View Full Version
Senin, 13 Mar 2017

Malas Bekerja, Haram Hukumnya

Dasar Hukum:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

"Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh karena itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya." (QS. Al-Mulk: 15)

Setiap muslim tidak seharusnya bermalas-malas bekerja untuk mencari rezeki dengan dalih sibuk beribadah atau tawakkal kepada Allah, atau bahkan merasa tidak memiliki kemampuan untuk bekerja. Pada ayat tersebut merupakan mabda' (prinsip) dalam Islam. Bumi ini oleh Allah diserahkan kepada manusia dan dimudahkannya. Justru itu manusia harus memanfaatkan nikmat yang baik ini serta berusaha di seluruh seginya untuk mencari anugerah Allah itu.

Seorang muslim tidak boleh menggantungkan dirinya kepada uluran tangan orang lain melalui meminta-minta, padahal dia masih mampu berusaha untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan keluarga serta tanggungannya. Dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

"Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna." (HR. al-Tirmidzi)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang keras mengemis yang menurunkan harga diri dan karamahnya padahal dia bukan terpaksa harus minta-minta kepada orang lain.

“Orang yang meminta minta akan padahal dia masih mampu untuk bekerja itu hukumnya jelas haram. Sedekah yang diberikan kepada orang tersebut juga tidak akan sampai kepada Allah Subahanahu wa Ta'ala.” Jawab Ustadz Roni Hidayat Lc.MA, dalam satu diskusi.

[Baca: Di Hari Kiamat, Pengemis Datang dengan Muka Tak Berdaging]

Pernyataan tersebut di kuatkan kembali oleh sebuah hadist Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

"Orang yang minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, sama halnya dengan orang yang memungut bara api." (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya)

Ancaman keras yang disampaikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ini demi melindungi harga diri seorang muslim dan tidak menjadi benalu bagi sesamanya.

Namun Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam masih juga memberikan pengecualian karena ada suatu kepentingan yang mendesak. Oleh karena itu barang siapa yang sangat memerlukan untuk meminta-minta atau mohon bantuan dari pemerintah dan juga kepada perorangan, maka waktu itu tidaklah dia berdoa untuk mengajukan permintaan.

Qabishah bin al-Mukhariq berkata:

"Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Nabi untuk meminta-minta, maka jawab Nabi: Tinggallah di sini sehingga ada sedekah datang kepada saya, maka akan saya perintahkan sedekah itu untuk diberikan kepadamu. Lantas ia pun berkata: Hai Qabishah! Sesungguhnya minta-minta itu tidak halal, melainkan bagi salah satu dari tiga orang:

  1. Seorang laki-laki yang menanggung beban yang berat, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat mengatasinya kemudian sesudah itu dia berhenti.
  2. Seorang laki-laki yang ditimpa suatu bahaya yang membinasakan hartanya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard untuk hidup.
  3. Seorang laki-laki yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada tiga dari orang-orang pandai dari kaumnya mengatakan: Sungguh dia itu ditimpa suatu kemiskinan, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard hidup.

Selain itu, meminta-minta hai Qabishah, adalah haram, yang melakukannya berarti makan barang haram." (Riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa'i)

Dalam Konteks Maqoshid syariah sendiri, mencari rezeki menjadi wajib untuk menyediakan kebutuhan hidup. Allah perintahkan kepada laki-laki –khususnya- untuk menafkahi diri dan keluarganya. Perintah ini tegak apabila dia bekerja. Sehingga bekerja menjadi wajib hukumnya.. [PurWD/voa-islam.com]

 

  • Penulis: Waryadi, Mahasiswa STEI SEBI.

latestnews

View Full Version