Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
“Kakanakan wayahini asa hudah lain banar lawan kakanakan nang bahari.” (Anak-anak saat ini rasa sudah sangat berbeda dengan anak-anak yang zaman dulu).
Ibu-ibu janganlah heran. Kalau dulu, waktu kecil makanan paling jajanan pasar. Kalau sekarang, makanan yang aneh-aneh. Ada Lem, silica gellsampai serbuk lada. Untuk apa? Untuk dijadikan seru-seruan bersama teman.
Gaya pun harus selaluup date. Food, Fun, Fashion menjadi acuan. Begitulah cerita anak-anak zaman kini. Karena sudah “Zaman Now.”
Menjadi remaja “Zaman Now” harus banyak pengorbanan. Korban hati dan perasaan, hartabahkannyawa. Susah menolak kalau diajak teman, nanti takut dijauhi. Takut tidakmempunya temanlagi. Takut dikeluarkandari lingkaran kekinian.
Boleh-boleh saja mengikuti perkembangan zaman. Namun, jangan sampai kebablasan. Harus punya pendirian. Toh, semua kesenangan itu juga tidak memberikan ketenangan. Buktinya, banyak remaja yang galau.
Dari keluhan para orang tua, remaja sekarang sulit diajak ngobrol oleh orang tua. Keras kepala, suka melawan. Malas kalau diajak jalan orang tuanya. Lebih suka curhat kepada teman.
Terus kata para guru, bagaimana Remaja “Zaman Now”? Jawabannya, “Asa ngalih banar ditagur, sasain kada tapi paasian.” (Rasanya sulit dinasihati, semakin tidak menurut).
Terasa susah melakukan pendidikan (ta'dib). Budaya sopan santun mulai tergerus. Tidak lagi hormat dengan orang tua ataupun guru. Bila si anak merasa keberatan, berujung pada pelaporan, maka siap-siap masuk tahanan.
Siapakah yang disalahkan? Rasanya, kurang bijak juga menyalahkan anak remaja kita. Bisa dibilang, mereka sebenarnya hanyalah korban. Korban keadaan dan lingkungan yang berkaitan, tersistem.
Seseorang sejatinya dibentuk oleh habit, yaitu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Habit baik, terbentuk dari pembiasaan hal-hal baik. Mulai dari dirinya, teman, juga pengaruh lingkungan. Demikian sebaliknya.
Ketika lingkungan membentuk habit tidak taat. Maka wajar, semua terbiasa melakukan perbuatan yang tidak baik (maksiat). Misalnya, bolos sekolah, tawuran, mengonsumsi narkoba dan obat-obatan terlarang. Awalnya, dianggap wajar saja karena ada yang melakukan. Maka terbentuklah habit maksiat.
Para remaja “Zaman Now” tengah menjadi korban karena habit tatanan sosial yang rusak akibat masuknya sekuler-kapitalisme. Yaitu, adanya serangan pemikiran asing yang menjauhkan nilai ketakwaan saat berkehidupan pada diri remaja. Pemahaman inilah yang membut remaja terjerumus. Mengejar kebebasan semu dan kenikmatan sesaat.
Ali bin Abi Thalib ra pernah berpesan: “Didiklah (persiapkanlah) anak-anakmu atas hal yang berbeda dengan keadaanmu (sekarang) karena mereka adalah makhluk yang hidup untuk satu zaman yang bukan zamanmu (sekarang)”
Didiklah anak sesuai dengan zaman. Maksudnya, adalah mempersiapkan para pemuda untuk menghadapi masa depan dengan tantangan yang makin besar. Sehingga mampu menghadapi tantangan dan memberikan kontribusi kreatif bagi umat. Kita semua menggantungkan kemajuan bangsa di pundak mereka.
Lantas, adakah cara untuk memperbaiki keadaan? Insya Allah, selalu ada jalan. Pertama, kita lihat kembali pola pendidikan. Lihat pendidikan orang tua di rumah. Lihat bagaimana pendidikan di sekolah. Lihat bagaimana pendidikan dari lingkungan masyarakat. Yang pastinya, muhasabah dan refleksi diri bersama terlebih dahulu.
Orang tua harus berupaya mendidik anak dengan habit yang baik. Habit taat. Kebanyakan remaja bermasalah berasal dari kehilangan sosok panutan. Kehilangan kedekatan dengan ayah. Karena ayah jarang di rumah, hanya tahunya bekerja memberikan uang nafkah. Kehilangan sosok ibu. Ada ibu yang bekerja di luar rumah. Atau ibu yang tidak kemana-mana, tapi sibuk bersosialita. Gara-gara gadget dan sosmed anak-anak terabaikan. Padahal, sangat penting kedua orang tua untuk mendidik dan membentukhabit yang taat pada anak.
Kemudian, lingkungan harus membentuk habit yang baik pula. Habit taat. Sehingga setiap individu atau orang yang ada di lingkungan tersebut malu untuk berbuat maksiat atau tindakan jahat. Lingkungan membudayakan "amar makruf nahi munkar.” Menyuruh pada kebaikan dan mencegah dari keburukan.
Terakhir, peranan negara. Negara mengemban misi dakwah, seperti dicontohkan Rasulullah saw.Agar sistem Islambisa membawa berkah ke tengah kehidupan harus diterapkan secara kaffah, keseluruhan. Maka, menjadi tugas utama negara untuk membentuk habit takwa rakyatnya dengan melaksanakan tata aturan kehidupan bernegara yang bertakwa, berlandaskan syariah.
Rasulullah saw bersabda: "Para Sahabatku bagaikan bintang. Kepada siapapun di antara mereka kalian ikut, pasti kalian akan mendapat petunjuk." (HR. ad-Daruquthi dan al-Khathib).
Sebut saja, Sahabat seperti Ali bin Abi Thalib ra, Ibnu Masud, Mus’ab bin Umair dll. Mereka begitu cemerlang sepanjang zaman walaupun masih usia belasan. Hal itu karena mereka memegang teguh syariah. Mereka memiliki habit taat. Mestinya, kalau remaja kita juga mau hebat seperti mereka, maka contoh saja para Sahabat Rasulullah saw tersebut.
Jadi, benarkah remaja “Zaman Now” tidak bisa menjadi baik? Bisa karena biasa. Asal punya habit yang baik, habit taat. Remaja harus sadar, mereka punya peran besarberkarya bagi bangsa dan negara. Remaja harus menyadari pula bahwa berprestasi bukan sekadar nilai akademik yang tinggi. Prestasi hakiki adalah ketika berhasil berprestasi untuk menggapai ridha Ilahi.
Oleh karena itu, semua pihak harus terus bersemangat dalam membina dan membimbing remaja dengan takwa. Dan pengusa pun harus mendukung. Karena sudah menjadi kewajiban negara untuk mengurusi dan melindungi generasi. Kalau remaja saat ini rusak, siapa lagi yang melanjutkan pembangunan negeri di masa nanti? [syahid/voa-islam.com]
*) Pemerhati Remaja, anggota "Muslimah Banua Menulis", Tinggal di Hulu Sungai Selatan, KalSel