Oleh:
Ana Nazahah || Pemerhati Remaja
SAHABAT Voa, pernahkah kamu bertanya bagaimanakah cinta kepada Rasulullah? Apakah boleh mencinta Rasulullah, merindukannya, di saat taat kita tak sempurna? Ada banyak alasan kenapa taat itu tertunda. Salah satunya karena lingkungan yang belum mendukung.
Masalah di atas banyak diperbincangkan dalam majelis-majelis ilmu. Khususnya di kalangan remaja yang sedang memulai hijrah. Kadang kita dapati remaja bertanya, salahkah mengidolakan Rasulullah di saat kita belum sepenuhnya taat akan perintahnya?.
Sebelum kita membahas pertanyaan di atas, ada baiknya kita pahami dulu makna cinta. Secara bahasa cinta itu adalah mahabbah. Berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan. Yaitu mencintai dengan penuh kerinduan.
Bagi umat Islam cinta yang dimaksud tidak lain adalah cinta kepada Allah SWT. Yaitu perasaan yang hanya berfokus kepadaNya. Sehingga darinya lahir pulalah cinta kepada RasulNya, berikut kepada syariatNya.
Ya, begitulah makna cinta yang tertuang dalam kitab Min Muqawimat Nafsiyah Islamiyah. Cinta yang terhubung dengan mafhum syar'i (pemahaman tentang alam, manusia dan kehidupan), mampu mendorong seorang hamba untuk taat, senantiasa mengharap ampunan, pahala serta ridha dariNya. Semakin besar cintanya, maka semakin taatlah ia. Sebagaimana firmanNya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يَّتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اَنۡدَادًا يُّحِبُّوۡنَهُمۡ كَحُبِّ اللّٰهِؕ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah." ( Al-Baqarah : 165).
Lalu bagaimana jika cinta itu belum lah membawa taat si hamba kepada RabbNya. Bolehkah ia memiliki rasa cinta tersebut? Kerinduan pada Rasulullah SAW?.
Kiranya firman Allah di surat At-taubah ayat 24 bisa menjadi jawaban.
قُلۡ اِنۡ كَانَ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ وَاِخۡوَانُكُمۡ وَاَزۡوَاجُكُمۡ وَعَشِيۡرَتُكُمۡ وَ اَمۡوَالُ ۨاقۡتَرَفۡتُمُوۡهَا وَتِجَارَةٌ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيۡكُمۡ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَ جِهَادٍ فِىۡ سَبِيۡلِهٖ فَتَرَ بَّصُوۡا حَتّٰى يَاۡتِىَ اللّٰهُ بِاَمۡرِهٖ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِيۡنَ
"Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."
Begitulah, Allah tau. Apa-apa yang menghambat taat kita. Penyebab taat itu tertunda. Tidak lain adalah dunia dan perhiasaannya. Sesuatu yang membuat lalai. Dan Allah tegaskan kita di akhir ayat tersebut. Dengan ancaman "Tidak memberi petunjuk." Naudzubillahi min dzalik.
Karena itu sahabat, cinta kepada Rasulullah selalu bermakna cinta dalam ketaatan atau bergegas menuju taat. Sebaliknya, ketidak-tatan, dan menunda taat menunjukkan kaidah kausul yang menyebabkan hilangnya cinta. Jadi, bukan tidak boleh mencinta Rasulullah pada saat kita masih menunda taat. Hanya saja, perlu diperjelas lagi, apakah itu benar-benar cinta? Wallahualam.*