View Full Version
Sabtu, 23 Feb 2019

Saat Cinta Tak Punya Logika, Syahwat dan Dendam Menjadi Biasa

Oleh: Henyk Widaryanti 

Cinta adalah naluri. Setiap insan pasti memiliki. Cinta itu berhubungan dengan rasa. Sebuah rasa yang berujung asmara. Bicara soal cinta tidak ada habisnya. Membuat setiap orang bahagia ketika merasakannya. Tidak seorang pun yang ingin cintanya berbuah bencana. Ketika remaja mulai menjalin asmara, kadang tanpa logika. Mereka memburu kesenangan semata. Demi kepuasan fatamorgana dunia. Mereka rela mengorbankan semuanya. Saat cinta mulai kandas. Logika menjadi bias. Keinginan memiliki membutakan hati. Berakhirlah pada ruang jeruji besi.

Bermula dari suka sama suka. Kedua muda mudi saling bercinta. Tanpa pikir panjang adegan tersebut diabadikan. Ada banyak alasan, mulai dari iseng - iseng, hingga unsur kesengajaan. Ketika cintanya tertolak maka dendam menjadi membara. Terbesitlah keinginan untuk menyebarkan aksinya. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Madiun. Dua siswa SMA dan SMK telah melakukan perekam perbuatan asusila. Hingga ketika rasa cemburu yang menderu memuncak, si laki - laki menyebarkan videonya. Akhirnya sang perempuan pun menjadi trauma. Kejadian ini juga terjadi di Mojokerto. Siswi SMA dan seorang pemuda, juga melakukan aksi yang sama. Saat lamarannya ditolak, video pun diunggahnya. (tribunnews.com)

Ketika cinta tak lagi pakai logika. Hanya nafsu yang berbicara. Dunia seakan hanya milik berdua. Dan setan pun menjadi perantara. “Ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim. Al-Hakim kemudian menyatakan bahwa hadist ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Pendapat ini disepakati pula oleh Adz-Dzahabi).

Begitulah setan, mereka akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk menggoda anak Adam. Segala peristiwa free sex yang telah terjadi, seharusnya membuat kita belajar. Bahwa free sex bermula dari interaksi laki-laki dan perempuan yang tidak terjaga dan terarah. Kurangnya kontrol dan pendidikan dari keluarga membuat remaja salah jalan. Ditambah lagi cueknya masyarakat terhadap pergaulan muda menambah titik kelam dunia pergaulan lawan jenis. Anggapan orang "tidak punya pacar berarti tidak laku" membuat para jomblower makin keblinger. Apalagi ketika februari tiba. Rasa cinta dipupuk bagai tanaman agar bisa berbunga. Di minimarket, Cafetaria, hingga tempat hiburan malam menjadi tujuan perayaan cinta.  

Budaya liberal telah meracuni kaula muda. Prinsip "hak kebebasan bertingkah  laku" menjadi idola. Hedonisme dan budaya barat lainnya menjadi rujukan. Fun, food, dan fashion diburu kaula muda. "Gak gaul, kalau gak nongkrong", menjadi tren dunia muda. Inilah cetakan dari pemahaman sekuler. Dimana agama hanya tinggal nama. Tak ada beda satu dengan lainnya.

Islam turun memperbaiki semuanya. Hidup meraih ridho Allah adalah tujuannya. Ketakwaan individu menjadi modal utama. Kontrol masyarakat dan negara sebagai penjaga. Islam sebenarnya mudah, dengan menguatkan iman dan takwa kita dapat membentengi diri. Dibantu dengan dukungan  orang tua yang memiliki pemahaman agama akan membentengi anak dari berbagai gangguan dunia fana. Jika hal ini diperkuat dengan kontrol masyarakat dan negara akan menambah penjagaan serta menghilangkan pergaulan bebas.

Walhasil, kita tidak akan pernah menjumpai dua sejoli tak halal yang mojok karena terbuai asmara. Kehidupan pun lebih terjaga. Masing-masing pihak antara laki-laki dan perempuan tidak mengundang syahwat dimana-mana. Cinta pun ditempatkan sebagaimana mestinya, indah, sakral dan tak menumpulkan logika. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version