View Full Version
Senin, 27 Nov 2017

Pahlawan yang Hilang

HAI sobat belia! Tanggal 10 Novemberlalu,kita baru aja menyambut hari Pahlawan. Btw, apa yang terbersit di benak kamu kalo kamu mendengar kata pahlawan alias hero? Apa pahlawan itu semacam super hero di komik-komik fiksi zaman now kayak Spiderman, Superman en temen-temennya? Atau pahlawan itu kayak Jendral Ahmad Yani-kah? Teuku Umar? Pangeran Diponegoro, or Cut Nyak Dien? Kalian sadar gak guys, kalo ternyata, ada loh pahlawan yang posisinya dekat dengan kita en ketemu sama kita hampir tiap hari? Masih belum ngeuh juga siapa mereka? Petikan teks lagu berikut ini barangkali bisa bantu kamu jawab pertanyaan belia di atas:

Terpujilah, wahai engkau Ibu Bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

Sbagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa

Right guys! Guru kita! Bahkan guys, seperti kata lagu di atas.. beliau dikenal dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa”. Itu terjadi karena pengorbanan beliau para guru itu emang gak pernah ngarepin tanda penghargaan walopun jasa mereka itu besar buat kita.What?? Kalian gak nyadar kalo guru kita berjasa banget? Yuk kita coba buka mata dan hati kita...

Bapak dan Ibu guru kita ini, adalah sosok yang berjasa besar dalam mencerdaskan anak negeri ini. Karena jasa guru, kita jadi cerdas pikiran dan juga cerdas di hati. Pemimpin-pemimpin negeri, para tokoh negeri, pelaksana pembangunan di negeri ini, juga Ibu dan Bapak kita guys, adalah orang-orang yang pastinya pernah mendapat sentuhan dari guru. So, gak heran kan guys, kalo profesi guru dianggap sebagai salah satu profesi mulia.

Masalahnya Guys, gak jarang ada diantara kita yang gak menyadari jasa guru kita saat ini. Bahkan ada juga pelajar yang malah memendam rasa gak suka, kesal, bahkan benci terhadap beliau-beliau ini. Menganggap para guru itu galak lah, cerewet lah, suka ngasih tugas banyak lah, demen ngehukum lah, killer lah, de-el-el... Kok bisa begitu ya? Bisa ajaa... Bisa jadi guys,diantara teman pelajar kita punya anggapan negatif sama para guru, karenajasa guru bisa jadi belum dirasakan olehnya pada saat masih menuntut ilmu di bangku sekolah. Jasa guru bisa jadi baru bakal dirasakan di kemudian hari.

Padahal, jika kita sebagai muridnya menyadari peran besar guru kita dalam menghantarkan kesuksesan di kehidupan kita di kemudian hari, niscaya bakalan jarang banget siswa yang membandel pada guru dan gak akan ada siswa yang malas dan bolos belajar. Sebaliknya, kita bakalan hormat dan patuh pada guru,menghargai guru di sekolah, senang belajar dengan giat dan  tekun sehingga dapat meraih prestasi belajar yang memuaskan, menggapai cita-cita danmenjadi orang yang berguna bagi orang tua, tanah air serta agama.

 

Guruku, Riwayatmu Kini

Well Guys, besarnya peran guru tampaknya emang belum disadari penuh oleh kita atau masyarakat kita. Selain itu, besarnya jasa guru pun belum sepadan dengan penghargaan terhadap mereka. Pemerintah mengakui pentingnya peran guru dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah juga sudah berupaya meningkatkan taraf kehidupan para guru dengan menaikkan gaji guru dengan adanya sertifikasi dan bonus.

Hanya saja para guru harus menempuh jalan panjang menuju sertifikasi dan pencairan dananya.Sampai ada yang menggambarkan kebijakan pemerintah inikebijakan setengah hati, “Ingin memberi tapi enggan”. Beda lagi ceritanya kalo guru kita masih berstatus guru honorer. Pada bulan Mei 2017 yang lalu aja,ada sekitar 5000 orang guru honorer di Kabupaten Tangerang belum nerima insentif selama 5 bulan (hiks..). Padahal mereka juga harus memenuhi kebutuhan hidup mereka keleus, ga cuman ngajar aja…(heran deh).

