Oleh: Farhannudin
Curanmor di Bima Marak, rata-rata pelakunya remaja. Terhitung di hampir kasus, remaja terlibat. Hal ini meresahkan warga. Krisis rasa aman menyelimuti warga pedesaan maupun perkotaan di Bima. Ironisnya, tindak kejahatan ini tidak mengenal waktu dan tempat. Malam, siang dan pagi bisa saja menjadi waktu empuk untuk mereka beraksi. Di pasar, instansi pendidikan, perkantoran, tempat wisata, bahkan di masjid yang notabene tempat ibadah kaum muslim pun menjadi santapan empuk para Curanmor.
Miris rasanya melihat keadaan remaja saat ini. Bagaimana tidak? Kita telah banyak disuguhkan berita mengkhawatirkan mengenai prilaku remaja yang menyimpang dan sudah menjurus pada tindakan kriminal (kejahatan). Hal ini bukan menjadi kasus semata, tetapi sudah menjadi fenomena yang mewabah di negeri ini.
Contoh fakta di atas adalah potret buram dunia remaja saat ini. Belum lagi dengan kasus aborsi dan penyalahgunaan narkoba yang meningkat pesat di kalangan remaja. Jelas hal ini tidak bisa dianggap sebagai fenomena kenakalan remaja biasa. Semua itu layak disebut sebagai tindakan kriminal yang menambah nota hitam keadaan negeri ini.
Jumlah remaja di negeri ini lebih dari 70 juta jiwa atau 13 kali lipat dari jumlah penduduk Singapura. Seharusnya hal ini dapat menjadi potensi besar untuk membangkitkan negeri ini. Namun, jumlah remaja yang besar (kuantitas) tidak diimbangi dengan kulitasnya. Keadaan remaja saat ini tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Dengan mengatasnamakan kebebasan, mereka melakukan semua yang diinginkan tanpa menghiraukan apapun. Jelaslah para remaja saat ini telah terjerumus dalam jebakan yang disiapkan oleh kelompok liberal untuk merusak remaja Muslim negeri ini.
...tidak sepatutnya remaja dipersalahkan atas berbagai tindakan kejahatan mereka. Semua itu berpulang pada orangtua/keluarga, masyarakat dan terutama negara. Selama ini negaralah sebetulnya yang paling abai terhadap persoalan kejahatan remaja ini...
Karena itu, kita harus berani menyebut semua itu sebagai kejahatan remaja atau kriminalitas remaja. Penyebutan kenakalan remaja dikhawatirkan hanya akan menjadikan kita menganggap enteng persoalan remaja yang sebetulnya sudah sangat akut.
Namun demikian, tentu tidak sepatutnya remaja dipersalahkan atas berbagai tindakan kejahatan mereka. Semua itu berpulang pada orangtua/keluarga, masyarakat dan terutama negara. Selama ini negaralah sebetulnya yang paling abai terhadap persoalan kejahatan remaja ini. Bukan hanya abai, negara terkesan memfasilitasi terjadinya berbagai tindakan kejahatan remaja ini.
Satu contoh adalah seks bebas di kalangan remaja. Jelas, pemicunya adalah industri pornografi dan pornoaksi yang terus dibiarkan berkembang di negeri ini tanpa upaya tegas negara untuk memberantasnya. Akibat akses pornografi dan pornoaksi yang begitu mudah, wajar jika para remaja begitu mudah pula melampiaskan hasrat seksualnya. Apalagi seks bebas secara tidak langsung dilegalkan oleh negara. Mengapa? Karena seks bebas tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum dan karena itu pelakunya pun tidak akan kena jerat hukum.
Kelompok liberal sukses dalam mengendalikan remaja untuk berbuat sesuka hati dalam segala aspek kehidupan. Para remaja akhirnya meninggalkan semua yang mengatur mereka, termasuk Islam sebagai agamanya. Kelompok liberal dalam melancarkan strateginya, tentunya mendapatkan dukungan dari sistem sekular di negeri ini, baik berupa undang-undangnya ataupun fasilitas yang diberikan lewat media.
Remaja sejatinya adalah sosok generasi penerus yang menjadi harapan untuk membangkitkan negeri ini. Islam yang Allah SWT turunkan sebagai sebuah way of life seharusnya menjadi standard baik bagi negara, masyarakat maupun individu termasuk remaja dalam berbuat. Karena sungguh sayang apabila potensi remaja yang demikian luar biasa bisa salah jalan dalam jalur kriminalitas. Mereka adalah aset umat yang dengannya insya Allah Islam bisa jaya kembali. Syaratnya hanya satu: ambil Islam dan buang selainnya. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google