View Full Version
Senin, 20 Feb 2017

Takdir Eropa dan Kekalahan Turki Usmani dalam Sepotong Roti Croissant

Oleh: Raidah Athirah

Siapa menyangka dalam gigitan sepotong roti croissant yang tersohor dengan serpihan renyah nan gurih, tersimpan sejarah pahit kekalahan pasukan Turki Usmani dalam pertempuran di Wina. Kekalahan ini juga menandai tertutupnya pintu ekspansi Islam di jantung Eropa. Beberapa legenda kuliner lahir dari peristiwa ini salah satunya roti croissant. Bahasa Perancis mengenal croissant dengan nama Viennoiserie.

Roti ini tiba di Perancis atas jasa Marie Antoinette yang merupakan putri raja Austria yang menikah dengan Raja Perancis. Ia menjadikan roti Croissant santapan pagi untuk mengingat sejarah bangsanya.

Legenda lain menyebutkan bahwa roti Croissant pertama kali dibuat di Wina sebagai hadiah kepada raja Jan Sobieski atas kemenangannya mengalahkan pasukan Turki Usmani.

Banyak dari kita menyangka bahwa roti yang berbentuk bulan sabit atau disebut croissant ini berasal dari Perancis. Seperti kutipan dari Anthony Bourdain;

"Food is everything we are. It's an extension of nationalist feeling, ethnic feeling, your personal history, your province, your region, your tribe, your grandma. It's inseparable from those from the get-go.”

Perjalanan sejarah tentang roti lezat bernama croissant ini seperti mewakili apa yang diucapkan Bourdain. Tentang rasa kebangsaan, etnik, wilayah, kenangan keluarga serta rahasia sejarah. Seringkali rasa penasaran membuat hati ini menelusuri kisah-kisah sejarah. Dan sampailah pada kisah legenda sepotong roti croissant.

Croissant bukanlah kuliner baru di Eropa. Beberapa negara yang saling bertaut sejarah telah mengenal nama Croissant seperti Kifli di Hungaria yang berarti "memutar seperti bulan sabit, Kipferl di Jerman, di Austria, Bosnia dan juga Serbia mengenal nama кифла / kifla. Di Rusia disebut рогалик / rogalik. Ukraina menyebutnya рогалик / rohalyk. Bulgaria dan Macedonia memiliki nama yang sama кифла / kifla, ro?ok di Slovakia dan orang Polandia menyebut roti ini rogal atau rogalik.

Ketika kita ingin memahami sejarah secara utuh maka kita perlu menyusun balok-balok pengetahuan ini menjadi satu. Dengan sendirinya kita dapati rangkaian-rangkaian peristiwa masa lalu tergambar dengan jelas.

...Siapa menyangka dalam gigitan sepotong roti croissant yang tersohor dengan serpihan renyah nan gurih, tersimpan sejarah pahit kekalahan pasukan Turki Usmani dalam pertempuran di Wina. Kekalahan ini juga menandai tertutupnya pintu ekspansi Islam di jantung Eropa...

Seperti halnya warung-warung kopi yang muncul, roti croissant juga menceritakan tentang perang, kekalahan di pihak lawan, politik, serta pernikahan. Ini yang menjadi perjalanan panjang sejarah sepotong roti croissant.

Polandia di masa lalu merupakan rumah bagi tiga kerajaan yakni Rusia, Prusia (sekarang Jerman) dan Austria. Di masa itu pembuat roti dari Polandia sudah menjamur di Austria. Para pembuat roti terkenal sebagai para pekerja keras yang terbiasa bekerja lebih awal dari kebanyakan penduduk lainnya.

Kebiasaan bangun dan bekerja lebih awal ini menjadi pintu (keberuntungan) para pasukan gabungan dari Prusia dan Polandia yang dipimpin oleh Raja Jan III Sobieski yang mengalahkan ribuan tentara Turki Usmani. Keberkahan waktu fajar mungkin tak dipahami oleh para pembuat roti melainkan telah mendarah daging dalam diri mereka sebagai orang-orang pekerja keras.

