Santer marak pelecehan muslimah di beberapa negara Eropa saat pelarangan Burkini disahkan. Terlihat seorang ibu yang sedang bersantai di pantai menikmati hangatnya mentari, ditegur dengan kasar oleh 4 polisi Perancis. Mereka membawa semprotan merica dan pentungan seolah mau menangkap maling.
Ibu muda tersebut dipaksa untuk melepas bajunya yang bagian atas plus penutup kepalanya di tempat itu juga. Kejadian tersebut disaksikan banyak orang lain di pantai tersebut disertai suara-suara melecehkan dan bernada mengusir. Tak dihiraukan lagi suara tangis dari anak kecil yang menangis melihat ibunya diperlakukan demikian.
Itu di Perancis. Di Inggris, ada banyak kejadian serupa tapi tak sama menimpa muslimah bahkan yang tidak berhijab sekali pun. Faizah Shaheen, seorang muslimah Inggris yang sedang naik pesawat, ditegur dengan keras dan diturunkan dari pesawat tersebut hanya karena ia membaca buku tentang seni dari Suriah.
Beberapa bulan sebelumnya, sepasang suami istri berbicara bahasa Arab di pesawat juga dipaksa turun karena dianggap membahayakan penerbangan. Menurut muslimah Indonesia yang tinggal di London bersama suaminya, Rahma binti Nasril, bahkan untuk mengucap basmallah, hamdallah, istighfar dan istilah umum lainnya yang berbahasa Arab diusahakan dihindari dulu.
Semua hal yang berbau Arab dan Islam bisa menjadi phobia masyarakat barat. Jangankan di barat yang notabene Islam minoritas, di Indonesia saja yang katanya penganut Islamnya mayoritas, phobia itu juga terasa.
...Semua hal yang berbau Arab dan Islam bisa menjadi phobia masyarakat barat. Jangankan di barat yang notabene Islam minoritas, di Indonesia saja yang katanya penganut Islamnya mayoritas, phobia itu juga terasa...
Masih ingatkah kita heboh bulan Ramadan kemarin? Dimana-mana terdengar seruan untuk menghormati yang tidak berpuasa. Belum lagi urusan adzan dengan pengeras suara, larangan sahur on the road, pawai takbiran, dan masih banyak lagi larangan ini-itu terutama bila menyangkut kepentingan umat Islam.
Belum lagi isu penangkapan teroris di sana-sini yang semuanya praktis dikaitkan dengan aktivitas keislaman seseorang. Itu dari pejabat dan aparatnya. Bagaimana masyarakatnya? Sebelas dua belas alias tak jauh beda.
Dunia medsos yang semakin canggih adalah lahan basah untuk menyebarkan meme yang memojokkan umat Islam. Belum lagi status yang berseliweran di medsos, semakain banyak yg ‘like’ dan komentar bila umat Islam dijadikan bahan tertawaan oleh semua kalangan. Seolah terlihat keren, bergengsi dan sungguh intelektual saat menjadikan Islam dan umatnya sebagai bahan olok-olok.
Islamophobia menjangkit bahkan di kalangan yang mengaku dirinya muslim. Ironis? Bikin miris? Itulah fakta yang tersaji di negeri bernama Indonesia. Ketika di barat terjadi islamophobia dan terjadi pelecehan bahkan penyerangan terhadap umat Islam di sana, umat Islam Indonesia pun mengalami hal yang tak jauh beda.
Bukannya saling bahu-membahu dan mendukung untuk menguatkan, tapi tikaman dari dalam membuar PR umat ini semakin panjang. Akhirnya biarlah berlaku hukum ‘alam’, mereka yang teguh menjaga izzah diri dan agamanya atau sebaliknya. Atau mungkin bermuka dua tergantung arah angin berhembus.
Bebas, kita semua memiliki kebebasan untuk meneguhkan diri dimana berdiri dalam kondisi ini. Karena dimana pun kita berdiri, ingatlah bahwa kontribusi itu memunyai arti. Apakah kita memilih ambil bagian dalam terciptanya islamophobia ataukah mengambil peran untuk menampilkan Islam apa adanya? Kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google