View Full Version
Ahad, 16 Dec 2018

Menyoal Toleransi di Sistem Demokrasi dan Islam

Oleh:  Tari Ummu Hamzah

Menteri Dalam negeri Tjahyo Kumolo baru-baru ini mengapresiasi Institut Setara yang civitas akademinya memberikan penghargaan kepada 10 kota di Indonesia yang memiliki nilai toleransi tinggi. Tjahyo Kumolo menegaskan bahwa penghargaan itu bisa menjadikan kepala daerah sadar akan keberagaman warganya. Tjahyo mengungkapkan bahwa, "Jangan dilihat sesorang dari sisi agama, suku, etnis, tapi dari prestasi, loyalitas, kesetaraan yang ada." Hal itu dirasanya penting dalam menghadapi tantangan bangsa yang semakin berat dan kompleks.

Memang benar bahwa Indonesia kaya akan keberagaman. Hal itu tidak bisa dielakkan. Negeri ini menjadikan toleransi sebagai kunci pemersatu bangsa. Hanya saja pada prakteknya masih banyak pelanggaran toleransi yang terjadi di tengah masyarakat. Kita ambil contoh ramainya pemberitaan tentang sebuah e-commerce yang menayangkan iklannya di berbagai kanal berita online, digital platforms musik (aplikasi penyedia layanan musik online), serta sosial media.

Iklan e-commerce ini menayangkan girlband asal Korea, dengan pakaian minim. Pemilik e-commerce itu sendiri menyatakan bahwa penampilan girlband tersebut sudah ditoleransi oleh pihak KPI, dan sudah sesuai dengan norma di Indonesia. Tapi karena banyaknya petisi yang berisi pemboikotan iklan  tersebut, maka KPI terpaksa harus memboikot iklan tersebut.

Disini bisa kita ambil sudut pandang tentang batas toleransi. Jika kita mengambil sudut pandang ideologi kapitalis yang terkenal dengan kebebasan dan sekulernya, maka hal diatas masih bisa ditoleransi. Buktinya para Kpop-ers yang didominasi oleh orang-orang sekuler dan hedonis, sangat mendukung keberadaan para artis Korea, tanpa memandang efek dari keberadaan artis-artis dari negeri gingseng tersebut.

Jadi Toleransi tergantung kepada pandangan ideologi. Ketika jika masyarakat sudah sesuai dengan ideologi kapitalis dan sekuler, itu sudah dianggap toleransi. Tapi jika ada sekelompok masyarakat yang bertentangan dengan ideologi kapitalis, maka disebut intoleran. Padahal masyarakat hendak melakukan perbaikan di tengah-tengah bangsa, tapi mendapat label intoleran.

Itulah jika toleransi diletakkan pada ideologi kufur. Pasti akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Lain lagi jika toleransi diletakkan pada ideologi Islam. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah, Tuhan pemilik semesta alam. Allah yang mengetahui hakikat hambanya. Jadi ketika Allah menghadirkan Islam di tengah ummat manusia, jelas Islam pasti akan meleburkan segala perbedaan yang ada. Dan sebenarnya hanya Islam sajalah yang mampu memelihara perbedaan di tengah kaum muslimin. Sebab Islam memiliki aturan yang baku, yang digunakan untuk mengatur aneka keberagaman di tengah manusia.

Dalam Al Quran Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Inilah pokok prinsip toleransi dalam Islam. Islam menganjurkan berbuat baik kepada siapa saja dalam berbagai aspek kecuali dalam urusan agama. Urusan agama di sini juga termasuk masalah aqidah dan pandangam hidup sesuai Islam. Artinya kita boleh berbuat baik kepada setiap orang tapi tidak dengan cara mengikuti pandangan hidup atau aqidah di luar Islam.  Sebab Islam memandang bahwa aqidah dan ideologi di luar islam adalah kufur. Jadi tidak layak untuk diikuti. Sebab Islam adalah agama yang tegas. Dalam hal-hal yang sudah ditetapkan hukumnya dalam syariat islam, maka tidak ada toleransi lagi atas hal tersebut.

Sebenarnya praktik toleransi sudah dijalankan pada masa Rasulullah SAW. Tapi yang paling masyhur adalah, praktik toleransi Islam ketika berjaya di Andalusia. Masyarakat Eropa pada umumnya dan Andalusia khususnya telah menikmati kebebasan gemilangnya peradaban Islam, meski mereka masih non muslim.

Peradaban Islam telah menyajikan teknologi dan kemajuan yang bisa dirasakan semua pihak, tanpa membedakan mereka muslim atau bukan. Hebatnya negara memberikan jaminan keamanan yang sama pada harta dan jiwa mereka yang tinggal di wilayah Islam tanpa ada pembedaan dengan warga negara muslim. Bahkan tidak ada pemaksaan dari pihak muslim agar masyarakat non muslim harus mengikuti aqidah kaum muslimin. Dari sini bisa terlihat betapa adil dan makmurnya dunia dibawah kekuasaan Islam. Masya Allah. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version