View Full Version
Selasa, 28 Mar 2017

Awas! Budaya Hedonis Mewabah di Kalangan Pelajar

Oleh: Aruum Rumiatun, S.Pd.

(Guru SMAN 1 Tambakboyo, Tuban Jatim)

Pagi itu seperti hari-hari biasanya, seorang guru dengan penuh semangat menjalankan tugasnya. Di awali kebiasaan bersalam sapa hangat dengan para muridnya di gerbang sekolah. Satu persatu, para murid bersalaman dengan Bapak/Ibu gurunya. Duh, pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Tapi tiba-tiba raut wajah  guru yang tadinya ramah penuh senyum berubah menjadi sedikit kaku tanda melihat sesuatu yang tidak dia sukai dalam diri  muridnya.

Pemandangan yang tak biasa, senyum seorang murid yang manis namun penuh rona dengan balutan warna merah di bibirnya, belum lagi polesan make up yang seyognya tak pantas bertabur di pipi mereka. Inilah pemandangan yang membuat wajah guru itu terlihat tidak senang dan merasa sedih dengan semua itu.

Di lain hari, guru tadi bertemu dengan siswa berseragam lain tapi seusia murid-muridnya di sekolah tempat ia mengajar. Sama, guru itu melihat pemandangan di wajah dan penampilan mereka seperti yang ia temui pada muridnya. Pemandangan yang membuat guru ini sedih. Merasa seakan-akan ilmu yang telah ia berikan selama ini sia-sia. Apa yang salah dengan para  muridnya itu? Di mana wajah lugu yang seharusnya mereka miliki sebagai pelajar?

 

Wabah itu Bernama Hedonisme

Pengertian hedonisme menurut kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Definisi yang hampir sama diungkapkan dalam kamus Collins Gem (1993) yang mengartikan hedonisme sebagai doktrin yang menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup. Paham inilah yang saat ini sedang mewabah di kalangan pelajar. Seperti contoh ilustrasi sebelumnya di atas di mana para pelajar berdandan tak semestinya, lebih mementingkan gaya hidup (fashionable). Contoh lain seperti kebiasaan suka berfoya-foya, menyukai barang-barang branded dan mahal. Dan merasa malu jika ketinggalan zaman.

Belakangan ini pelajar kita telah begitu terjangkiti virus hedonisme. Orientasi pelajar yang seharusnya belajar atau menuntut ilmu dalam keseharian mereka berubah menjadi berorientasi pada mencari kesenangan dan kenikmatan dengan bergaya mewah dan membangun kebiasaan-kebiasaan buruk. Tentu kita tidak lupa dengan skandal para pelajar yang mengadakan pesta seks di beberapa daerah ataupun pesta bikini yang ternyata juga digagas oleh pelajar sekolah menengah Atas.

Abad ini, pelajar kita benar-benar dalam kubangan bahaya nyata. Salah satunya dengan dijadikan hedonisme sebagai orientasi hidup mereka. Para pelajar kehilangan kreativitas dan motivasi belajar karena lebih mengutamakan bersenang-senang. Akhirnya muncul kebiasaan-kebiasaan aneh dikalangan pelajar. Seperti balapan liar hanya untuk sekedar pratice, mengejar untuk memiliki barang-barang mewah meski  kadang harus membuat mereka kehilangan kehormatan diri.  Hal ini tentu mengakibatkan tergerusnya tujuan mulia pendidikan negara ini yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa tapi faktanya moral pelajar kian hari semakin merosot.

Umur pendidikan negara kita sejak masa merdeka sudah lebih dari setengah abad. Tentu sepanjang masa itu bukanlah waktu yang singkat untuk mensukseskan tujuan pendidikan bangsa yang telah dirumuskan sebelumnya. Bergantinya kurikulum merupakan bagian dari upaya pemimpin kita untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, kita melihat semakin hari, bulan dan bergantinya tahun justru para pelajar kita mengalami kemerosotan moral yang kritis. Meskipun, kita tidak menutup mata masih ada para pelajar yang sukses mengukir prestasi bahkan sempat pula mengharumkan nama bangsa. Akan tetapi jumlah mereka pun tak seberapa.

