Oleh:
Sanya Khaerunnisa || Mahasiswa S1 Universitas Indonesia
“Alaah… Jangan bawa-bawa agama.” Kalimat itu memang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Agama dan politik adalah hal berbeda yang harus dipisahkan, agama hanya mengatur hubungan spiritual manusia dengan tuhannya dan perdamaian dunia hanya akan dicapai saat Tuhan serta agama tidak dibawa ke dalam kehidupan dunia. Seperti tujuan dan misi persaudaraan dari kedatangan Paus Vatikan ke Uni Emirat Arab pada 2019 lalu.
Pengaitan agama dalam politik dikatakan akan merugikan, tidak hanya bagi tokoh agama yang bersangkutan melainkan juga masyarakat. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah beberapa contoh pemikiran yang kita kenal dengan istilah "sekuler" yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Nah, apakah kita sebagai Muslim juga boleh memiliki pemikiran demikian?
Coba kita bayangkan, bagaimana jadinya jika aktivitaskita sehari-hari dipisahkan dari agama, agama hanya dipakai saat beribadah saja. Misal: di negeri kita yang mayoritas Muslim ini ternyata saat bermuamalah masih banyak yang mengandung unsur ribawi. Saat bergaul, masih banyak yang tidak menutup aurat dan masih ada yang pacaran.
Saat ke sekolah, masih banyak yang suka menyontek demi nilai bagus, masih banyak praktik KKN hanya karena ingin masuk sekolah favorit. Saat di pemerintahan, mungkin kita sudah bosan melihat berita wakil rakyat yang melakukan praktik korupsi, memaksakan suatu UU disahkan meskipun menyengsarakan rakyat dan harus rela menjual kekayaan alam kepada pihak asing. “Alaah… jangan bawa-bawa agama.” Saat dinasihati karena itu dosa.
Sebagai seorang Muslim, ketika kita sudah bisa menjawab pertanyaan mendasar tentang kehidupan, "Dari mana, untuk apa, dan akan kemana kita setelah hidup?" maka kita akan menemukan jawaban yang jelas bahwa kita diciptakan Allah, untuk beribadah dan akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan amalan kita di dunia. Jika demikian, tentu kita tidak bisa sembarangan beribadah dan melakukan amalan tanpa ada aturan atau panduan, karena bisa-bisa kita menjadi seperti impostor. Maka, karena Islam aku enggak jadi impostor.
Sayangnya sebagai seorang yang mengaku Muslim, seringkali kita menutup telinga dan mata, tidak mau diatur dengan aturan yang lahir dari Pencipta kita, yaitu Allah SWT. Alhasil wajar saja jika akhirnya permasalahan kita tidak pernah selesai dengan tuntas. Akan muncul banyak pertentangan dan perbedaan, sama-sama merasa paling benar, karena hanya berlandaskan pada akal dan hawa nafsu manusia.
Jika saja kita mau diatur dengan aturan Allah (Hukum Syara') insyaAllah keberkahan akan datang dari langit dan bumi. Lalu apa bedanya Islam dengan agama yang lain? bukannya agama itu sama-sama mengajarkan kebaikan? Nah, ayat di bawah ini bisa jadi hujjah bahwa Islam sesungguhnya berbeda dengan agama lain dan Islam merupakan agama yang benar. Allah SWT berfirman dalam Surah Ali-Imran ayat 19 yang artinya, “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.”
Begitu juga dalam Surah Ali-Imran ayat 85 yang artinya, “Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Selain itu, Islam adalah agama yang sempurna, Islam tidak hanya mengatur urusan akidah ruhiyah yang hanya menyangkut ibadah ritual (shalat puasa haji dan lainnya) tapi juga akidah siyasiyah (politik, terkait dengan pengaturan urusan umat). Maka Islam itu bukan sekadar "agama" tapi merupakan ideologi atau mabda yang darinya itu terpancar sistem kehidupan (way of life).
Aturan-aturan dalam Islam juga berbeda dengan agama lain yang sumber aturannya lahir dari buatan manusia, yang terkadang berubah-ubah. Sedangkan nilai-nilai dan aturan-aturan Islam tidak mengalami perubahan. Hukum Islam adalah hukum yang konstan, tidak berubah karena tempat dan waktu. Contoh: hukum shalat dan zakat berlaku bagi siapapun yang beriman. Islam itu kamil (sempurna), syumul (menyeluruh), ‘alamiyah (universal), insaniyah (manusiawi), aplikatif (dapat diterapkan) dan tetap (tidak berubah). Manusia punya kebutuhan jasmani dan naluri yang menuntut pemenuhan yang harus diselesaikan dan tidak bisa selesai hanya dengan ibadah ritual saja.
Islam memiliki aturan yang sangat lengkap dalam berbagai aspek kehidupan. Islam secara rinci mengatur hubungan manusia dangan Allah (ibadah), manusia dengan dirinya sendiri (pakaian, makanan/minuman, akhlak) dan manusia dengan manusia lain (muamalah dan uqubat: sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem sosial, sistem pemerintahan, sistem hukum).
Jadi, ketika kita mengaku sebagai seorang Muslim, mengaku beriman, maka sikap kita tidak lain adalah harus mau tunduk dan taat tanpa nanti serta tanpa tapi terhadap aturan dari Pencipta kita.*