Ada lagi fakta miris yang dihadapi para guru zaman now: ancaman dipidanakan. Belakangan ini ada guru yang dipidanakan gara-gara mencubit siswanya. Siswa itu dicubit, karena pada saat kegiatan shalat berjamaah, dia malah nongkrong di tepi sungai.Orangtuanya melapor ke polisi atas dugaan penganiayaan.Walaupun mendidik pelajar selayaknya dilakukan tanpa kekerasan, namun niat guru mendisiplinkan murid saat ini malah menjadikan sang guru sebagai pihak yang dituduh menganiaya.

Dengan gambaran di atas, bisa kita simpulkan kalo profesi guru itu sedang mengalami “krisis apresiasi”. Di satu sisi beliau disebut sebagai pahlawan, tapi di sisi lain, penghargaan terhadap beliau belum seperti yang diharapkan. Kok bisa ya? Bisa aja guys..

Ada banyak banget faktor yang membuat penghargaan terhadap para guru kita jadi menyedihkan. Pertama, tidak sinkronnya tujuan sistem pendidikan negeri ini dengan fakta pembelajaran di kelas. Kalo kita membaca Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disana diterangkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,... (keren kan guys...).

Naah, untuk menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia itu, gak mungkin banget dilakukan jika pelajaran agama disekolah hanya mendapat sekitar 2 jam-an dalam 1 minggu (SAJA). Apalagi nilai-nilai agama kini dipisahkan dalam bidang-bidang ilmu yang dipelajari. Akibatnya antara tujuan sistem pendidikan nasional dengan output yang dihasilkan dari dunia pendidikan itu sendir jadi jauh panggang dari api. Bisa jadi berhasil mencetakanak didik yang pinter secara ilmu, tapi rusak secara karakter. Itulah akibat dari metode pengajaran  yang hanya membuat siswa menerima pelajaran dan ilmu pengetahuan, tapi tidak mendapatkanpembentukan pola pikir dan pola sikapyang Islami.

Hal kedua yang membuat perilaku sebagian teman kita rada gimanaaa gitu kepada gurunya adalah adanya serangan pemikiran barat dan kemudahan aksespemikiran baratdi kalangan pelajar. Dengan dalih hak asasi manusia a.k. HAM,jadilah para pelajar bertindak bebas:bebas beragama (atau tidak), bebas berpikir, bebas bertingkah laku, dan juga bebas memiliki apapun (walaupun sebenernya dia gak perlu bahkan berbahaya buat diri seperti narkoba). Serangan pemikiran barat ini pastinya membuat tugas para guru kita pun jadinya tambah berat...sudahlah waktu belajar agama minimalis, ditambah diserang pemikiran serba bebas.. , tambah beratlah mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti di Undang-undang di atas.

Mungkin diantara kalian ada yang melihat kalo secara fakta emang bener ada penurunan kualitas para guru kita. Well guys, kalopun hal ini terjadi, kita gak bisa serta merta langsung menyalahkan para guru kita. Masalahnya, kehidupan di dalam sistem kapitalis-sekuleris saat ini—yang menjadikan materi di atas segalanya dan memisahkan peran agama dalamkehidupan—emang kondusif banget membuatidealisme seorang guru sedikit demi sedikit mulai tergerus.

Ketika kebutuhan hidup makin meningkat, dan masalah hidup semakin menggunung, ditambah penghargaan dari masyarakat dan pemerintah yang belum memadai, jadilahpara gurumemutar otak mencari pekerjaan sampingan lain untuk menambah pendapatannya sehingga kurang fokus dalam mengajar.Dan yang tambah bikin sedih, ketika guru gak optimal mengajar karena tuntutan kebutuhan dan akibat sistem yang rusak, yang disalahin tetap gurunya lagi. Ga profesional lah, ga ahli lah, lalai lah dll dll. Alhasil, guru kembali diremehkan sama siswa-siswanya. Duuh.. Malang nian nasibmu, pahlawanku.

 

Guruku... You are My Hero!

