meraih predikat sebagai pemenang pertama.

Terlepas alur yang lambat dan terasa membosankan, novel ini menyimpan kejutan kecil. Kejutan inilah yang dijaga pengarangnya untuk dipertahankan hingga bagian akhir. Dari judulnya saja tentang Buku Ini Tidak Dijual sudah menyimpan rasa penasaran terhadap pembaca. Kemudian perjuangan Gading dan Kingkin yang bahkan mempertaruhkan nyawa mereka demi buku. Pertanyaannya, apa yang istimewa dari berkarung-karung buku tersebut sehingga Padi begitu tega menyuruh Gading untuk mendapatkan buku tersebut apapun taruhannya?

Dari poin inilah daya ingin tahu pembaca dijaga oleh pengarang. Karena tanpa poin ini, karakter dan alur yang disajikan tidak cukup kuat untuk membuat pembaca dalam hal ini saya sendiri bertahan. Butuh waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan novel yang bisa dibilang tipis ini. Selain itu, tema novel yang tidak biasa yaitu tentang buku juga menjadi daya tarik tersendiri untuk berusaha menuntaskan bacaan hingga halaman terakhir.

Jadi bagi pembaca yang tingkat bacaannya sudah dengan jam terbang tinggi, bisa jadi buku ini seperti camilan yang jauh dari memberi rasa kenyang. Tapi untuk pemula yang mulai belajar mencintai buku khususnya novel, buku ini layak untuk dikonsumsi karena memberi banyak hal positif sebagaimana syarat awal yaitu inspiratif. Dan satu hal lagi, inspiratifnya sangat memenuhi kaidah keislaman sehingga direkomendasikan untuk dibaca oleh semua usia. (riafariana/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version