View Full Version
Sabtu, 16 Mar 2019

New Zealand Berdarah, Akibat Tak Ada Perisai Bernama Khilafah

Oleh: Shita Istiyanti

Jumat berdarah terjadi di New Zealand, 15 maret 2019 pukul 13.40 waktu setempat. Masjid Al Noor di Christchurch dan Linwood Avenue diberondong tembakan brutal oleh teroris bengis yang menewaskan setidaknya 49 orang dan melukai 20 lainnya. Lebih parahnya pelaku secara barbar menyiarkan secara langsung serangan berdarah ini melalui akun media sosialnya.

Dalam video tersebut terlihat bagaimana pelaku dengan sangat brutal menyerang jamaah masjid yang hendak sholat jumat menggunakan senapan mesin selama lebih dari 6 menit. Saksi mata juga melihat pelaku sempat kembali ke mobil untuk mengambil amunisi, lalu masuk lagi ke masjid untuk kembali melakukan penembakan (tribunnews). Dilansir dari Harian New Zealand, Herald melaporkan bahwa pelaku merupakan seorang pria Australia yang telah menulis manifesto berisi ideologi ekstrim kanan yang anti Islam dan anti imigran.

Tragedi ini tak hanya menghebohkan dunia, tapi benar – benar menyayat hati kaum muslim. Lagi – lagi umat Islam disuguhi tragedi kemanusiaan memilukan, namun dunia hanya menganggapnya hal biasa karena pelakunya “hanya”  kelompok bersenjata. Dunia menyebutnya “penembakan bersenjata”, bukan teroris. Bahkan media online dipaksa bungkam akan kejadian ini dengan melarang penyebaran video yang diunggah oleh sang teroris.

Indonesia pun tak kalah agresif. Menteri Kominfo Rudiantara melarang penyebaran video ini dengan dalih mengandung aksi kekerasan dan melanggar UU No 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan segala cara ia kerahkan. Instansinya sudah bekerja sama dengan media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan lainnya untuk mengatasi peredaran konten ini.

"Sudah sekitar 500 unggahan yang dihapus dari berbagai platform sampai sore ini,” kata dia lewat akun Twitter @rudiantara_id, Jumat (15/03/2019). Hal sebaliknya sangat berbeda ketika yang menjadi pelakunya adalah kaum muslim. Tak segan – segan dunia langsung melabeli “teroris” walau pelaku sebenarnya belum dipastikan, hanya dugaan.

Dunia dalam sistem kapitalisme memang tak adil. Tragedi berdarah yang menyerang kaum muslim sebenarnya tak hanya sekali ini. Puluhan kali aksi teror bahkan genosida yang menghabisi nyawa kaum muslim, tak bisa disembunyikan dari mata dunia. Sebut saja pembantaian Muslim Rohingya, genosida Muslim Uyghur, hujan bom di Palestina yang tak kunjung usai, derita kaum muslim di Bosnia, Suriah dan negara lainnya.

Dunia seolah bungkam tak berdaya, buta matanya dan tuli telinganya. PBB terbukti gagal, sebab masalah ini terjadi sejak lama. ASEAN tidak berkutik, Indonesia hanya sekadar menyesalkan. Dunia juga hanya bisa mengecam tanpa aksi nyata. Berbeda halnya jika aksi teror ini terjadi pada segelintir orang di dunia Barat. Semua pasti serempak dan kompak mengutuk serta menjadi trending topik dunia. Sungguh timpang!

Tertumpahnya darah kaum muslim seolah tak berharga di mata dunia. Populasinya banyak tapi tak memiliki taji dalam diplomasi. Ketika aktivis Islam menyuarakan solusi, hanya dianggap angin lalu. Sekadar resolusi tanpa aksi, dunia lambat merespon.

Fakta ini semakin menguatkan keharusan kaum muslim memiliki Junnah atau perisai yang akan melindungi mereka dari rasisnya sistem kapitalisme. Junnah atau perisai itu tak lain adalah khilafah. Karena dengan khilafah kaum muslim dunia akan terhimpun bersatu padu dalam satu kepemimpinan yang akan menjadi kekuatan besar kaum muslim dan menghentikan seluruh kedzoliman di muka bumi.

Hanya khilafah yang akan menjamin terselamatkannya jiwa – jiwa dan kehormatan kaum muslim. Hanya khilafah yang akan mengembalikan peradaban mulia pelindung nyawa siapa saja yang akan merahmati seluruh dunia. Bila sudah begini, masa iya kita masih ragu khilafah untuk menjadikan khilafah sebagai solusi? Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version