Oleh: Fikri Aziz
(Aktivis BKLDK Kota Bandung 2015, Founder Media Online Dakwah UIN Bandung)
Hampir dua minggu terakhir, dunia maya dihebohkan dengan video bernuansa “sara” (katanya) dari aktivis gerakan mahasiswa pembebasan atau GEMA Pembebasan kampus UI Depok. Isinya adalah seruan penolakan terhadap pemimpin kafir, khususnya yang saat ini tengah memimpin Jakarta dan akan mencalonkan diri pada Pilgub DKI 2017 mendatang yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Yang paling disoroti adalah Boby Febrik Sedianto, mahasiswa pascasarjana Keperawatan UI yang mencuat namanya lantaran video yang diunggah, ternyata mendapat ancaman dari pihak kampus. Walau ada juga video penolakan serupa, tapi yang sampai memanjang adalah kasus Boby. Pihak kampus merasa bahwa Boby sudah melakukan hal yang tidak pantas. Yaitu menyampaikan kata-kata yang seolah-olah merobohkan netralitas kampus. Dalam videonya tersebut, boby tanpa izin memakai jas almamater kampus, latar pengambilan videoanya pun di kampus UI, dan kata-kata yang disampaikan berisikan sikap politis idealis.
Dikutip dari detik.com (7/9/16): UI merespon video Boby yang menyebar itu. UI menegaskan, video itu ilegal dan tidak mewakili UI. "Video tersebut bersifat illegal atau tidak resmi dan tidak memiliki hak untuk mengatasnamakan Universitas Indonesia," jelas Kepala Humas UI Rifelly Dewi, Rabu (7/9/2016).
Rifelly menegaskan, video yang dibuat Boby itu merupakan bentuk tindakan yang tidak mengindahkan etika kegiatan akademik pada umumnya dan tata tertib kehidupan kampus pada khususnya. "Video tersebut telah melanggar Ketetapan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia No.008/SK/MWA-UI/2004 tentang Tata Tertib Kehidupan Kampus UI - Pasal 8 yang menyatakan bahwa "Warga Universitas Indonesia dilarang melakukan diskriminasi terhadap orang lain atas dasar agama, etnisitas, gender, orientasi seksual, orientasi politik dan cacat fisik," tegas Rifelly.
Namun nyatanya, banyak yang mendukung dengan alasan “mahasiswa dan kampus saat ini sudah pragmatis, jarang sekali yang idealis”. Banyak kalangan juga menilai bahwa Boby menyampaikan apa yang dia yakini sebagai kebenaran. Yaitu dalam islam haram hukumnya memilih pemimpin kafir. Hal tersebut bukan termasuk ‘sara’, tapi murni tertera di dalam Al-Qur’anul karim, surat An-Nisa 141, 144, dan dari dalil yang lain. Apakah kalau ada kata kafir dalam Al-Qur’an, kita harus menggantinya dengan ‘non muslim’?.
Matinya Idealisme Mahasiswa
Dewasa ini, sekalipun masih ada aksi-aksi yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa, kebanyakan dari mereka bergerak atas dasar “uang” bukan cita-cita tertinggi yaitu mengusung sebuah perubahan hakiki. Padahal, mahasiswa sejatinya adalah sarana penyampai aspirasi masyarakat yang menginginkan keadilan. Namun ternyata, mahasiswa hari ini (yang tergabung dalam banyak gerakan mahasiswa) pun telah mati idealismenya dan beralih kepada sesuatu yang bisa menguntungkan mereka. Kalau ada isu nasional yang tidak menguntungkan mereka, mereka tidak akan turun ke jalan. Atau bahkan hanya sekedar beropini di dunia maya mereka enggan lakukan.
Apalagi dengan mahasiswa yang sehari-hari hidup dengan nuansa hedonism. Sulit rasanya, menggerakan idealism mereka. Karena mereka kuliah atas dasar bahwa setelah lulus mereka bekerja dan menjadi kaya raya. Ini adalah masalah besar di dunia kampus. Semakin banyak mahasiswa tidak ikut campur dengan persoalan Negara, semakin sengsaralah Negara ini. Karena penggeraknya sudah meninggalkan idealismenya, pendobraknya lebih memilih main aman, yang penting nyaman.
Kampus Fasilitator Mahasiswa Idealis
Seharusnya, mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi mendapat apresiasi dari pihak kampus. Karena, tujuan kampus adalah menghasilkan lulusan yang kritis dan politis. Zaman sekarang, kampus lebih bangga apabila mahasiswanya bekerja di perusahaan ini dan itu. Padahal, idealism dunia kampus tidak boleh hilang atau bahkan sengaja dihilangkan dengan banyaknya SKS saat kuliah, yang akhirnya membungkam sikap kritis mahasiswanya, karena dirasa waktunya habis untuk mengejar banyaknya mata kuliah.
Oleh karenanya, seruan untuk pejabat-pejabat kampus yang seharusnya menargetkan mahasiswanya kritis dalam hal yang menyangkut urusan masyarakat, dan terlebih kaum muslim yang dominan di negeri ini. Agar kampus yang justru memfasilitasi diskusi-diskusi mahasiswa. Diskusi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah dengan sudut pandang ideal (islam).
Prestasi untuk kampus, apabila melahirkan mahasiswa yang kritis dan visioner untuk perubahan Indonesia yang jauh lebih baik dari hari ini. Barulah berlakukan sanksi apabila ada mahasiswanya yang bersikap anarkis dalam aksi-aksi turun ke jalan. [syahid/voa-islam.com]