DINDA Hauw dan Rey Mbayang sempat menjadi buah bibir netizen. Pasalnya, dua sejoli ini mengaku melakukan taaruf sebelum melangkah ke gerbang pernikahan. Sontak, gaya taaruf mereka digadang-gadang sebagai sebuah tren baru bagi anak muda, terutama mereka yang semangat mengkaji Islam. Tidak berhenti di situ, banyak artis lain yang mengaku juga melakukan taaruf, bukan pacaran.
Dari postingan IGnya, Dinda Hauw menunjukan percakapannya dengan Rey di awal perkenalan. Rey menanyakan bagaimana kriteria suami Dinda, juga beberapa kali menelepon sebelum akhirnya berkunjung ke rumah Dinda untuk mengajak 'taaruf'. Hingga akhirnya khitbah diterima dan siap melangsungkan aqad nikah, dua sejoli ini sering saling menelepon.
Dalam kesempatan wawancara di Rein TV, Rey juga mengaku hanya pernah sekali kontak fisik dengan Dinda, yaitu melakukan tos tangan, tidak pernah lebih dari itu. Tentu masih jarang artis muda seusia Rey dan Dinda yang berani mengambil keputusan untuk menikah tanpa pacaran. Mengingat, keduanya pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan orang lain. Namun khusus untuk mencari pasangan hidup, Rey dan Dinda serius dengan tidak pacaran. Semua tahu, pacaran adalah budaya yang dianggap lumrah bagi penduduk Indonesia. Menerabas latar belakang agama, usia, pendidikan, dan adat.
Taaruf, Bentuk Intervensi Islam atas Budaya Pacaran di Indonesia
Meski mayoritas penduduknya adalah muslim, namun sampai tahun 1980-an Indonesia belum mengenal mekanisme taaruf. Hanya beberapa aktivis pergerakan Islam yang jumlahnya minoritas yang mengenal taaruf. Di Indonesia, pernikahan biasanya diawali pacaran atau model perjodohan ala Siti Nurbaya, di mana tidak ada keleluasaan untuk saling mempelajari visi pernikahan maupun untuk menolak jika ada ketidakcocokan. Tradisi perjodohan biasanya dikendalikan penuh oleh kehendak orangtua. Jarang ada ruang diskusi di sana.
Masuk ke tahun 2000an seiring menguatnya ghirah Islam di Indonesia, taaruf tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif bagi anak pergerakan saja. Banyak kalangan mengenal istilah ini dan menjadikannya sebagai cara yang syar'iy dalam menjemput jodoh.
Hari ini, ketika pacaran menjadi ajang memadu kasih, ajang khalwat (berduaan), ajang berzina, ajang pamer kemesraan, tentu memilih taaruf sebagai ikhtiar menuju pernikahan adalah sesuatu yang tidak mudah, lho.
Pacaran itu sudah membudaya. Saking mengakarnya budaya pacaran, sampai-sampai ada yang heran bila malam minggu tidak ada kekasih yang datang apel ke rumah. Seolah, memilih menjadi jomblo itu abnormal. Bahkan kadang orientasi seksual jadi dipertanyakan.
Kita sama-sama tahu, atas nama cinta, sudah banyak sekali remaja yang melakukan maksiyat. Atas nama cinta, tak terhitung lagi wanita yang hamil di luar nikah. Atas nama cinta pula, jutaan bayi dipaksa mati dengan aborsi, karena sang wanita dan lelaki masih sekolah, belum siap jadi ibu dan ayah.
Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita jengah. Kok bisa ya, kehidupan saat ini begitu bertolak belakang dengan Islam. Fakta bahwa Indonesia menjadi negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tidak serta merta menjadikan kehidupan warganya sesuai dengan Islam. Hm!
Ta'aruf Sesuai Syariat Islam
Ternyata menempuh ta'aruf itu tidak sekedar label 'tanpa pacaran', lho. Ada pakem syariat yang harus kita jalani supaya ta'aruf itu berkah. Ilmu sebelum amal.
Berikut adalah rambu-rambu syariat yang harus selalu kita pegang teguh sejak awal memulai ta'aruf:
1. Meluruskan Niat
Apa niat melakukan ta'aruf? Sudah seharusnya punya niat berikhtiar menikah dengan jalan yang diberkahi Allah. Bukan berniat main-main, bukan berniat mau pamer sudah menempuh jalan ta'aruf, bukan. Niatnya adalah untuk beribadah pada Allah. Sudah. Jangan belok ya. Kita butuh sering muhasabah untuk meluruskan niat kita.
2. Meminta Bantuan Perantara Yang Bisa Dipercaya
Ta'aruf dilakukan dengan perantara yang terpercaya, bukan menghubungi langsung orang yang hendak kita ajak ta'aruf. CV (biodata diri) masing-masing calon, diserahkan pada perantara dan diteruskan dengan saling menukar CV. Jika ada pertanyaan, bisa saling dilontarkan ketika bertemu dengan pendamping. Pihak perempuan didampingi oleh mahramnya, pihak lelaki didampingi oleh guru ngaji maupun sahabatnya.
3. Tidak Ada Khalwat Selama Prosesi Ta'aruf
Tidak ada interaksi berduaan selama ta'aruf berlangsung. Ketemuan di rumah, makan bareng di rumah, telponan, chat. Ini adalah konsekuensi dari Q.S. Al Israa ayat 32 dan larangan Rasulullah SAW atas khalwatnya lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Poin ini yang benar-benar harus dijaga. Karena tidak jarang, menelpon setiap hari maupun chat dengan kata-kata mesra, dianggap wajar karena sedang ta'aruf. Tidak boleh, ya. No debat. Ini Gusti Allah dan Kanjeng Rasul lho yang menggariskan.
