View Full Version
Selasa, 09 Apr 2019

Ada Apa dengan Zaky dan Safira?

 

Oleh:

Nani Hazkia*

 

NAMA Zaky dan Safira tiba-tiba viral di jagat dunia maya. Siapakah Zaki dan Safira ini?  Apakah artis pendatang baru yang mengalahkan artis yang sudah lama tenar?  Ternyata Zaki dan Safira tak lain merupakan nama  tokoh dalam salah satu soal esai UNBK Matematika yang beberapa hari lalu di kerjakan oleh para siswa tingkat SMA/MA sederajat. (Kompas.com, 4/4/19)

Usut punya usut nama Zaky dan Safira viral karena para siswa merasa salah satu  soal UNBK Matematika ini dirasa tidak masuk akal.  Mereka diminta menghitung kemungkinan password atau kata kunci yang bisa dibuat Zaky maupun Safira yang hendak membuat akun e-mail.  Kemudian, password yang dipakai juga mesti mengkombinasikan unsur nama dan angka sebanyak 8 karakter. (Kompas.com, 4/4/19)  

Maka, tak heran para siswa SMA/MA sederajat pun akhirnya menumpahkan keluh kesahnya mengenai soal ini di akun komentar media sosial Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Inilah yang membuat nama Zaky dan Safira mendadak viral seketika.  Juga, sebab komentarnya kreatif dan mengundang gelak tawa para nitizen  yang turut membacanya. Salah satunya berikut ini.

"Saya heran nih sama SAFIRA, katanya membuat password 8 karakter. Tapi dicontohnya SAFIRA123, SAFIRA321, 456SAFIRA, 046SAFIRA, itu kan 9 karakter.  SAFIRA yang buat password saya yang pusing." Tulis akun @naufalnazh di akun instagram @kemdikbud.ri.  (Kompas.com, 4/4/19)

Sementara itu UNBK sendiri dilaksanakan pada tanggal 1,2,4 dan 8 April 2019. Para siswa diuji mata pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika dan satu mata pelajaran jurusan.

Permasalahan salah satu soal esai UNBK Matematika ini patut disoroti bukan hanya karena komentar mengenai Zaky dan Safira  yang penuh humor. Namun, juga mengenai soal tidak masuk akal, evaluasi kemampuan siswa serta sistem pendidikan Indonesia sendiri.

Memang kalau membahas persoalan pendidikan di Indonesia terbilang cukup pelik. Tak hanya kurang fasilitas, banyak gedung sekolah rusak, bahkan ada yang tak punya bangunan sama sekali dan lain sebagainya. Belum lagi anak-anak yang kurang kemampuan dalam ekonomi sehingga tidak bisa bersekolah. Ditambah degradasi moral yang tak hanya menimpa murid bahkan guru. Serta permasalahan kenakalan remaja seperti tawuran, seks bebas, narkoba, dan masih banyak lainnya.

Selain itu, di Indonesia para pelajar mesti menguasai semua bidang mata pelajaran seperti Matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan lain sebagainya. Padahal, bisa jadi mereka tidak mampu menguasai ilmu eksak,  namun mahir dalam seni. Bisa jadi pula mereka tidak bisa dalam ilmu apapun baik itu dari eksak maupu non eksak tapi mereka pandai dalam olahraga.

Apalagi, siswa-siswa tingkat SMA sederajat juga diharuskan sudah melakukan penjurusan dan harusnya linier seperti IPA, IPS, Agama, Bahasa dan lainnya. Meskipun sekarang ada pelajaran yang lintas jurusa. Namun, bisa jadi pula mereka tak mampu dalam menguasainya.

Dalam  negara yang sudah maju seperti Amerika, atau Negara yang sistem pendidikannya sudah bagus seperti Finlandia. Para siswa tidak dipaksa menguasai mata pelajaran yang bisa jadi mereka tidak mampu menguasai. Mereka dibebaskan memilih mata pelajaran apa yang ingin dipelajarinya. Bahkan boleh lintas jurusan. 

Sedangkan, dalam Islam sendiri pendidikan itu wajib bagi seluruh kaum muslimin. Makanya, tak heran ketika Islam diterapkan. Sekolah baik dari tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi, akan memungut biaya murah bahkan gratis yang mana telah terjadi pada masa kekhilafahan. Belum lagi, mereka juga mendapat uang saku. Dan jika menghasilkan karya berupa buku maka buku itu akan ditimbang serta beratnya buku itu akan digantikan dengan emas yang sama beratnya. Jauh berbeda dengan sekarang mau sekolah yang bagus, maka bagus jua harganya

Apalagi, para pelajar pada masa kebangkitan Islam dididik dengan tsaqofah Islam mulai dari lever dasar setingkat SD sampai tingkat menengah. Pada tingkat menengah atas  barulah mereka boleh memilih jurusan sesuai yang mereka kehendaki meksipun itu lintas jurusan.

 Maka, wajar jika saat itu kalau ilmuan sudah pasti alim. Meskipun, tidak jadi ulama, akhlak mereka sudah dipastikan mulia. Tak seperti sekarang mengalami degradasi moral dan seolah terjadi pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Faktanya membuktikan dengan adanya sekolah umum dan sekolah agama seperti MA atau Pesantren dan sejenisnya.

Untuk sistem evaluasi sendiri, para siswa pada saat itu mendatangi guru mata pelajaran untuk mendapat ijazah. Jika pada satu guru belum selesai maka boleh dan tetap bisa melanjutkan ke mata pelajaran lainnya. Sementara yang tidak lulus cukup mengulang mata pelajaran yang tidak lulus saja. Tidak seperti sekarang meski ada remedial, namun tetap semua mencapai KKM dan maksimal 2 saja yang tidak lulus baru boleh melanjutkan ke mata pelajaran lain.

Makanya  ilmuan-ilmuan muslim tak hanya mumpuni dalam hal agama juga mampu menguasai berbagai cabang ilmu. Contohnya Imam Al-Ghazali, beliau tak hanya pandai dalam hal SAINS namun juga menguasai tasawuf dan filsafat.

Oleh karena itu jika ingin para pelajar yang tak hanya cerdas dalam ilmu agama juga ilmu dunia, serta mulia akhlaknya. Tidak ada jalan lain selain menerapkan sistem Islam dalam pendidikan. Tetapi penerapan sistem pendidikan Islam tidak bisa terwujud kecuali jika dengan adanya penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh lini kehidupan.*Alumni UIN Antasari Banjarmasin dan pemerhati sosial dan kemasyarakatan.


latestnews

View Full Version