View Full Version
Jum'at, 21 Apr 2017

Masih Zaman The Hopeless?

Oleh: Siti Humairoh (Mahasiswi STEI SEBI)

Jatuh… bagaikan dalam palung laut yang sangat dalam. Terjatuh dalam keterpurukan  yang tak berujung namun, ternyata itu salah. Rasa bersalah, merasa kacau, merasa tak ada gunanya lagi, semua harapan telah putus, lagi-lagi itu salah. Salah! ya salah karena sesuatu yang terpenting dalam hidup manusia telah dilupakan, yakni ALLAH!

‘Katakanlah, “Wahai hamba-hamba –Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Az-Zumar [39] : 53

Sangatlah jelas bahwa Allah swt, melarang umatnya untuk berputus dari suatu hal. Allah tak akan menguji hambanya sesuai dengan kemampuannya. Allah sangatlah tidak menyukai orang-orang yang berputus asa. Karena rasa keputus-asaan akan mendekatkan diri kita pada ke kafiran dimana rasa itu akan mendorong kita melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh Allah swt, contohnya adalah bunuh diri.

 

Berharap pada Allah Yes, Putus Asa No!

Padahal Allah swt juga menjelaskan dalam kitab suci-Nya bahwa berharaplah hanya kepada Allah swt karena sejatinya pengharapan yang sejati ada pada Allah swt. Imam Syafi’I pun pernah berkata “Ketika hatimu terlalu berharap sesuatu maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya, berharaplah hanya kepada Allah swt.” Maka teruslah berharap kepada Allah swt, karena pengharapan kepada Allah swt, adalah harapan yang hakiki walaupun posisi kamu sudah berada diujung tanduk sekali pun.

Ada sebuah kisah yang bercerita tentang 4 buah lilin. Dimana masing-masing lilin ibarat adalah sebuah harapan-harapan kita. Keempat lilin tersebut dinyalakan secara bersamaan untuk menerangi jalan kita. Namun lilin pertama mulai redup karena jalan yang kita lewati dilalui oleh angin yang bertiup. Begitupun dengan lilin yang kedua, perlahan-lahan cahayanya mulai redup karena angin yang meniup semakin kencang. Dipertengahan jalan pun lilin ketiga mulai meredup dengan sendirinya karena bahan bakarnya telah habis. Tinggal lilin keempat, hanya tersisa lilin keempat yang dapat menuntunmu ke jalan yang terang benderang apabila kamu tak dapat menjaga lilin yang keempat ini maka kamu akan tersesat dalam kegelapan.

Ibarat lilin itu adalah, lilin pertama adalah harapan pertama yakni teman-teman dan orang –orang yang berada disekitar mu, yang dimana kamu menaru sedikit harapan kepada mereka agar pada saat kamu membutuhkan sesuatu kamu dapat mengubungi mereka namun itu salah lambat laun mereka akan meninggalkan dirimu.

Lilin kedua adalah sanak famili, sanak saudara bahkan keluarga kandungmu mereka akan meninggalkan mu, satu persatu harapan yang engkau taru perlahan lahan akan hilang. Lilin yang ketiga adalah dirimu sendiri,  dimana pada saat kamu merasa berada pada titik pada bawah pun kamu akan dapat tersesat oleh dirimu sendiri. Dan lilin yang keempat adalah Allah, dimana saat kamu menaruh semua harapan mu pada Allah swt, harapan itu tidak akan berujung pada rasa kepedihan.

Kamu akan merasakan betapa sayangnya Allah kepada dirimu. Selalu husnuzhan kepada Allah swt. atas apa-apa yang telah diberikan kepadamu. Janganlah kamu berputus asa sekalipun apa yang kamu harapkan tidak terjadi pada dirimu karena Allah lebih mengetahui apa- apa yang terbaik untuk hambanya. Karena apa yang kamu anggap itu baik belum tentu itu adalah baik untuk mu.

“Dan kiranya mereka benar-benar ridha dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Allah dan Rasul-Nya, dan berkata”Cukuplah Allah bagi kami sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya kami orang-orang yang berharap kepada Allah.” (QS.  At-Taubah [9]: 1. Wallahu’alam Bisshowab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version