Sahabat VOA-Islam...
Pertanyaan umum yang sering diucapkan namun sering pula diabaikan. Bersyukur merupakan sikap kita untuk berterimakasih kepada sang maha pencipta atas apa yang telah diberikan kepada kita. Namun sering kali kita melupakan esensi dari “syukur” itu sendiri.
Kitapun sering menganggap bahwa “syukur” mudah diucapkan namun sulit untuk di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Q.S Ibrahim ayat 7 Allah menyatakan bahwa “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan. Sesungguhnya jika kamu bersyukur , niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azabku sangat berat.”
Andai saja aku memiliki mobil mewah itu, pasti aku akan terlihat lebih berwibawa. Padahal dia sudah memiliki mobil yang bisa digunakan untuk transportasi kemana-mana. Dia tidak kehujanan atau kepanasan.
Andai saja aku memiliki mobil itu, pasti aku tidak terkena panas dan hujan. Sehingga aku bisa merasa lebih nyaman ketika bepergian. Padahal dia sudah memiliki motor yang bisa digunakan untuk transportasi yang cukup efisien dan tidak melelahkan daripada mereka yang bersepeda atau berjalan kaki.
Andai saja aku memiliki motor itu pasti aku tidak kecapean mengayuh sepeda. Bisa berpergian dengan menghemat waktu, cepat dan tidak capek.
Andai saja aku memiliki sepeda. Pasti aku tidak perlu kelelahan ketika berpergian. Padahal dia sudah memiliki kedua kaki yang bisa digunakan untuk berjalan.
“aku heran dengan mereka yang tidak pernah bersyukur atas apa yang Allah berikan “. Ucap orang yang lumpuh.
Sebenarnya mengherankan ketika kita menuntut segalanya kepada sang maha segalanya. Tetapi kita tidak menunjukkan sikap kita untuk mendapatkan nikmatNya. Kita juga tidak menunjukkan perilaku – perilaku yang pantas kepada Allah sang maha segalanya. Ingatlah ! Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Tinggal kembali kepada pribadi masing-masing apakah kita mensyukuri atas apa yang telah Allah berikan kepada kita?
Ada yang meminta kepada Allah. Berikan saya ini, berikan saya itu . tetapi sikap dan perilakunya tidak santun kepada-Nya. Masih sering bebuat maksiat, masih saja mendzolimi orang lain, membuat orang lain sakit hati. Menghalalkan yang haram , dan mengharamkan yang halal. Astagfirullah…apakah kita tidak memiliki urat malu kepadaNya. Merasa hidup paling sempurna dan sejahtera. Enggan membantu sesama. Padahal harta yang ada , pada hakikatnya adalah hanya titipan-Nya. Yang bisa saja diambil kapan saja oleh Dia sang maha pencipta. Karena Dia-lah yang menguasai kerajaan dan bumi.
Mari kita belajar untuk menjadi pribadi yang pandai bersyukur. Ketika hati gundah gulana. Masalah datang menerpa silih berganti tanpa permisi. Mari evaluasi kepada diri sendiri, kita telah melakukan dosa apa ? sehingga Allah tidak mengijabah setiap do’a – do’a kita. Sehingga Allah marah kepada kita. Dan enggan mengabulkan setiap do’a – do’a yang kita panjatkan kepadaNya.
Ketika mengalami kesulitan hidup janganlah melihat keatas. Lihatlah kebawah ! masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Jauh lebih menderita daripada kita. Kita bisa hidup tenang dan tentram di negara kita. Lantas bagaimana dengan mereka yang ada di Suriah dan Palestina? Mereka hidup dikelilingi rasa takut yang mengguncang jiwa. Mereka kelaparan padahal terkadang kita sering membuang makanan tanpa rasa berdosa. Banyak anak kecil yang kehilangan orang tuanya. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, darah syahid yang berserakan dimana – mana. Masih pantaskah kita untuk tidak bersyukur? Masihkah kita mengeluh dengan apa yang terjadi kepada kita?
Kita adalah makhluk Tuhan yang sungguh tiada apa-apanya. Kita hanya hidup sementara di dunia yang penuh dengan fatamorgana ini. Jadi, janganlah kita tidak mensyukuri atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Jangan pernah menyesal atas apa yang terjadi saat ini. karena yakinlah Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Akan ada hikmah disetiap skenario-Nya. Wallahua’alam bisowab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Shellvy Lukito Mahasiswi jurusan Akuntansi Syariah STEI SEBI, Semester 7