BEBERAPA hari terakhir ramai diperbincangkan perihal sebuah petisi yang dibuat oleh Ibu Maimon Herawati. Petisi itu berisi ajakan menuntut dihentikannya iklan dari salah satu toko online di Indonesia yang dibintangi oleh girl group asal Korea.
"Sekelompok perempuan dengan baju pas-pasan. Nilai bawah sadar seperti apa yang hendak ditanamkan pada anak-anak dengan iklan yang tidak seronok (tidak nyaman dilihat) dan mengumbar aurat ini? Baju yang dikenakan bahkan tidak menutupi paha. Gerakan dan ekspresi pun provokatif. Sungguh jauh dari cerminan nilai Pancasila yang beradab,” tulis Maimon pada laman Change.org.
“Apa pesan yang hendak dijajalkan pada jiwa-jiwa yang masih putih itu? Bahwa mengangkat baju tinggi-tinggi dengan lirikan menggoda akan membawa mereka mendunia? Bahwa objektifikasi tubuh perempuan sah saja?” tambah Maimon.
Petisi itu, hingga tulisan ini dibuat, telah mengantongi dukungan mencapai 119.059 tanda tangan. Dan ternyata dengan beredar petisi ini muncul petisi tandingan yang menginginkan agar iklan itu tetap ada.
"Kami menolak untuk iklan shopee blackpink di boikot. Karena ada beberapa oknum meminta iklan shopee blackpink dihentikan. Menurut mereka iklan ini tidak pantas. Tetapi menurut kami yang harus di hentikan adalah sinetron indonesia yang harusnya dihentikan karena memiliki dampak buruk bagi penerus bangsa Indonesia. " Demikian Petisi tandingan itu dibuat. Dan hingga detik tulisan ini dibuat, sudah ditandatangani 3358 orang.
Demam Korea terus saja menjangkit kawula muda yang baru menginjak usia remaja. Satu tersembuhkan, seribu lainnya bermunculan. Terlebih ketika teknologi mempermudah mereka untuk mengakses tontonan yang diinginkan.
Sadar atau tidak, tontonan inilah yang akan membentuk lifestyle atau gaya hidup seseorang. Jika seorang anak menonton musik video yang bernuansa glamour dengan pakaian serba mini, maka akan mendorong dia untuk menjadi demikian. Tersetting di benak, bahwa dengan tubuh langsing, putih, pakaian terbuka yang ditampilkan pada khalayak akan menjadikannya dikenal dan dikagumi.
Maka para remaja pun berlomba-lomba untuk meniru yang diidolakan. Alhasil, di sekolah mereka saling adu cantik, adu modis, adu kaya. Beli krim pemutih, obat pelangsing, gadget dan motor model terbaru. Bahkan outfit yang dikenakan sang idola seperti jaket, dress, sepatu juga menjadi incaran utama.
Karena jika tidak sederajat, siap-siap akan ditinggal dan dibully teman-teman. Padahal tidak setiap anak terlahir dari orang tua yang berada. Dan lifestyle ini jelas menyulitkan orang tua ketika mereka tidak mampu memenuhi keinginan anak remajanya. Entah anak akan uring-uringan, mogok makan, bahkan mogok sekolah.
Inilah target yang ingin dicapai pengemban kapitalisme, menjadikan materialistis sebagai gaya hidup remaja muslin. Disusupkan propaganda di setiap tontonan, entah melalui musik atau drama. Yang dengannya para remaja akan termurtadkan pemikirannya, mudah melupakan ajaran Islam tanpa ada perlawanan dan senjata.
Perlu kita pahami, petisi yang ditulis Bu Maimon hanyalah wujud kekhawatiran, dan bukan hendak menimbulkan kebencian yang memecah. Ditulis oleh seorang ibu yang peduli generasi, yang menginginkan anaknya selamat dari gaya hidup yang rusak. Dan kita tidak menutup mata dengan sinetron-sinetron dan para penyanyi di Indonesia yang gaya hidupnya tak jauh beda dengan Member girl grup Korea. Karena memang kiblat keduanya adalah ke barat. Dan kita tahu gaya hidup orang barat adalah gaya hidup bermewah-mewahan, tak peduli akan aurat, mendewakan kesenangan duniawi.
Gaya Hidup Islam
Tentunya ini berbeda dengan lifestyle muslim sejati. Ridho Allah adalah tujuan, aturan Islam menjadi pegangan, perilaku sopan, ucapan santun, dan pakaian yang beradab adalah keharusan. Karenanya tak mungkin jika idol kpop menjadi sandaran, sebab yang dijunjung tinggi adalah ilmu dan adab, bukan penampilan dan harta.
Gaya hidup islami juga tidak menyusahkan remaja maupun orang tua. Justru membuahkan tenteram. Anak sekolah itu ya tugasnya belajar, bukan malah sibuk selfie, edit foto, atau adu kece. Jika anak sudah memiliki pemikiran islami, maka membentak, memaki dan mengancam orang tua untuk memberikan kemauan mereka adalah kemustahilan. Menutup aurat dan menjaga harga diri adalah prioritas, karena itu adalah kewajiban.
Memanglah tidak mudah menanamkan akidah islam dalam benak remaja, terlebih jika orang tua dan lingkungannya juga tak paham Islam. Karenanya kita butuh sistem aturan yang Islami, dimana negara harusnya mengatur dan membatasi tontonan yang masuk ke negara Islam. Menumbuhkan perasaan Islami di lingkungan tempat kita tinggal, dan membekali diri sekeluarga dengan pemahaman Islam. Dengan demikian gaya hidup generasi milenial pun terselamatkan.* Safitri Fathin, pemerhati generasi