View Full Version
Selasa, 22 May 2018

Lagu 'Adakah Kau Lupa' dan Kunci Kejayaan

Oleh: Arin RM, S.Si*

Ada yang menarik dan patut direnungkan dari video “Adakah Kau Lupa” versi editan Mukufutaru©. Alur video berkisah tentang kehebatan Shalahuddin Al Ayyubi dan pasukannya versus tentara salib.

Dengan kekuatan sangat tidak sebanding, pasukan Shalahudin yang lebih dikenal Barat dengan sebutan Saladin itu mampu menenggelamkan kubu lawan hingga satupun tidak ada yang selamat. Strategi di luar kebiasaan.

Kapal penuh muatan kayu dari pihak kaum muslimin harus berhadapan dengan berkali lipat kapal musuh yang lebih besar dan lengkap dengan awak kapal berbaju besi.

Kapal ini pun hanya digerakkan dengan tenaga dayung oleh awak kapal yang tak bahkan tak memakai baju besi. Rupanya kapal kayu itu bukan sembarang kapal kayu, ianya telah dipersiapkan dengan hebat sebagai “kapal api” yang akan melahap habis seluruh kapal besar berlayar di pihak lawan. Bagaimana bisa? Tatkala kapal telah sampai di tengah perairan, pasukan dayung menerjunkan diri ke laut dan berenang kembali ke darat.

Di saat yang sama Shalahuddin memanahkan busur berapi dan tepat mengenai salah satu badan kapal muslim. Panah inipun disusul oleh ribuan busur api dari tim pemanah kaum muslimin. Serta merta tumpukan kayu di kapal tak berawak itu berubah menjadi tumpukan api membara. Pihak salib tak bisa memutar kapalnya yang sudah sedemikian dekat dalam waktu singkat.

Kenyataan pahit harus disaksikan oleh komandan lawan tatkala seluruh kayu berapi itu menghantamkan baranya ke atas kapal mereka, mematahkan badan kapal, membakar layar, hingga membuat seluruh awak yang panik menceburkan diri ke laut. Lompatan itu bukan jalan selamat, justru membuat mereka tamat berjamaah tersebab beratnya baju besi yang melekat di badan. Telak. Kaum muslimin menang mulus demgan strategi cerdas.

Kuncinya apa? Dalam bait syair “Adakah Kau Lupa” disebutkan: “adakah kau lupa kita pernah berjaya, adakah kau lupa kita pernah berkuasa, memayungi dua pertiga dunia, merentas benua melayari samudra, KEIMANAN juga KETAQWAAN rahsia mereka capai kejayaan.”

Tersebutlah bahwa kehebatan generasi terdahulu mengemban Islam hingga dalam kapasitas terberat (jihad) sekalipun adalah iman dan taqwa. Dua kata yang ringan dilisankan namun perlu proses dan keseriusan untuk diwujudkan.

Generasi terdahulu menggenggam erat iman tersebab kuatnya amar makruf di lingkungan mereka. Ketaqwaan individu mereka kukuh terjaga karena pedulinya masyarakatnya untuk saling mengingatkan, mengontrol dalam kebaikan. Dan tentu saja peran Negara mewujudkan nuansa iman tak dapat disepelekan. Segala fasilitas untuk mempertebal iman dan taqwa disediakan, masjid ada di setiap sudut kota, sebagai tempat ibadah sekaligus madrasah. Tenaga guru sebagai penyampai ilmu dimuliakan, buku sumber ilmu perpustakaan bertebaran di seluruh negeri.

Semuanya bersinergi, menjadikan perlombaan menuntut ilmu atas dorongan iman tak sekedar isapan jempol. Iman, taqwa, ilmu, dukungan kebijakan negara berpadu menjadikan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia mampu menguasai 2/3 nya. Meninggalkan jejak peradaban dan budaya Islam yang masih ada hingga kini.

Kontras dengan saat ini, identitas Islam justru memudar. Iman dan taqwa menjadi barang antik, diperbincangkan generasi muda pun jarang, hatta di negeri dengan mayoritas muslim ini sekalipun. Beberapa waktu lalu, Dilan lebih mendemamkan dibanding pemuda sehebat Mushab bin Umair. Padahal duta besar Nabi untuk Madinah ini telah memberikan contoh bagaimana heroiknya mempersembahkan masa muda untuk menjayakan Islam. Beliau rela meninggalkan kemewahan hidupnya demi memilih Iman, rela diusir ibu kandungnya karena gigih di atas jalan ketaqwaan.

Berbanding terbalik dengan generasi sekarang. Demi memuaskan jebakan sekulerisme nan liberal yang dibungkus oleh food, fun, and fashion mereka rela mengikis aqidahnya. Meletakkan halal haram di sudut tersembunyi asalkan 3F tadi tergenggam dan bisa eksis kekinian. Fast food nikmat dilahap, konser jadi acara kebanggaan, fashion membuka aurot jadi bahan eksistensi diri saat selfie.

Tidak semuanya memang, tapi yang seperti ini lebih banyak dijumpai bukan? Makanya sangat wajar jika jutaan pasang mata menunggu artis di panggung konser, tapi sepasang mata alim sabar dan penuh harap menunggu jamaah di forum kajian. Kondisi tidak sehat.

Sekiranya perlu dan penting ada perbaikan. Kondisi perlu disehatkan, terlebih generasi muda muslim tanah air, sebuah negeri yang akan menyongsong bonus demografi 2020-2035 kelak. Generasi negeri ini harus selamat, sebab merekalah yang nantinya an menetukan rupa bangsa ini, maju gemilang dan berjaya ataukah tenggelam sebagai akibat gaya hidup hedonis hura-hura. Semua yang terjadi nanti adalah buah dan panenan dari apa yang ditanamkan hari ini. Dan kiranya pelajaran dari generasi Sholahuddin bahwa iman dan taqwa sebagai kunci kejayaan layak untuk diulang.

Iman dan taqwa tidak hadir dadakan secara instan. Ia nya perlu dibina dengan kesabaran, ditumbuhkan, diistiqomahkan dengan pengenalan Islam intensif. Rutin dalam waktu yang berdekatan, mingguan. Tanpa keintensifan tentu akan mudah sekali goyah oleh terpaan dunia yang kian hari kian menyedihkan.

Jadi, sebelum terlambat, perlu disadari segera bahwa mengawali kejayaan dengan mengaji Islam adalah penting. Perlu disegerakan dan diagendakan dalam jadwal hidup setiap muslim, terlebih lagi remaja, pemegang estafet peradanan, penentu kejaayaan masa depan. Sudah siapkan wahai remaja? [syahid/voa-islam.com]

*penulis adalah pemerhati perempuan, keluarga, dan generasi.


latestnews

View Full Version