Oleh: Eva Rahayu
Al Ghazali sepertinya tidak salah ketika ia memilih membentuk masyarakat yang baru daripada memperbaiki masyarakat yang sudah terlanjur rusak saat itu.
Ia tak menyerukan jihad kepada kaum muslimin meskipun tentara Salib sudah datang di beberapa wilayah kekhilafahan. Katanya, umat yang seperti mayat hidup tak mungkin diserukan jihad.
Ia memilih keluar dari madrasah bergengsi yang membesarkan namanya. Madrasah yang dibangun oleh Nizhamul Mulk, seorang menteri yang peduli terhadap pendidikan umat saat itu, yakni Madrasah Nizhamiyyah. Ia mengundurkan diri, melakukan pengembaraan, dan kembali ke desa kecilnya, Thus.
Ia merenungi kembali langkahnya, membersihkan jiwanya, makan dari tanah garapannya dan membangun ribath di samping rumahnya.
Ribath inilah yang menjadi cikal bakal madrasah-madrasah ishlah yang tersebar dari Mesir sampai Andalusia. Madrasah-madrasah yang melahirkan generasi baru, generasi Shalahuddin. Madrasah Qadiriyah di Baghdad, Madrasah 'Adawiyah di Jabbal Hakkar, Madrasah Suhrawardiyah, dan banyak lagi madrasah lainnya. Lima puluh tahun adalah masa yang harus ditempuh oleh para ulama untuk mengandung generasi tersebut dan melahirkannya.
Shalahuddin Ayub bukanlah sosok individual yang tiba-tiba muncul di tengah sengkarutnya keadaan. Shalahuddin adalah juru bicara dari sebuah generasi yang dilahirkan dari mujahadah jiwa yang panjang. Dari kerjasama yang solid dan ajaib antar para ulama dan masyarakat.
Saat itu, seorang wanita meminta mahar berupa tenaga suaminya. Untuk apa? Untuk ikut membangun madrasah. Saat itu umat begitu paham pentingnya ilmu sehingga mereka sangat memuliakan para ulama. Saat itu masyarakat berlomba-lomba menyumbangkan apa yang bisa disumbangkan untuk membantu perjuangan para ulama.
Karomah-karomah para ulama banyak terjadi. Berkah sekali. Tanpa jaringan telepon dan internet, Syaikh Abdul Qadir Al Jilani di Baghdad bisa mengkoordinir seluruh madrasah-madrasah ishlah, di kota-kota maupun di daerah pedalaman. Di daerah pegunungan Hakkar, banyak perampok bertaubat di bawah bimbingan Syaikh 'Ady. Tempat yang tadinya rawan kejahatan berubah menjadi tempat aman lagi berkah. Masya Allah.
Murid-murid dari madrasah ishlah tersebut menjadi generasi penggerak di tengah-tengah umat. Geliat ishlah pada diri umat terus terjadi. Ketika menjadi rakyat, mereka menjadi rakyat yang zuhud dan produktif. Ketika menjadi ulama mereka menjadi ulama yang zuhud dan komitmen dengan ilmu. Ketika menjadi pejabat pemerintah mereka menjadi pejabat yang zuhud dan amanah.
Hingga generasi baru tersebut pada akhirnya berhasil mengalahkan tentara Salib dan membebaskan kembali Al Quds. Semoga akan muncul lagi al Ghazali-al Ghazali lain yang membentuk masyarakat baru sehingga kebangkitan di tubuh umat dapat terwujud. Wallahua'lam. (rf/voa-islam.com)
*Sedikit catatan pribadi hasil membaca buku "Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib, Refleksi 50 Tahun Perjuangan Ulama Membangkitkan Umat" karya Dr. Irsan Majid Al Kilani.
Ilustrasi: Google