Oleh: Habib Adnan Al Afghanilany
Ada seorang shahabiyah penduduk Makkah yang jenaka. Dan selalu membuat orang tertawa. Turut berhijrah, demikian disebutkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya.
Begitu tiba di Madinah, dia tinggal dan menjadi akrab dengan perempuan Anshar yang sifatnya sama seperti dirinya, yakni lucu dan membawa suasana gembira.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun tersenyum melihat mereka dan bersabda,
الأرواح جنود مجندة ما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف
"Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan. Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut. Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih". (HR. Muslim, No 6376)
Kenapa kita dianggap saudara ? Oleh baginda Rasulullah tercinta. Karena kita begitu kepada Rasulullah begitu cinta. Dan cinta itu membawa kepada amalan satu frekwensi.
Mereka yang satu frekwensi amalan, akan betah bersama. Mereka yang memilih amalan berbeda. Dalam frekwensi yang berbeda. Akan berpisah untuk sementara. Sampai amalan mereka, kembali menemukan fikiran dan hati untuk bersama.
Mengira, menyamakan visi hanya dengan pikiran dan kefahaman ilmu saja. Akan kecewa. Karena ruh disatukan oleh kesamaan amalan taqwa.
Dalam ukhuwah mereka bisa. Saling memuliakan antar mereka. Dalam amal nyata. Akhirnya menemukan jalan yang berbeda. Sesuai frekwensi amalan pilihannya.
Lihatlah, yang ahli tahajud dalam kualitas yang nyaris sama. Akan mudah untuk beramal bersama. Sementara mereka yang dengan tilawah suka. Akan menjadi teman setia. Ahli sedekah dengan sesama ahli sedekah, akan selalu berjumpa.
Bukan beda pemahaman yang membuat jalan berbeda. Tapi amalan berbeda, yang dengannya membuat pemahaman menjadi tak sama.
Bukankah amalan diawali dari kefahaman bermula ? Ya, namun ketika kefahaman tak berwujud dalam amalan nyata. Akan terpisah secara kauniyah segera.
Suami istri yang satu kefahaman awalnya. Akan terpisah, jika amalan mereka berbeda. Jika tidak terpisahkan di dunia. Di akheratnya pun akan terpisahkan jua.
Tertatih kita berlatih mendekati amalan para sahabat mulia. Agar berada dalam frekwensi sama. Dan memandang dunia dalam sudut yang sama pula. Agar kelak akhirnya bersua.
Semoga lelah untuk meneladani mereka. Berujung hadiah istimewa. Bersama ar rafiiqul a'la. Para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin yang mempesona. [PurWD/voa-islam.com]