Pendidikan karakter pun telah di include kan ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Kompeten inti tentang spritual pun juga masuk ke dalam setiap mata pelajaran. Akan tetapi seakan semua upaya itu tiada hasilnya. Karena bukan ketinggian karakter dan spiritual yang terlihat pada pelajar kita saat ini, namun justru sebaliknya. Apa yang salah dengan semua ini? Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita ?

 

Hedonisme, Buah Pendidikan Sekuler

Tak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan kita saat ini berasaskan sekuler. Arti kata sekuler sendiri ialah upaya pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga jika kita sandingkan dengan sistem pendidikan, maka akan  menjadikan sebuah pendidikan itu terjauhkan dari agama. Seperti contoh dalam pembelajaran biologi, matematika, ekonomi atau ilmu pengetahuan yang lain sama sekali tidak pernah dikaitkan dengan adanya Rabb semesta alam yang menciptakan semua itu. Hasilnya, tidak terbentuk kesadaran akan hubungan seorang hamba dengan Rabb nya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak merasa diawasi oleh Rabb nya dan akhirnya merasa bebas melakukan segala dinginkan asalkan merasa senang.

Para pelajar kita sudah sekian lama terkonsep berpikir sekuler. Dan biasanya akan memuncak pada usia remaja (SMA) dimana masa ini merupakan masa pencarian jati diri oleh remaja. Mereka mudah terpengaruh sekaligus meniru hal-hal yang baru disekitarnya. Akhirnya dengan pemikiran yang sekuler itu muncullah kenakalan remaja yang sebenarnya layak disebut kejahatan remaja seperti pergaulan bebas, tawuran pelajar, penggunaan narkoba, termasuk kebiasaan bersenang-senang (hedonisme), sikap tidak sopan kepada orang tua, suka membantah dan lain sebagainya.

Pemahaman sekuler tersebut juga didukung oleh sistem informasi yang juga tidak mengandung hawa spiritual. Dalam hal ini media televisi dan internet berpengaruh besar. Karena dua media besar ini secara tidak langsung merupakan bagian sistem pendidikan di masyarakat. Banyak sekali informasi-informasi yang justru membangun pola pikir pelajar menjadi liar seperti tayangan yang mengandung kekerasan dan pornografi.

Inilah yang harus kita sadari bahwa asas sistem pendidikan kitalah yang bathil karena telah menjauhkan aturan Sang Pencipta dalam mendidik putra putri bangsa. Mereka terjauhkan dari wahyu Sang Pencipta sehingga akan membuahkan banyak kesalahan dalam pola pikir dan pola sikapnya. Seperti yang nyatakan oleh Ibnu Khaldun seorang sejarawan dan sosiolog Muslim “ Sejauh mana sebuah masyarakat tenggelam dalam hedonisme, sejauh itulah mereka akan mendekati kehancuran”.

Maka, sudah saatnya kita mencerdaskan pelajar bangsa ini dengan pendidikan berasas aturan Sang Pencipta. Di mana aqidah menjadi dasar dari pendidikan tersebut. Sehingga akan terjadi keseimbangan antara material dan spiritual dan sekaligus membentuk pola pikir dan sikap yang terkontrol. Karena dalam pendidikan berbasis aqidah Islam akan terbentuk kesadaran dalam diri pelajar akan kehadiran Allah SWT yang senantiasa mengawasi dirinya di manapun dan kapan pun berada.

Sungguh fakta pendidikan berbasis aqidah Islam ini telah melahirkan generasi cemerlang sepanjang masa. Kita mengenal Ibnu Sina yang selama berabad-abad lamanya menjadi rujukan ilmu kedokteran dunia, Al khawarizmi penemu angka nol dan pengembang Al Jabar dan trigonometri dalam ilmu matematika, Al Battani seorang ahli astronomi, ulama besar Imam syafi'i, Imam Hambali, Imam Hanafi dan masih banyak nama lain yang berpengaruh sampai abad ini meski mereka telah tutup usia. Dan mereka adalah orang-orang (baca:para pelajar) yang lahir dari pendidikan berbasis aqidah Islam.

Namun, pendidikan berbasis aqidah Islam ini tidak mungkin bisa terlaksana secara sempurna tanpa dukungan lingkungan yang juga berbasis Islam. Itulah sistem Islam yang di dalamnya memuat pendidikan Islam yang insyaAllah dengan ridhoNya akan terlahir generasi-generasi emas penerus bangsa. Inilah tanggung jawab kita bersama- sama. Mari! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version