Gemes dan sedih banget ya, baca kondisi guru zaman now. Harusnya guru jadi pahlawan, faktanya banyak diremehkan. Yuk ah, kita kembalikan posisi guru kita di posisi yang mulia. Di mana bisa kita dapatkan gambaran ideal tentang para guru? Dalam sistem kehidupan yang diatur dengan Islam tentunya! Emang ada aturan kek gitu dalam Islam? Ya ada laah... Mungkin kalian gak kebayang ya Guys, kalo Islam mengatur sampe ke urusan pendidikan. Islam itu Guys, adalah jalan hidup yang emang punya paket lengkap aturan hidup, termasuk urusan pendidikan.

Makanya bisa hadir sosok guru ideal di masa kejayaan Islam. Diantara guru ideal itu adalah Syeikh Aaq Syamsuddin dan  Muhammad Ismail al-Qurani, guru Muhammad al Fatih. Muhammad Al Fatih yang semula manja, karena terbiasa hidup dalam kemewahan (beliau anak Khalifah ke-6), dengan keoptimalan dan kesungguhan beliau berdua berhasil mendidik Muhammad al-Fatih hafal al-Quran 30 juz, menguasai ilmu hadits, memahami ilmu fikih, matematika, ilmu falak, strategi perang, dan menguasai enam bahasa. Beliau berdua senantiasa an mendoakan kebaikan bagi muridnya, mengajar dengan penuh keikhlasan dan jiwa yang bersih, memiliki kewibawaan dan terus memberikan motivasi bahkan pendampingan.. Luar biasa banget ya, guys!Tentang kedua gurunya ini Muhammad al-Fatih berkata, “Penghormatanku kepada Syeikh mulia ini tanpa aku sadari. Aku bisa menjadi emosional di hadapannya. Aku bergetar di hadapannya. Adapun para syeikh yang lain ketika mereka datang menghadapku, justru mereka yang bergetar di hadapanku.”

Kualitas guru yang optimal didukung dengan penghormatan dan penghargaan pemerintah kepada mereka. Pada masa Umar bin Khaththab ra., menjadi khalifah, beliau pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulan (1 dinar = 4,25 gr emas). Amazing!!

 

Guru Hebat lahir dari Sistem Islam yang Kuat

Para guru handal dan heroik seperti di atas, niscaya akan banyak hadir dan bermunculan dalam sistem pendidikan Islam. Dukungan sistemik ala Islam secara menyeluruh akan serta mewujudkan hal itu. Penasaran kek gimana sistem pendidikan ala Islam?

Hal pertama yang penting diperhatikan adalah prinsip kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan yang didasarkan pada aqidah Islam. Dengan pondasi yang kuat ini, nantinya diharapkan akan terbentuk sumber daya manusia yang punya pola pikir en pola sikap yang Islami. Jadi, smart dan sholih dalam satu paket lengkap. Hal kedua, pendidikan harus diarahkan pada mengembangkan keimanan. Jadi, semakin cerdas seorang pelajar, bakal semakin baik amal sholihnya, sekaligus akan semakin manfaat ilmunya. Fokusnya ke arah kualitas pendidikan ya guys...

Hal ketiga yang penting banget kita ketahui dalam sistem pendidikan Islam adalah, bahwa pendidikan Islam ditujukan untuk membangkitkan dan mengarahkan segala potensi yang baik yang ada pada diri manusia, selaras dengan fitrah manusia, dan meminimalisir aspek buruknya. Jadi, bakalan jarang banget ditemuin orang pinter tapi keblinger di dalam sistem pendidikan Islam. Not least, dan ini berkaitan dengan pahlawan kita, para guru, adalah adanya keteladanan. Of course kalo para guru menghendaki para pelajar yang diasuhnya terdidik dengan baik, maka beliau pun perlu memberikan contoh perilaku yang layak digugu dan ditiru. Dan sentral keteladanan para guru dalam Islam tentunya adalah uswah hasanah kita, Rasulullaah SAW.

Dari sana, akan dikembangkan strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan. Dari segi tujuannya, ilmu dikuasai manusia dalam rangka mengenal Allah SWT sebagai Al Khaliq, mengamati, mengagungkan dan mensyukuri segala nikmatNya. Pengembangan terhadap ilmu tetap dalam kerangka hukum Allah, dan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah SWT sehingga tidak boleh menimbulkan kerusakan.

