View Full Version
Ahad, 03 Jun 2018

Muslim Sejati; Taat ON, Maksiat NO

Sahabat VOA-Islam...

Kata taat dan maksiat merupakan dua kata yang saling bertolak belakang. Taat adalah tanda ketundukan serta kepatuhan. Sedangkan maksiat tanda pembangkangan dan pengacuhan.

Jika berbicara terkait taat atau maksiat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, maka taat berarti tuntuk serta patuh pada perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangannya. Dan ketaatan harus dimurnikan dengan mengikutsertakan keikhlasan.

Dengan kata lain, taat tanpa syarat. Adapun maksiat, berarti melaksanakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan meninggalkan kewajiban-kewajiban syariat-Nya yang telah ditetapkan.

Sebagai seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim, baik secara lisan, perbuatan, hati maupun KTP, semestinya ketaatan merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan terus-menerus tanpa terputus hingga maut menjadi pemutus. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan sampai bangun negara pun ketaatan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala harus senantiasa diindahkan. Mau masuk WC sampai masuk surga, taat harus senantiasa melekat.

Namun, ketaatan tidak akan bisa dibangun tanpa adanya sebuah ilmu. Tanpa ilmu, apa-apa yang dianggap mendatangkan pahala bisa-bisa justru akan mendatangkan dosa, dan sebaliknya. Dengan kata lain, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Alih-alih menjadi muslim sejati, perbuatan yang dilakukan justru menjadikannya sebagai pemaksiat sejati. Na’udzubillah.

Dari Abu Bakhrah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwasannya ada seseorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa Sallam, “Siapa orang yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik perbuatannya.” Dia bertanya lagi, “Siapa orang yang paling buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya tapi buruk perbuatannya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, al-Hakim menyatakan Shahih).

Dalam hadits Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam di atas, beliau telah mengisyaratkan kepada kita, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang panjang usia dan baik pula perilakunya di sepanjang usianya. Dan seburuk-buruk manusia ialah yang panjang usianya namun buruk perbuatannya.

Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya sebagai seorang muslim sejati, kita harus memanfaatkan usia sebaik mungkin. Dan usia yang baik tidak akan bernilai baik kecuali diisi dengan ketaatan, bukan kemaksiatan.

Sebagaimana yang dikataan oleh al-Imam Ibnul Jauzy rahimahullah: “Musibah terbesar adalah keridhaan dirinya sendiri dan merasa cukup dan puas dengan ilmunya. Dan yang semacam ini merupakan bencana yang menimpa kebanyakan orang.”

Merasa cukup dengan ilmu yang telah didapatkan adalah musibah. Karena bisa jadi ketaatan yang telah dilakukan dirasa telah cukup dan akan mampu mengantarkan pada surga Allah. Padahal, Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam  saja yang sebagai seorang Nabi serta dijamin masuk surga oleh Allah masih melaksanakan ketaatan dengan terus-menerus menambah amalannya. Lha, kita ini siapa? Nabi bukan! Rasul pun bukan!

Untuk itulah seharusnya kita was-was dengan amalan kita. Serta bersemangat menambah ilmu syar’i sebanyak-banyaknya agar amalan-amalan yang kita lakukan bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, telah dijanjikan kemudahan menuju surga bagi siapa saja yang menapaki suatu jalan demi menuntut ilmu untuk mambangun ketaatan.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Iman Musim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar'i), maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.”

Dan Allah pun akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana yang Ia janjikan di dalam firman-Nya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (TQS. Al-Mujadillah : 11)

So, Jangan sampai sudah merasa menjalankan ketaatan, namun justru sedang melakukan sebuah kemaksiatan hanya karena ilmu yang nihil atau ilmu yang dicukupkan. Tidakkah kita ingin mendapatkan aliran pahala yang tidak terputus dari ilmu yang bermanfaat yang kita dapatkan dan amalkan sebagaimana yang telah Rasulullah sampaikan?

“Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputus semua amalannya kecuali dari tiga hal: Shadaqoh jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo'akannya”

Masih ingin termangu dan berharap ilmu menghampirimu?! Ingin menjadi muslim sejati bukan? Yuk, taat dengan berilmu agar taat tetap ON dan maksiat NO! Jangan hanya menunggu! Karena ilmu butuh diperjuangkan, bukan ditunggu, hehehe … [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version