View Full Version
Senin, 20 Aug 2018

Kisah Perang dalam Alquran Ajarkan Radikalisme, Benarkah?

Oleh: Kanti Rahmillah, M.Si*

 

Al quran diturunkan oleh Allah SWT dan didakwahkan Rasulullah SAW ketengah umat manusia untuk menjadi pedoman hidupnya. Kitab umat Islam sebagian besar berisi kisah-kisah terdahulu, agar bisa dijadikan pelajaran bagi umatnya.

Tak terkecuali kisah perang, yang keberadaannya merupakan bagian dari syariat Islam. Peperangan dalam Islam, tentu tak identik dengan ketamakan pada harta dan kekuasaan apalagi kebrutalan. Ada adab yang harus diperhatikan dalam perang. Ada syariat yang harus ditaati saat pedang dihunuskan.

Aturan perang pun telah dengan jelas diterangkan dalam berbagai hadist. Ada larangan menghancurkan  tempat-tempat umum, juga tempat peribadatan. Rumput dan pohon tak boleh dirusak. Tidak memerangi kaum wanita dan anak-anak. Bahkan, tidak boleh membunuh darij belakang, musuh yang sudah berbalik arah, karena takut dan menyerah.

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq mengutus Yazid bin Abu Sufyan ke Syam sebagai panglima perang, ia berpesan pada Yazid sesuai pesan yang diberikan Rasulullah: “Jangan membunuh anak kecil, wanita, orang tua, orang sakit, pendeta, jangan menebang pohon berbuah, jangan merusak bangunan, jangan menyembelih unta atau sapi kecuali untuk dimakan, jangan menenggelamkan sarang tawon dan membakarnya.” Termasuk juga dilarang merobohkan atau merusak tempat ibadah seperti gereja, kuil, vihara, kelenteng, dan sebagainya.

Sungguh disayangkan, jika ada yang menganggap kisah perang dalam Islam akan menciptakan keburukan. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU), KH Said Aqil Sirodj. Said Aqil mendesak, agar kurikulum agama dikaji lagi. Ia memandang, pelajaran sejarah Islam yang didominasi oleh cerita perang akan menyuburkan bibit radikalisme. Said Aqil mengusulkan agar bab perang dikurangi porsinya.

"Yang diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang badar, perang uhud, pantesan radikal," katanya dalam acara konferensi wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Ahad (29/7).

Tak bisa dipungkiri, minimnya pelajaran agama di bangku sekolah, telah menjauhkan anak-anak dari agamanya.

Hanya satu kali dalam seminggu, mereka mendapatkan informasi seputar agama. Padahal agama seharusnya menjadi pedoman hidup mereka. Wajar, krisis identitas melanda remaja negeri ini. Sekulerisme dengan cepat merasuki kepala anak sekolah. Agama hanya ditempatkan diwilayah privat saja semisal shalat, puasa, sedekah. Selain itu, agama tak boleh ikut campur.

Sungguh menggelikan saat pelajaran agama yang minim ini dituduh sebagai bibit penebar radikalisme. Kisah perang yang agung dituduh mengajari siswa untuk bersikap intolelan dan radikal. Ini adalah bentuk penghinaan yang besar terhadap ajaran suci agama Islam. Karena dalam ajaran Islam, perang adalah jalan menuju terbukanya pintu hidayah bagi umat manusia. Jihad adalah nafsiah tertinggi umat Islam.

Sejatinya, seluruh ibadah yang telah disyariatkan Allah SWT, mengandung maksud yang akan membawa pada kemaslahatan. Contohnya shalat yang akan menjauhkan hambaNya dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat disyariatkan untuk mensucikan harta.

Begitupun jihad, kisah peperangan yang Allah cantumkan dalam Alquran adalah semata untuk bisa diambil hikmahnya. Diantara tujuan jihad yang Allah perintahkan yaitu :

Pertama, Jihad untuk menolak kezaliman orang-orang zalim.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj: 39)

Kedua, jihad untuk menolong kaum muslimin yang lemah.

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!'” (An-Nisa’ :75)

Ketiga, Jihad Untuk menyampaikan hidayah kepada manusia dan memudahkan mereka untuk masuk Islam

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.” (An-Nashr : 1-2)

Oleh karena itu. Jihad atau berperang di jalan Allah SWT, adalah ibadah yang mulia. Tuduhan radikal pada siroh dan ayat-ayat perang, sesungguhnya merupakan penghinaan dan penolakan terhadap agama Islam.

Seharusnya, sekolah menambah jam pelajaran agama dalam kurikulumnya, bukan mereduksinya. Juga ajarkan seluruh ajaran agama Islam secara Kaffah, tak boleh dipilih-pilih. Karena sesungguhnya seluruh ajaran Islam bermaslahat bagi kehidupan manusia. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version