View Full Version
Ahad, 19 May 2019

Aroma Islamofobia di Austria, Bagaimana Sikap Kita?

 

Oleh: Hasni Tagili, M. Pd

Parlemen Austria telah mengesahkan rancangan undang-undang larangan pemakaian jilbab di Sekolah Dasar yang diajukan pemerintahan koalisi (15/05/2019). Dilansir dari Guardian, Kamis (16/5), aturan merujuk pada pakaian yang dipengaruhi secara ideologis atau agama yang dikaitkan dengan penutup kepala. Perwakilan dari kedua bagian dari koalisi yang memerintah, Partai Rakyat (OeVP) kanan-tengah dan Partai Kebebasan (FPOe) sayap kanan, menegaskan meskipun dideskripsikan secara luas, undang-undang tersebut ditargetkan pada jilbab Islam. Bukan hanya jilbab, 2017 lalu Austria telah melarang penggunaan cadar.

Pro-kontra pun bermunculan pasca dilegalkannya undang-undang ini. Anggota parlemen dari partai ÖVP, Rudolf Taschner, mengatakan bahwa undang-undang baru tersebut dimaksudkan untuk membebaskan anak-anak perempuan dari penindasan. Namun, juru bicara pendidikan dari partai FPÖ, Wendelin Mölzer, memiliki persepsi berbeda. Menurutnya, UU itu dimaksudkan sebagai sinyal tegas melawan Islam politik dan mempromosikan integrasi warga muslim.

Senada, seorang anggota independen parlemen Austria, Martha Bissman, mengatakan bahwa aturan tersebut akan memunculkan persepsi bahwa muslim itu berbahaya. Ini justru akan semakin memperburuk Islamofobia (Anadolu Agency, 17/05/2019). Bissman menambahkan, hampir semua perwakilan muslim menentang larangan perempuan untuk mengenakan jilbab.

Dari sini, tampak kontradiksi antara aturan konstitusi dengan kebijakan parlemen. Bagaimana tidak, larangan itu bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan kebebasan beragama yang diusung oleh demokrasi. Jika sudah begini, maka akan terasa menyengat aroma Islamofobia di Austria. Demi sentimen agama, berbagai cara dihalalkan. Bahkan, menabrak aturan secara konstitusional pun tak segan dilakukan. Ya, wabah Islamofobia memang diciptakan agar manusia takut kepada Islam.

Sejatinya, ajaran Islam begitu mulia. Tak ada cacat di dalamnya sebab ia datang dari Yang Maha Sempurna. Kewajiban menutup aurat bagi muslimah, misalnya. Itu bukanlah bentuk penindasan, melainkan penandaan dan penjagaan. Hijab adalah wujud nyata Islam memuliakan wanita. Esensi inilah yang tak mungkin dimengerti oleh mereka yang sudah terjangkit Islamofobia.

Meski demikian, bukan tak mungkin membersihkan Islam dari fobia. Sebab, sejak zaman Nabi Muhammad pun, Islamofobia sudah ada. Saat itu, para pemuka kaum Quraish menyebut Rasulullah sebagai orang gila dan penyihir. Pun, mereka mengatakan Islam adalah agama yang penuh dengan dongeng masa lalu. Sebagai efek, apakah Islam dibenci dan dijauhi?

Sama sekali tidak. Itu semua karena ada dakwah. Dengannya Islam justru semakin dicinta. Ya, fenomena ini merupakan sunattullah untuk menguji para dai dan kaum muslim. Islamofobia menyeleksi orang yang benar-benar membela agama Islam. Nah, sudah siapkah kita jadi bagian dari pejuang agama Allah Swt? Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)

Penulis adalah Dosen dan Penulis Buku.

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version