Timeline FB dan beberapa grup media sosial memberi kabar tentang satu hal yang menunggu manusia dengan setia: Ajal. Betapa sederhana dan tak dinyana kabar kematian saat ajal itu datang. Ada yang meninggal saat di tengah mengendarai mobil. Tiba-tiba mobil berhenti mendadak. Seorang polisi menghampiri dan ketika pintu dibuka, si pengemudi mobil telah menjadi meninggal.
Ada juga yang meninggal karena tersengat listrik atau yang biasa disebut kesetrum. Lalu ada tetangga rumah kakak yang meninggal ketika usai salat Subuh berjamaah dan sedang tilawah Quran. Di kampung lain terdengar kabar seorang ayah yang meninggal saat bersiap mengantar sang anak berangkat sekolah. Si ayah duduk di kursi teras rumah sambil menunggu buah hati siap-siap. Ketika sudah siap, si anak memanggil ayah yang terus saja duduk tanpa beranjak. Ketika didatangi, si ayah ternyata telah tak bernyawa di kursi tersebut.
Kisah nyata di atas adalah sebagian dari mereka yang menjemput ajal, insya Allah dengan khusnul khatimah atau mati dalam keadaan baik. Sementara itu, ada beberapa kabar juga baik dari teman lama, kenalan sekilas ataupun orang yang tak pernah berjumpa akan kematian yang menyisakan ngeri dan nyeri.
...Ada kalanya manusia tak lagi bisa memilih akhir hidup seperti apa yang menghampiri. Tapi manusia tetap bisa berikhtiyar untuk menuju akhir seperti yang diharapkan...
Kabar tentang seseorang yang pernah sekelas di masa sekolah dulu, mati ditembak polisi karena jadi maling. Tetangga seorang teman yang harus menjemput ajal seorang diri karena anak dan cucu tak ada yang mau menemani. Lalu kisah seorang pejabat daerah yang akhir hidupnya berada di pangkuan pelacur. Naudzubillah min dzalik.
Ajal adalah pasti, tapi jalan menjemput ajal itu adalah pilihan. Meskipun bila ditanya, pasti semua ingin mati dalam keadaaan khusnul khatimah. Masalahnya, menjemput ajal dalam kondisi yang baik tersebut bukan perkara gampang. Betapa banyak orang yang hidupnya seperti putih bersih ternyata matinya menyisakan tanya. Dan tak sedikit pula yang hidupnya seolah hitam ternyata akhir hidupnya begitu tenang.
Ada kalanya manusia tak lagi bisa memilih akhir hidup seperti apa yang menghampiri. Tapi manusia tetap bisa berikhtiyar untuk menuju akhir seperti yang diharapkan. Karena sesungguhnya, bagaimana ajal menjemput itu tergantung dari kebersihan amal yang selama ini kita lakukan.
Bisa jadi kita seolah beramal baik banyak tapi ternyata hangus karena riya’. Atau sebaliknya, amal yang seolah sedikit tapi dipenuhi rasa takut akan tidak diterima oleh Allah dan terus berusaha memperbaiki diri. Masing-masing dari kita sesungguhnya berada dalam zona tanda tanya: bagaimanakah ajal kelak akan menjemput kita?
Sungguh, bila sudah begini rasanya tak pantas untuk memunyai kesombongan meskipun sebesar debu. Rasanya begitu cemas menanti hari H saat ajal tak lagi bisa ditunda. Hanya orang-orang bodoh saja yang sudah tahu ajal semakin mendekat tapi hari-harinya tak segera diisi dengan tobat. Semoga tulisan ini tak hanya sebatas tulisan yang bisa mengingatkan orang lain tapi diri sendiri terus berlumur dalam lalai. Astaghfirullah.
Semoga siapa pun diri kita selama iman dan Islam terus melekat dalam dada, bisa menjemput ajal dengan istiqomah dan mati khusnul khatimah. Insya Allah. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google