View Full Version
Kamis, 25 Aug 2016

Saat Kata Berubah jadi Duri dan Melukai Hati

Seorang sahabat remaja datang dan mengadukan sesuatu. Ada seorang guru yang menyalahkan jawaban dia dengan kata-kata yang tak pantas. Namanya saja remaja, baper, sebal, uring-uringan dan rasa negatif lain muncul karena perkataan sang guru. Saya menanggapinya dengan senyum.

Kata-kata yang tak pantas. Di situ kuncinya. Seorang murid tak akan tersinggung atau marah saat sang guru menunjukkan kesalahannya dengan baik. Tapi ketika kata tak pantas diucapkan, bisa jadi itu menyinggung hati.

Dalam hidup bermasyarakat, kita akan bertemu dengan banyak tipe karakter. Salah satunya adalah si mulut tajam dan penuh duri. Tipe ini mudah sekali menganggap orang lain bodoh, baik dengan perkataan atau perbuatan. Atau mungkin tipe yang suka merendahkan, meremehkan atau mencela orang.

Saat bertemu dengan tipe seperti ini, tak perlulah dimasukkan hati. Cukup maklumi dan kasihani. Bagaimana tidak? Ketika ada seseorang yang menyebut kita bodoh, saat itu dia sebetulnya sedang menunjukkan kualitas dirinya sendiri. Bukankah seseorang itu tercermin dari perkataan dan perbuatannya?

...saat kita direndahkan. Itu berarti posisi kita sedang tinggi sehingga ada tipe orang yang merasa perlu untuk merendahkan kita...

Begitu juga saat kita direndahkan. Itu berarti posisi kita sedang tinggi sehingga ada tipe orang yang merasa perlu untuk merendahkan kita. Atau bisa jadi kita diremehkan. Itu karena kita begitu pentingnya sehingga menurut orang tersebut perlu untuk diremehkan. Sesederhana itu.

Tak perlulah meributkan hal demikian apalagi bila sampai sakit hati. Duh kasihan sekali hatinya. Lebih baik hati yang satu ini kita gunakan untuk selalu dekat kepada Ilahi, mengingat dosa diri dan selalu bermuhasabah untuk ingat mati.

Doakan saja siapa pun itu: guru, teman, atau bahkan bisa jadi orang tua kita yang mungkin saja hobi mengeluarkan caci-maki dan kata-kata keji. Nasihati dengan baik apabila memungkinkan. Tak perlu meributkan hal yang tak penting seperti itu. Jauhi sikap ingin membalas ataupun marah-marah tak jelas. Siapa tahu, tanpa sadar kita pun pernah berada dalam posisi tersebut. Duh segera istighfar bila memang iya.

Masih banyak persoalan hidup yang butuh perhatian kita. Masih banyak amal yang belum terlaksana, dan masih banyak tanggung jawab yang butuh ditunaikan. Jangan menyibukkan diri dengan baper terhadap orang yang hobi mencaci maki atau berkata keji. Cukup hadapi dengan senyuman dan tampilkan sikap terbaik untuk menghadapinya.

Jadi, siapkan dirimu untuk bertemu dengan segala tipe dalam kehidupan. Woles saja menghadapinya bila kamu terpaksa harus berhadapan dengannya. Yakinlah kebaikan akhlah dan hati selalu bisa mengatasi mereka yang bermulut penuh duri. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version