Nah, dengan landasan di atas, berdirilah institusi-institusi pendidikan berdasarkan Islam seperti Nizamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Mesir, al-Qarawiyyin di Fez di Moroko, dan Sankore di Timbuktu, Mali, Afrika. Kesemua lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Dari beberapa lembaga itu, telah berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi, dan al-Ferdowsi.

Philip K Hitti dalam Sejarah Bangsa Arab menulis, Madrasah Nizamiyah merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan kemudahan belajar yang memadai bagi para penuntut ilmu. Madrasah Nizamiyah menerapkan sistem yang hampir menyerupai sistem pendidikan yang dikenal pada saat ini. Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem seperti sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan para siswa, kenaikan tingkat pengajian (study level), serta ujian akhir kelulusan.Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki pengurusan tersendiri dalam pengelolaan dana, bahkan mempunyai kemudahan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku laboratorium. Bidang yang diajarkan meliputi disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, feqah, kalam, dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematik, kedoktoran, dan lainnya). Kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya.

Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang terkenal agak modern adalah Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Universitas ini dijadikan sebagai institusi pendidikan pada akhir ke-10 M oleh Jenderal Jauhar al-Sigli, seorang panglima perang dari Daulah Bani Fatimiyyah pada 972 M. Sebutan al-Azhar merujuk pada nama puteri Rasulullah SAW, Fatimah az-Zahra.Universitas ini terhubung dengan masjid al-Azhar. Masjid al-Azhar didirikan pada 969 M. Sementara itu, Universitas ini baru mulai dibuka pada bulan Ramadhan atau Oktober 975 M, ketika Ketua Mahkamah Agung, Abdul Hasan Ali bin al-Nu’man, mulai mengajar jurisprudens (kajian tentang prinsip undang-undang) yang diambil dari buku Al-Iktishar.Al-Azhar dikenalsebagai institusi pendidikan yang menerapkan sistem pengajian modern. Dalam kurikulumnya, terdapat berbagai subjek disiplin ilmu seperti ilmu agama, hukum Islam, tata bahasa Arab, filsafat, dan logika. Kemudian, ia terus berkembang dan mulai mengajarkan berbagai bidang ilmu pengetahuan modern dan sains. Sejak pusat kebudayaan dan pengetahuan Islam di Kota Baghdad dan Andalusia hancur setelah masuknya bangsa Monggol. Universitas Al-Azhar menjadi satu-satunya tempat tujuan para sarjana di seluruh penjuru dunia yang ingin mempelajari Islam dan bahasa Arab.

Untuk menampung peran tersebut, sejak awal keberadaannya, Universitas ini telah dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium.Keberadaan Universitas Al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan Islam terbesar dan moden, juga mendapat pengakuan dari Napoleon Bonaparte. Semasa ia mengasingkan diri di Pulau Saint Helena, Napoleon menulis sebuah catatan harian yang isinya mengungkapkan rasa kagumnya terhadap Universitas Al-Azhar pada saat tentaranya melakukan penyerangan ke Mesir.Dalam catatan hariannya, ia menyebut bahwa Al-Azhar merupakan tandingan Universiti Sorbonne di Paris. Sorbonne merupakan Universitas tertua di Perancis. Kemudian, pada masa Pemerintahan utsmaniyyah, Al-Azhar tumbuh menjadi sebuah institusi pendidikan yang mandiri karena sumber pendanaan berasal dari dana wakaf.

The conclusion is, hanya sistem pendidikan yang dilandasi dengan Islam dan dalam sistem kehidupan yang Islami aja guys, para guru kita bakalan dapat penghargaan dan kemuliaan, juga bisa fokus mencetak generasi cemerlang ala Islam tanpa terbebani beban kehidupan. Dan hanya dengan sistem pendidikan yang berdasarkan Islam jua lah bakalan bisa didapatkan kualitas dan sarana prasaran pendidikan terbaik, yang darinya akan didapatkan hasil lulusan yang komplit:  cerdas, shalih, pemberani sekaligus tawadhu.*

 

Ummu Yaseer

Bandung, Jawa Barat

 


latestnews

View Full Version