View Full Version
Jum'at, 02 Dec 2016

Bukan Sekedar Berbeda, Berbhineka itu Keanekaragaman yang Bertenggang Rasa

 

Oleh: Rena Erlianisyah Putri

Memaknai Bhineka Tunggal Ika bukan sekedar berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Memaknai bhineka lebih luas dari itu, ia tentang keberagaman yang dijaga oleh nilai-nilai keadilan dan saling bertenggang rasa. Jika dengan alasan berbeda berarti berbhineka, orang bebas berbuat sekehendaknya tanpa lagi mengindahkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat atau nilai-nilai yang ada pada agama serta kepercayaan orang lain.

Karena makna Bhineka Tunggal Ika itu sendiri akan selalu ada nilai yang saling berbeseberangan, terutama urusan Tuhan. Berbhineka konteks keindonesiaan, adalah berbicara tentang keanekaragaman yang tidak melanggar, berkeadilan, saling menjaga kedamaian, persatuan dan kesatuan.

Bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Demikian kutipan dari sumber Wikipedia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Berbeda Belum Tentu Berbhineka

Berbeda saja tidak cukup mewakili makna Bhineka Tunggal Ika. Berbeda beum tentu bisa berbhineka, namun berbhineka sudah pasti ada tenggang rasa pada yang berbeda. Berbeda tetapi merugikan banyak orang, sama saja nihil! Namun ketika berbeda itu membawa nilai-nilai yang bermanfaat terhadap sesama, itulah makna sejati berbhineka tunggal ika.

Keberbedaan yang Berbhineka

Jika keberbedaan malah mendatangkan bencana, orang yang sejatinya berbhineka akan segera menghentikan bencana tersebut. Sepertihalnya Ahmadiyah, dengan mengatasnamakan kaum umat islam, tetapi memiliki nilai-nilai yang tak selaras dengan nilai-nilai islam sejati. Maka keberbedaan dari Ahmadiyah ini bukanlah kebhinekaan, justru ia menjadi keberbedaan yang tak menghargai kebhinekaan. Karena seperti yang didefinisikan dari tulisan diatas, bahwa kebhinekaan tidak boleh melanggar antara nilai satu dengan nilai yang lainnya. Bagaimana dengan umat Kristen, hindu, dan budha di Indonesia? Ketika umat-umat ini mempercayai tuhannya, tanpa melecehkan tuhan dari agama dan kepercayaan lainnya, maka terbilang Bhineka Tunggal Ika. Namun, ketika nilai-nilai murni dari suatu ajaran agama lain diselewengkan bahkan dilecehkan, ini sudah masuk wilayah pelanggaran makna Berbhineka Tunggal Ika.

Contoh lainnya adalah kasus LGBT (Lesbian, gay, biseksual, transgender), ketika nilai-nilai ini tetiba muncul di tengah masyarakat, namun bertentangan dengan nilai-nilai keyakinan salah satu agama di Indonesia. Ini jelas bukan kebhinekaan, ini merupakan keberbedaan yang sangat melanggar norma salah satu agama di Indonesia. Jika hanya islam yang mengharamkan nilai-nilai ini, apakah berarti agama lain memperbolehkannya? Itu kembali kepada kemurnian ajaran agama massing-masing. Karena sejak jaman ajali, manusia membutuhkan agama untuk mengatur kehidupannya menjadi baik, bukan untuk merusak umat manusia. Jika tidak, berarti semestinya harus ada peninjauan kembali mengenai ajaran agama yang mengajarkan ketidakbaikkan dan kerusakan di muka bumi ini. Sungguh, nilai-nilai ketidakbaikkan dan kerusakan itu bukanlah ajaran agama, tetapi lebih mirip ajaran kesesatan yang bertopengkan agama. Waspada! bisa jadi itu bentuk pelecehan agama! Masih banyak contoh-contoh fenomena di masyarakat yang disalahartikan sebagai perwujudan dari Bhineka Tunggal Ika. Tugas masyarakat-masyarakat Indonesia inilah yang harus pandai menjaga nilai-nilai kebhinekaan sesungguhnya. Memahamkan kepada banyak masyarakat lainnya, bahwa berbeda itu belum tentu berbhineka, karena nilai sejaki Bhineka Tunggal Ika tetap harus dijaga oleh nilai-nilai kebaikan dan kebermanfaatan yang membatasinya.

Memaknai Kembali Toleransi Keberagaman

Jangan salah kaprah mengartikan keberagaman. Keberagaman yang tidak membuat salah satu pihak lainnya tidak nyaman adalah kesalahan. Keberagaman itu sejatinya terbingkai dalam nilai-nilai baik yang saling memberi ruang kenyamanan kepada manusia lainnya yang berbeda. Konteks berbeda yang tidak salah kaprah, tetapi konteks keberbedaan yang dimaknai sebagai agamamu adalah bagi agamamu, dan agamaku adalah bagi agamaku, tanpa pencampuradukkan nilai-nilai. Tanpa pembenturan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.

Keberagaman hakikatnya adalah anugerah, yang harus dijaga bersama. Ketika ada satu ajaran agama lain yang melarang munculnya keberbedaan di tengah-tengah masyarakat, itu tidak lantas berarti tidak toleransi atau intoleran. Karena makna sesungguhnya dari intoleran itu tidak mengakui keanekaragaman dari keberbedaan. Intoleran itu sesungguhnya pelecehan terhadap nilai-nilai ajaran agama lain.

Sejatinya, toleransi itu membiarkan penganut agama lain melakukan ajarannya tanpa ikut mencampuradukkannya. Intoleran yang sesungguhnya, ialah mengganggu ketenangan beribadah umat agama lain. Jangan salah kaprah! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version