Oleh:
Ana Nazahah, Revowriter Aceh
PERNAH tidak kamu bayangkan, jika kamu diciptakan sebagai rumput. Kecil kerdil, diinjak, dicabut karena dianggap hama.
Dari sekian makhluk Tuhan, Allah menciptakan kamu menjadi manusia. Makhluk tertinggi dari seluruh ciptaannya. Dari ribuan sel telur hanya ada satu sel telur yang berhasil berkembang di rahim ibumu. Dan itu adalah kamu. Yang kelak lahir ke dunia, menjalani misi sebagai hamba Allah.
Dan yang paling istimewa, dari sekian banyak agama, kamu dipilih Allah beragama Islam. Sejak dilahirkan. Sehingga kamu tidak capek- capek mencari tau, kamu hamba dari Tuhan mana? Tidak perlu jauh-jauh mencari, karena kamu dilahirkan langsung dalam keluarga Islam, satu-satunya agama yang benar di dunia.
Selain itu, sebagai manusia. Allah pun memberikan taqatul hayawiyah yang sama pada setiap manusia. Makan, minum, bernafas, tidur, dan (maaf) kentut dan BAB pun kamu bisa. Persis sama seperti manusia lainnya.
Naluri yang kamu miliki juga sama. Seperti naluri mempertahankan diri, naluri menyukai lawan jenis dan naluri menyembah Tuhan Sang Pencipta.
Kecuali kamu sengaja menghilangkannya, walau takkan mungkin hilang. Seperti atheis yang menolak meyakini adanya Tuhan, dan kaum pelangi yang menolak kodratnya dan memilih orientasi seks yang melanggar fitrah.
Sebagai manusia, yaitu makhluk tertinggi yang pernah diciptakan di muka bumi. Kamu itu istimewa. Karena Allah hanya menciptakan kamu dengan kelebihan dan kurangmu. Karena manusia lainya diciptakan dengan keistimewaan, lebih dan kurang yang berbeda pula.
Jika orang mampu melakukan kebaikan- kebaikan. Tentunya kamu juga bisa. Apapun itu. Tak terkecuali bertaubat dan menjadi salah satu penghuni di SurgaNya.
Ya, tentu saja kamu memiliki kesempatan yang sama sebagaimana manusia lainnya, selama kamu bersungguh-sungguh mengupayakannya.
Seperti orang yang bermaksiat, semua terjadi karena keinginan kuat untuk bermaksiat. Diawali oleh niat dan perencanaan yang matang. Bayangkan orang mencuri tanpa persiapan, bisa-bisa gagal. Orang berzina sekalipun, semua itu butuh keberanian.
Itu artinya maksiat pun tidak terjadi dengan sendirinya. Melainkan diawali oleh proses dan perencanaan berulang-ulang. Yang terjadi tanpa kamu sadari. Jika maksiat saja perlu usaha, apalagi taubat!
Banyak orang takut bertaubat hari ini, karena belum siap akan resikonya. Padahal bermaksiat pun mereka mendapati resiko yang sama, bahkan lebih. Misal, banyak orang yang kita temukan bunuh diri hanya karena diputuskan pacar. Karena tidak sanggup mengatasi rasa sakit hati yang besar. Tapi sampai detik ini, kita tidak temukan orang yang memutuskan bunuh diri karena dihina hijrahnya.
Putus cinta, sekalipun pelaku tidak melakukan tindakan bodoh, bunuh diri. Dia tetap akan merasakan sakit hati dalam waktu yang panjang. Berbeda dengan berbuat kebajikan. Semakin resikonya besar, semakin kuat iman mengakar.
Jadi kenapa menunda taubat karena berat, sementara maksiat justru lebih berat dan besar resikonya.
Begitupun dengan stigma negatif bahwa Islam mengekang kebebasan. Aturan Islam itu terlalu ketat. Apa-apa tidak boleh. Itu salah, ini salah. Asal tau saja, kemaksiatan justru yang paling mengekang kebebasan.
Seorang pelacur, pezina, pembunuh, dan pencuri. Mana ada yang berani melakukan aksinya terang- terangan. Bahkan hal terkecil seperti bohong saja, mana bebas kita mengatakan ke khalayak bahwa kita bohong. Hidup tidak akan tenang setelah bermaksiat. Hidup akan dipenuhi kegelisahan dan ketakutan.
Semakin besar Kemaksiatan yang kita lakukan, sebesar itu pula rasa ketidaktenangan. Jadi apakah kemaksiatan itu lambang kebebasan?
Sejauh ini, tidak ada orang yang salat menderita karena salatnya. Orang yang berjilbab menderita karena jilbabnya. Meski ia dicaci dan dihina sekalipun, hal itu justru semakin membuat dia semakin yakin akan keistimewaan Islam. Semakin bangga menjadi Muslim taat karena tau, hidayah ini harus dibayar mahal.
Semakin kokoh imannya. Semakin rendah hati dan semakin tenang hidupnya. Inilah yang disebut Islam itu sesuai dengan fitrah manusia.
Jadi tak perlu takut hijrah. Tak usah takut untuk memulai bertaubat. Yang perlu kamu risaukan itu, setelah membaca sampai kalimat ini, kenapa hati kamu belum juga tergugah?
Jangan-jangan hatimu sudah mati, karena telah terlalu lama mengingkari fitrahmu sebagai hamba. Terlalu lama hidup jauh dari aturan Tuhan. Jika benar, tidak salahnya kamu segera intropeksi diri! Sebelum terlambat. Wallahua'lam.*