Sahabat VOA-Islam...
Suatu ketika, saya mengisi sebuah kajian keputrian di salah satu SMP Negeri di daerah Jakarta Timur. Materi yang disampaikan siang itu berjudul “Orang Tuaku Pahlawan Dunia Akhirat”.
Materi yang telah dibuat oleh “salah satu tim kreatif”, diawal-awal diserahkan pada saya membuat saya harus tercekat beberapa kali karena mengaduk-aduk emosi.
Hingga sampai lah pada hari H dimana materi tersebut harus saya sampaikan. Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah materi yang saya harapkan mampu meningkatkan kecintaan para remaja ini kepada orang tuanya.
Dari durasi 1 jam yang diberikan, materi hampir setengah jam saya selesaikan. Hanya tinggal beberapa menit untuk memutar video. Dan saya lihat, dari beberapa kali saya lemparkan pertanyaan, tidak tergambar dalam wajah-wajah mereka rasa mencintai orang tuanya.
Bahkan, ada yang menjawab bahwa ia tidak pernah berbuat salah pada orang tuanya. Atau, sebagian gengsi untuk meminta maaf, mengucapkan terima kasih atau mengatakan sayang pada orang tua mereka. Jika mereka harus melakukan perbuatan-perbuatab itu, mereka akan lakukan ketika dewasa atau akan menikah. MIRIS!
Saya cukup kaget dengan reaksi mereka, padahal gambaran-gambaran tentang anak berbakti dan durhaka sudah jelas saya sampaikan. Maka, di sisa waktu setengah jam, mulai lah saya berbicara mengenai peristiwa yang hingga saat ini mampu mebuat saya menangis. Saya katakan bahwa, saya tidak terlalu suka menyampaikan materi ini. Dari awal saya berusaha mengontrol intonasi suara saya juga emosi saya. Materi ini mengingatkan bahwa saya masih sangat kurang berbakti kepada orang tua saya.
Dan akhirnya saya ceritakan bagaimana perasaan saya sebagai seorang anak yang belum lama papa saya meninggal dunia. Emosi yang sejak awal sudah susah payah saya bangun harus rontok karena dihadapan saya ada benteng2 keegoan seorang anak. Tak sanggup saya menahan air mata melihat sikap mereka terhadap ibu dan bapaknya. Lalu, saya ceritakan bagaimana perjuangan saya mengurus papa saya ketika sakit. Bahkan rasa jijik pun sudah hilang dari diri saya ketika mengurusi beliau.
Saya hanya berharap, bahwa di akhirat nanti, tubuh saya yang lelah karena mengurusi papa saya akan bersaksi di hadapan Allah bahwa saya telah berusaha berbakti pada beliau. Saya katakan pada mereka, bagaimana kerasnya perjuangan papa saya dan juga orang tua mereka dalam mencari nafkah. Saya jelaskan bagaimana ibu-ibu mereka harus berletih-letih memberi yang terbaik untuk mereka. Benteng-benteng ego dihadapan saya, seketika itu runtuh berganti derai air mata mereka.
Jika Allah masih mencukupkan waktu kalian bersama kedua orang tua, datang dan katakan terima kasih atas pengorbanan mereka untuk kalian. Datang dan katakan maaf karena belum cukup berbakti. Datang dan katakan bahwa kalian mencintai mereka.
Tugas saya dan teman2 hanya menyampaikan, saya berharap wajah2 remaja dihadapan saya yang telah dihiasi air mata mampu merubah kerasnya hati sehingga memacu mereka untuk bersegera taat pada orang tua mereka. Untuk bersegera memuliakan orang tua mereka. Untuk bersegera taat pada Allah dan RposulNya sehingga menyelamatkan orang tua di hadapan Allah nanti.
Pahala itu bernama birrul walidain, berbakti pada orang tua. Andai waktu mu bersama mereka masih ada, ambillah! Berbakti lah! [syahid/voa-islam.com]