4. Tidak Ada Ikhtilath (Campur Baur) Selama Ta'aruf Berlangsung
Jamak ditemui, karena menghindari berduaan, masing-masing pihak pergi makan dan hang out sambil mengajak teman masing-masing. Yang wanita, membawa teman wanitanya. Yang lelaki membawa beberapa teman lelakinya. Dengan dalih dalam rangka saling mengenal lingkaran pertemanan. Sungguh tidak ada yang demikian. Saat proses ta'aruf membutuhkan nadzor (pertemuan), maka wanita haruslah didampingi mahramnya yakni ayahnya atau pamannya atau kakak dan adik lelakinya.
5. Tidak Mengumbar Proses Ta'aruf
Jika ta'aruf sedang berlangsung. Masing-masing sedang mempelajari CV, atau sudah tahap istikharah menentukan untuk lanjut atau tidak lanjut, maka tidak boleh proses ini dilempar ke publik. Posting di IGS, di status WA, mengatakan sedang ta'aruf dengan A, B, C, dll tentu tidak boleh. Ini terkait penjagaan urusan pribadi dan menjauhkan kedua belah pihak dari fitnah publik.
6. Jangan Dulu Jatuh Hati
Tahan. Usahakan tidak jatuh cinta selama proses ta'aruf berlangsung. Karena rasa cinta bisa mengaburkan objektivitas. Mohon petunjuk pada Allah supaya kita dijaga dari fitnah.
7. Lanjutkan Atau Akhiri Dengan Baik
Jika satu pihak ingin melanjutkan proses, sementara pihak yang lain tidak ingin lanjut karena beberapa pertimbangan, maka sampaikanlah keputusan ini dengan bahasa yang baik. Pihak perantara bisa membantu menyampaikan keputusan masing-masing pihak.
8. Jangan Sakit Hati Bila Ditolak, Jangan Putus Asa Jika Prosesi Tidak Berlanjut
Ta'aruf dengan satu orang, itu ikhtiar. Jika tidak lanjut, maka jangan lembam. Kita bisa coba lagi. Jika kita adalah pihak yang ditolak, maka berbesar hatilah. Ini pentingnya jangan dulu jatuh hati selama prosesi, supaya jikapun tidak berlanjut, bisa segera sadar akan niat di awal.
Ikhtisar
Menikah dikatakan sebagai ibadah terpanjang dalam hidup. Karena bisa jadi kita menghabiskan sisa usia kita dengan pasangan kita. Rumah tangga bisa terasa semanis madu maupun segetir sekam, tergantung dengan siapa dan bagaimana kita menjalani pernikahan tersebut. Maka, memilih jodoh bukan perkara sepele. Kita butuh Allah untuk membimbing dan menjaga kita. Ta'aruf adalah gerbang yang dipilih untuk menjaga keberkahan pernikahan sejak awal. Karena semua yang dimulai dengan kebaikan, insyaa allah akan mendatangkan kebaikan.
Dengan rambu-rambu di atas, sebenarnya kita bisa menilai sendiri bagaimanakah status ta'aruf yang dijalani oleh publik figur, apakah sudah sesuai hukum syariat ataukah belum.
Namun, ketika ta'aruf menjadi pilihan banyak orang dibanding pacaran, tentu ini butuh diapresiasi. Apalagi jika niatnya memang menjauhi maksiat pacaran, dan menikah sesuai syariat Islam. Mana yang masih perlu diluruskan maka itu menjadi tugas kita semua untuk menyampaikan.
Urusan interaksi dua sejoli, laki-laki dan wanita, terutama di ruang publik, sebenarnya bukan lagi urusan individu. Masyarakat harus punya peran untuk menegur bila ada yang melakukan maksiat di lingkungannya. Jika ada muda-mudi non mahram makan berdua, bersentuhan fisik, apalagi berzina, tentu ini bukan urusan masing-masing lagi. Mencegah dari yang mungkar dan mengajak kepada kebaikan adalah karakter muslim yang Allah gelari sebagai umat terbaik. Sebagaimana firman Allah:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..." [Q.S. Ali Imran:110].
Saat ini, ketika urusan agama dipisahkan dari kehidupan, maka menegur dua insan non mahram yang sedang berkhalwat dipandang melanggar kebebasan individu. Padahal, ketika kemaksiatan dibiarkan, maka yang bedosa bukan hanya bagi yang bermaksiat, namun juga bagi yang mendiamkannya.
Abu Bakar radliyallahu‘anhu berkata pada sebuah hadits masyhÅ«r yang terdapat dalam kitab-kitab as-Sunan:
“Jika manusia (masyarakat) melihat kemungkaran, namun mereka tidak mengubahnya, maka Allah hampir meratakan mereka dengan siksa-Nya.”
Negara juga harus memberi sanksi tegas dan membuat jera bagi pelaku zina, agar berzina tidak lagi dipandang remeh. Supaya tidak ada lagi kehamilan di luar nikah dan bayi-bayi yang dibuang ke tempat sampah. Pacaran yang merupakan pintu gerbang zina, tentu harus dihilangkan sebagai budaya. Dengan begini, ta'aruf menjadi satu-satunya jalan berkah menuju nikah. Insyaa Allah.
(Ditulis oleh Eresia Nindia, Ibu dua anak tinggal di Tangerang. Analis geofisika BMKG, yang dulu menemukan jodoh dengan jalan ta'aruf)