View Full Version
Kamis, 16 Feb 2017

Bendera dan Kesucian Yang Ternoda

Oleh: Yusuf, S.Pd.I, M.Pd. (Dosen STIT Muhammadiyah)

Nurul Fahmi sama sekali tidak menyangka jika bendera yang dibawanya akan mengantarkan dirinya ke tahanan Polres Jakarta Selatan. Nurul Fahmi ditahan karena telah membawa bendera yang ditulisi kalimat tauhid (Republika.co.id).

Nurul Fahmi adalah salah seorang peserta aksi longmarch dari masjid al-azhar ke mabes polri pada 16 januari 2017 bersama puluhan ribu umat Islam yang lain. Saat aksi tersebut Ia membawa bendara merah putih yang bertuliskan kalimat tauhid “La Ilaha IllaLlah Muhammad ar Rasulullah”. Bendera itu juga telah Ia bawa setiap aksi Bela Islam.

Pasca aksi tersebut, Dini hari, pukul 01.00 polisi datang menggerebek rumahnya dan menangkap Fahmi. Dari penuturan sang Ibu, jumlah polisi itu 23 orang dan polisi menangkap anaknya seperti menangkap seorang gembong narkoba.

Menanggapi kasus tersebut, menarik pernyataan anggota DPR F-PKS Al Muzammil Yusuf bahwa berdasarkan UU No. 24/2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan, yang tidak diperbolehkan adalah menodai bendera Indonesia. “apakah kata-kata “La ilaha illallah” termasuk kata-kata kotor? Itu kata-kata suci, syahadat, bukan menodai” tegas Muzammil dalam interupsi yang disampaikannya di sidang paripurna DPR RI pada 24 Januari 2017 (dpr.go.id).

Selain itu, Muzammil juga merasa prihatin karena kasus seperti ini kok cara penangkapannya seperti menangkap teroris atau pengedar Narkoba. Sementara, pada kasus lain seperti pembuatan gambar dan tulisan di tengah bendera merah-putih pada konser Metallica, Band Dream Theatre, Iwan Fals, aksi Kita Indonesia dan aksi Dukung Ahok pelakunya tidak diusut dan ditangkap.

Juga menarik tulisan salah seorang dosen, Bayu T Possuma, dalam unggahan facebooknya, “jika kalimat tauhid ditempel atau dituliskan pada bendera dianggap menghina dan menodai, maka setidaknya ada dua implikasi. Pertama, benderanya dianggap lebih mulia dan kalimat tauhidnya sesuatu yang rendah. Kedua, kalau dianggap kalimat tauhidnya menodai bendera, maka kalimat tauhidnya dianggap sesuatu yang tercela, noda dan hina”. Jika benar salah satu atau dua-dua logika tersebut menjadi alasan penangkapan Nurul Fahmi, jelas ini masuk dalam penistaan agama.

Ada satu lagi pernyataan menarik dari salah seorang teman dalam unggahan facebooknya yang membela pengusutan kasus tersebut, bahwa kalimat tauhid adalah agung, suci dan sakral. Namun, ketika kalimat itu tidak ditempatkan pada tempat semestinya, akan berakibat tidak baik. Contohnya, melantunkan ayat suci saat BAB. Menanggapi pernyataan tersebut, pemilik akun FB yang lain memberi komentar, “... lalu apa yang salah jika kalimat tauhid di bendera merah-putih, anda bilang bukan pada tempatnya, kenapa emang dengan bendera merah putih? Kok bukan tempat semestinya untuk kalimat tauhid?”.

Kita lihat saja nanti kelanjutnya. Kasus yang kontroversi pasti akan mengundang pro dan kontra.

Dibalik itu semua, kalau merujuk pada kehidupan Rasulullah Muhammad Saw dulu, ternyata beliau juga memperkenalkan sebuah bendera. Di dalam Hadist disebutkan, “Rayah (panji) nya Rasulullah Saw berwarna hitam, sedangkan Liwa’ (bendera) nya berwarna putih” (HR. Abu Hurairah ra dan Ibnu ‘Abbas ra) dan “Bendera Rasulullah Saw bertuliskan lafadz La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah” (HR. Abu Hurairah ra dan Ibnu ‘Abbas ra).

Bendera Rasulullah SAW yang paling besar (Liwa’) berwarna putih dan bertuliskan “La ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah” berwarna hitam. Liwaa’ adalah bendera resmi negara di masa Rasulullah SAW dan para Khalifah setelah beliau.

Sedangkan Panji (Rayah) Rasulullah SAW berwarna hitam, dan di dalamnya bertuliskan “La ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah” berwarna putih. Panji ini khusus dimiliki oleh setiap kabilah atau tiap divisi pasukan dan jumlahnya sangat banyak.

Jika mengikuti kehidupan Rasulullah Saw, maka bendera Rasululullah ini adalah bendera umat Islam sedunia. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version