Oleh: Aruum Rumiatun, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja)
Penasaran, ini yang dirasakan penulis beberapa hari saat di beranda facebook nya viral kata-kata “Dilan”. Siapa Dilan ini ? Sejenis namakah atau sebuah istilah?
Akhirnya, mau tidak mau penulis harus search di google tentang Dilan. Dan muncullah banyak informasi tentangnya, Mulai dari begitu romantis kata-katanya dan lain sebagainya. Sedikit penulis kutip penggalan kata Dilan yang sangat viral di media sosial katanya“ Jangan Rindu. Berat. Kamu nggak kuat, Biar aku saja”. Membaca kalimat ini, benar-benar membuat pembaca baper. Penulispun semakin geregetan ingin mengetahui tentang Dilan sebenarnya.
Dilan adalah seorang pemain dalam film Dilan yang ceritanya diangkat dari novel Dilan cinta 1990 an. Novel yang ditulis oleh Pidi Baiq ini mengangkat kisah percintaan anak remaja SMA dengan segala melankolisnya. Terang saja, remaja Indonesia menyambut hangat hadirnya film tersebut. Pasalnya alur cerita film ini sesuai dengan kehidupan mereka. Baru empat hari tayang dibioskop,penonton sudah menembus satu juta, bahkan dari sekian itu masih banyak yang belum kebagian tiket.
Dilan, hanya mewakili sosok gambaran pemuda yang tergerus oleh zaman. Pemuda yang hanya berfokus masalah perasaan dan percintaan. Pemuda yang terpesona dengan gemerlapnya kebebasan zaman. Dalam film Dilan, digambarkan perasaan cinta seseorang dengan yang dicintainya dengan sangat. Dia mencintai dengan caranya sendiri. Dan pada bagian inilah penonton atau pembaca khususnya remaja merasa dilambungkan perasaannya.
Mereka diajak berpikir begitulah seharusnya cinta yang tulus serta cara mencintai seseorang, yakni dengan caranya sendiri. Mirisnya, inilah yang kita lihat dilingkungan pergaulan remaja saat ini. Sebagian besar para remaja saat ini mencintai seseorang yang cintainya dengan caranya sendiri tanpa peduli samping kanan kiri (baca:aturan yang benar).
Film Dilan mengusung ide kebebasan pergaulan. Ini jelas nampak pada alur cerita percintaan Dilan, geng motor, serta karakter masing-masing dalam pelaku film Dilan tersebut. Kisah cinta yang disuguhkan Dilan menabrak norma yang benar (agama), di mana seharusnya seseorang tidak boleh menyalurkan rasa cinta yang dimiliki sebelum menjadi pasangan yang halal. Namun dalam film Dilan, aturan ini tidak berlaku.
Belum lagi kebiasaan perkumpulan geng motor turut menunjukkan buruknya pergaulan anak usia remaja yang hanya menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dengan membentuk perkumpulan tanpa tujuan yang jelas. Memang benar, sosok Dilan juga diigambarkan sebagai seorang yang pintar, tapi jangan lupa ini hanya sebuah ilusi pemanis dalam cerita. Faktanya, kebebasan pergaulan yang mendominasi alur cerita tersebut.
Sesungguhnya rasa cinta terhadapa seseorang bukanlah hal yang dilarang. Namun bukan berarti disalurkan menurut aturannya sendiri (baca: hawa nafsu). Rasa cinta ini harus diatur dengan aturan yang benar, yakni aturan dari Sang Pencipta alam agar tidak menimbulkan kerusakan. Maka sudah selayaknya, untuk Dilan atau para Dilan’s lover menyadarai hal tersebut.
Bahwa cinta yang mereka miliki terlalu suci untuk dikotori. Masa muda yang mereka miliki terlalu berharga jika hanya dihabiskan untuk bersenang-senang. Jika Dilan mengatakan “Jangan rindu. Berat. Kamu nggak kuat. Aku saja.” Maka katakan “Jangan rindu. Dosa. Kamu nggak akan kuat. Pikirkan Allah saja.” Itulah cinta yang benar.
Terakhir, kalian para pemuda adalah harapan bangsa. Ditangan kalianlah masa depan bangsa ini diharapkan menuju ke arah yang lebih baik. Maka, tugas kalian para pemuda bukanlah bermain-main dengan perasaan saja, tetapi ada hal yang lebih utama, yakni bermain-main (baca: mencari) dengan ilmu.
Contohlah para pemuda dahulu yang telah mengharumkan namanya dengan karya, ada Muhammad Al-Fatih yang bersuia 21 tahun telah menaklukkan Konstantinopel, kota yang layak menjadi ibu kota dunia kala itu, ada Sa’ad bin Zaid ra. seorang pemuda yang berusia 18 tahun ketika diangkat menjadi panglima perang oleh Rasulullah SAW, dan melalui tangan Sa’ad inilah peperangan mendapat kemenangan.
Bahkan dalam hadist disebutkan bahwa pemuda adalah salah satu golongan yang mendapatkan naungan Allah di padang Mahsyar pada saat tidak ada naungan lain selain naungan Allah, yakni pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya(HR. Al-Bukhari).
Maka Untuk kalian para pemuda, Ilmu lah yang harus kalian cintai dan cari seperti ungkapan Imam besar, Imam As-Syafi’i “ Hakikat Pemuda adalah dengan Ilmu dan taqwa. Jika ilmu dan ketaqwaan tidak ada dalam dirinya maka sama dengan tidak ada keberadaanya .” [syahid/voa-islam.com]