Oleh: Cahya Naurizza
Larut malam...
Kita nyenyak di peraduan.
Dalam keadaan kenyang menyantap hidangan lezat.
Sebagian besarnya hidangan khas idul adha.
Bahagia memandang pulasnya anak-anak yang lelap dengan wajah puas, lucu, menggemaskan dan tanpa dosa.
Sejuk oleh sepoi-sepoi AC atau sepoi kipas angin.
Nyaman di atas kasur empuk nan nyaman.
Dalam ruang tertutup dan terlindung dari hujan, nyamuk dan binatang buas.
Hangat dalam pelukan pasangan tercinta.
Di sana,
Di perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Ribuan orang duduk berjejalan di tepi sungai.
Duduk di atas rumput, semak dan lumpur.
Berada dalam ketidakpastian.
Dengan tubuh kotor, lengket, letih dan terluka akibat pelarian.
Pun haus yang mencekik tenggorokan dan lapar yang memilin usus.
Ibu-ibu dengan payudara kering dari ASI memeluk bayi-bayi telanjang yang menjerit haus dan lapar hingga suara mereka serak.
Terpisah dari sanak saudara.
Sebagian dari mereka yang sudah terluka akibat pembakaran, cabikan golok dan cangkul juga brondongan peluru meregang nyawa.
Gigitan nyamuk, lipan dan entah apalagi sudah tak lagi dirasa.
Tak pula dapat memejam mata.
Bagaimana bisa?
Dalam ketakutan atas perburuan para iblis.
Dalam segala ketidaknyamanan dan kekhawatiran.
Letih dan lelah jiwa dan raga.
Belum lagi saat hujan turun. Gemerutuk gigi dan gigil tubuh menyempurnakan penderitaan.
Namun, hidup harus tetap berlanjut, bukan?
Berlari...
Entah kemana...
Tak kurang puluhan yang mati tenggelam dalam pelarian.
Tapi... Bukankah muslim tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah?
Maka itu mereka tetap berlari, menyelamatkan diri.
Meski entah kemana.
Mereka terusir dari negeri sendiri.
Tak diinginkan di negeri tetangga.
Tapi mereka punya Allah...
Biarkan langkah kaki itu menjadi tapak-tapak pahala dalam menyesapi kesabaran perjuangan.
Biar Allah yang memberi pertolongan.
Mereka yakin masih punya Allah.
Larut malam.
Sebelum tidur, panjatkan doa untuk mereka.
Rasakan penderitaan mereka.
Niscaya, ranjangmu tak akan terasa nyaman lagi.
Tapi, tetap tidurlah.
Agar tubuhmu segar.
Kau punya ladang jihadmu sendiri.
Hanya saja, jangan lupakan mereka.
Jika bukan Kau, saudara muslim, siapa lagi yang akan peduli?
(riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google