Pasukan Turki Usmani saat itu dipimpin oleh Kara Mustafa hampir saja menguasai jantung Eropa. Para sejarawan barat menggambarkan Kara Mustafa sebagai pemimpin perang yang brutal. Pada saat yang sama, sosok ini juga dikagumi karena menjadikan hampir seluruh wilayah Eropa berada dalam kekuasaan Turki Usmani. Inilah zaman yang menandai era penyebaran Islam di jantung Eropa. Sayangnya, kegemilangan Islam ini tidak terlihat dalam peta Eropa hari ini.

***

Para sejarawan barat menggambarkan Perang Wina sebagai 'Perang Takdir ' atas nasib Eropa. Dan takdir Eropa mengikuti sang kurir (pastry) Franciszek Jerzy Kulczycki saat ia berlari meminta bantuan kepada Raja Jan III di Warsawa. Selain sebagai kurir pastry, Kulczycki juga dikenal sebagai seorang ahli bahasa, ( Ia menguasai bahasa Arab, Turki, Jerman, Polandia dan Prancis) mata-mata, diplomat dan juga pahlawan bagi orang Eropa.

Saat itu ia mendengar tapal kuda pasukan Turki Usmani semakin mendekat. Pasukan Turki Usmani saat itu telah mengepung Austria dan melahirkan ketakutan yang amat sangat.

Para sejarawan menggambarkan kepanikan para penduduk yang lari termasuk raja Austria. Kepanikan itu tercermin dari bunyi lonceng gereja yang bersahut-sahutan. Rumah-rumah pun dikosongkan dan para pendeta khidmat memohon pertolongan Tuhan.

...Ini adalah lambang  kekalahan pasukan Turki Usmani dengan pasukannya yang berlapis-lapis. Jadi saat mereka memakan roti tersebut, hal ini mengingatkan mereka akan kekalahan tersebut dan mengejek (saat menyantap croissant)...

Takdir tak berpihak kepada Kara Mustafa. Sang pembuat roti yang lari ke Warsawa menginformasikan tentang kekuatan dan rencana pasukan Turki Usmani yang sedang menggali tunel kepada Raja Polandia.

Austria adalah sekutu Polandia saat itu. Sejarah kekalahan Polandia melawan Turki Usmani menjadikan informasi sang pembuat roti menjadi momentum besar bagi Raja Jan III Sobieski. Sang raja pun mengumpulkan pasukan militer yang merupakan gabungan dari para prajurit Polandia, Prusia, dan Austria untuk berbalik mengepung pasukan Turki Usmani.

Puncak dari pertempuran ini adalah Perang di Wina yang terjadi pada musim dingin di tahun 1683 dengan kekalahan paling pilu yang diingat sejarah terhadap Kekaisaran Turki Usmani. Sang Jendral, Kara Mustafa dihukum mati oleh Sultan Mehmed IV di Belgrade,Serbia atas kekalahan paling pahit dan memalukan bagi Kekaisaran Turki Usmani.

Konon, untuk merayakan kemenangan ini para pembuat roti diberi penghargaan. Mereka diperintahkan membuat roti yang mirip bulan sabit dengan bentuk berlapis-lapis. Ini adalah lambang  kekalahan pasukan Turki Usmani dengan pasukannya yang berlapis-lapis. Jadi saat mereka memakan roti tersebut, hal ini mengingatkan mereka akan kekalahan tersebut dan mengejek ( saat menyantap croissant ):

"Kami telah menggigit pasukan Turki Usmani!"

Orang -orang bergembira dan merayakan dengan menjadikan sepotong roti croissant dalam santapan pagi di seluruh Eropa.

***

Setelah pertempuran berakhir warga Wina menemukan banyak karung kopi di perkemahan Turki yang ditinggalkan. Dengan menggunakan kopi-kopi yang ditinggalkan ini, Sang Kurir Franciszek Jerzy Kulczycki membuka warung kopi ketiga di Eropa. Ini juga menandai era berdirinya warung kopi di Eropa.

Ah! Mengingat sejarah terkadang pahit, meskipun demikian kita perlu memahaminya untuk menggali hikmah yang terserak. (riafariana/voa-islam.com)

Polandia,18 Februari di Musim Dingin 2017

Diolah dari berbagai sumber

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version