Oleh: Ashaima Va
Bukan demam sembarang demam, demam yang ini sungguh memprihatinkan. Belum ada obat medis yang bisa menyembuhkan. Nomophobia atau demam gadget kini mewabah di masyarakat. Melanda tak hanya kalangan dewasa, anak dan remaja pun tak luput jadi korban.
Kondisi nomophobia terjadi karena adiksi atau kecanduan seseorang dengan gadget yang dimiliki. Penyakit yang menyerang kejiwaan seseorang ini tak membiarkan seseorang nyaman bertahan tanpa gadget. Gelisah, panik, tantrum, sampai mengamuk saat tak terkoneksi dengan gadget adalah gejala yang diperlihatkan. Saat menyerang, anak-anak dan remaja mereka akan cenderung memaksa, tidak sabaran, hingga tidak patuh pada orang tua.
Dari fenomena yang terjadi ketergantungan beberapa kalangan pada gadget berbeda pada tiap kelompok. Untuk laki-laki ketergantungan mereka pada gadget karena adiksi terhadap game online. Sedangkan pada perempuan ketergantungan mereka pada gadget karena adiksi terhadap sosial media.
Nomophobia ini sudah seperti fenomena gunung es. Jika tak segera diatasi tinggal tunggu retakan berubah menjadi ledakan yang berhamburan ke segala penjuru. Memengaruhi tiap sendi kehidupan masyarakat. Tidak bisa tidak mesti diatasi dengan serius.
Gadget khususnya smartphone atau telephone pintar ibarat pisau bermata dua. Membawa kemudahan hidup pada satu sisi namun membahayakan di sisi lain. Berikut hal-hal negatif yang mungkin terjadi dalam pemakaian gadget yang berlebihan.
Agar tidak berdampak buruk tentu membutuhkan pengaturan dalam pemakaiannya. Jangan berikan gadget tanpa pengawasan pada anak-anak terutama usia balita, SD, dan SMP. Batasi pula durasi anak-anak boleh menggunakan gadget. Usahakan tak lebih dari dua jam per hari. Jangan pernah memberi gadget untuk dimiliki anak-anak. Toh kelak pada masanya mereka bisa memiliki gadget yaitu saat mereka dewasa dan lebih bisa memanfaatkan gadget sesuai kebutuhan.
Yang patut disayangkan saat ini adalah saat keluarga-keluarga Indonesia tengah berjuang membatasi penggunaan gadget pada anak-anak mereka, pemerintah justru memfasilitasi permainan game online dengan memasukkannya sebagai e-sport. Alhasil, remaja-remaja semakin betah di depan gadget demi mengikuti kompetisi game tingkat nasional.
Padahal tak hanya adiksi yang mengancam anak-anak dari game online, mereka pun terancam terpapar pornografi dan pornoaksi. Karakter dan jalan cerita dalam game online sangat kental dengan nuansa pornografi. Game online yang mestinya dibatasi dan diatur peredarannya malah dipopulerkan.
Jadi tunggu apa lagi. Penanggulangan preventif dan kuratif harus segera diterapkan. Dari segi preventif keluarga dan masyarakat mesti menyadari bahaya penggunaan gadget yang terlalu dini pada anak-anak dan balita. Jangan hanya agar anteng, anak-anak dan balita dibiarkan bermain dengan gadget. Setiap keluarga dan masyarakat juga mesti menyadari bahaya penggunaan gadget yang terkoneksi dengan internet pada remaja tanpa pengawasan. Batasi penggunaan gadget pada remaja.
Upaya preventif juga harus dilakukan oleh negara. Negara harus hadir untuk mengontrol peredaran konten-konten porno dan merusak aqidah. Tak hanya itu, negara juga harus menciptakan kurikulum yang membentuk anak-anak berkarakter. Anak-anak yang memahami bagaimana memanfaatkan gadget agar produktif. Kecanggihan gadget tak hanya digunakan untuk bermain game online yang adiktif dan merusak.
Kalau keluarga, masyarakat, dan negara peduli terhadap generasi dan berusaha mengatur penggunaan gadget pada anak dan remaja maka tak perlu terjadi banyak kasus nomophobia. Wallahu a'lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google