Jagad maya Indonesia sedang heboh gerakan boikot-memboikot produk tertentu. Bukan asal, produk yang diboikot ini ditengarai berpihak kepada kepentingan satu golongan dan merugikan golongan lain yaitu umat Islam negeri ini. Sebutlah nama Metro TV. Karena geramnya, langkah lanjutan berupa petisi pun dibuat.
Saya pribadi setuju-setuju saja. Karena tidak hanya metro TV, sejak lama seluruh saluran TV di rumah sudah saya boikot. Membaca dan mencari berita di internet adalah pilihan alternatif menggantikan fungsi TV yang telah lama mati di rumah ini. Jadi, hayuk sajalah boikot metro TV dan saluran TV lain yang isinya melulu sinetron kejar tayang tak bermutu.
Boikot berikutnya tertuju pada produk roti merk Sari Roti. Foto gerobak roti merk ini sempat wara-wiri di jagad medsos. Ternyata pihak manajemen bersikap reaktif dan mengeluarkan pernyataan resmi. Di sinilah terlihat posisi manajemen Sari Roti yang kemudian membuat banyak orang khususnya umat Islam pendukung Aksi Bela Islam (ABI) 3 memboikotnya.
Hanya dalam hitungan hari, penjualan Sari Roti menurun drastis. Beberapa kawan di FB menuliskan kisahnya berkaitan dengan roti yang posisinya di meja makan sudah hampir menggeser si nasi. Salah satu netizen bernama Ririn menuliskan kisahnya membeli roti tawar di abang Sari Roti yang lewat depan rumah.
“Tadi sore Athar minta roti bakar. Stok di rumah lgi abis. Nunggu kang roti, yg lewat abang gerobakan merk sari roti. Terus, beli? Ya beli lah. Eh, abangnya tanya:"ibu masih mau beli sari roti?" Si kang roti nanya bgitu mungkin liat penampilan saya. Saya jawab: "iya mas."
"Alhamdulillah...hari ini tumben bu, masih banyak, biasanya jam segini tinggal setengah. Mungkin pengaruh dr boikot beli sari roti. Pdhl karyawan mah cuma rakyat kecil."
"Mas nya udh punya anak?"
"Udah bu, mau masuk SMP. Ini lagi nyicil uang kegiatan. Makanya sy bingung kalo org udh gak mau beli lagi"
"Insya Allah sy tetap beli mas."
...Bukan hanya roti, tapi tayangan TV islami dan mendidik pun urgent untuk dipunyai. Agar kita tidak melulu dijadikan sasaran pasar tanpa ada upaya untuk mandiri dan besar...
Berikutnya, Ririn memberikan pendapatnya tentang boikot-memboikot ini.
“Saya juga kurang suka sikap pemimpin perusahaan yg menolak utk dikaitkan dgn aksi 212. Tapi saya lebih sedih kalo akan ada banyak org kecil yg akhirnya jd korban aksi boikot ini. *just_my_receh”
Saya sendiri tak perlu diajak memboikot, karena pada dasarnya jarang sekali mengkonsumsi roti merk ini ataupun merk lain. Saya lebih suka jajanan tradisional semacam dadar jagung, kue lapis tepung beras, lemper, koci-koci, tahu isi, dan teman-temannya. Jadi hayuk aja sih ketika ada seruan tidak membeli produk ini. Tetapi...ya ada tetapi yang masih tertinggal. Melihat fakta bahwa ada bapak penjual roti yang mengais rezeki dari terjualnya roti setiap hari, bikin hati terasa miris.
Memang, rezeki itu dari Allah dan sudah diaturNya. Sudah saatnya umat Islam mulai berpikir mengambil alih bidang produksi yang padanya seruan boikot ditujukan. Di beberapa kota sudah ada penjual roti muslim dan itu layak untuk kita bantu keberlangsungannya. Dengan cara apa? Mengkonsumsinya bagi para penyuka roti. Membantu distribusinya pun bisa sambil memanfaatkan peluang dengan hadirnya lahan pekerjaan alternatif.
Bukan hanya roti, tapi tayangan TV islami dan mendidik pun urgent untuk dipunyai. Agar kita tidak melulu dijadikan sasaran pasar tanpa ada upaya untuk mandiri dan besar. Semoga momen ABI 3 yaitu saat menyatunya perasaan dan ukhuwah umat Islam Indonesia, bisa mewujudkan sesuatu yang lebih besar untuk kemaslahatan umat. Semoga juga kondisi kebersamaan yang kompak ini tidak hanya muncul saat ada ‘common enemy’, tapi bisa berlangsung selamanya. Insya Allah. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google