Oleh: Tri Purwasih
Situs pornografi kian marak dan mudah diakses oleh semua kalangan, tidak terkecuali kalangan pelajar yang masih di bawah umur. "Penyelidikan terhadap grup WhatsApp (WA) berisi konten-konten porno yang adminnya dua pelajar SMP di Batam terus berlanjut di Polda Kepri. Fakta baru terkuak dari kasus ini adalah member atau anggota grup WA yang rata-rata pelajar di bawah umur itu terus bertambah setiap harinya. Mirisnya, member saling memasok konten porno ke grup itu." (batampos.co.id, 3/2/2021)
Kasus serupa juga pernah terjadi beberapa tahun silam. Tetapi tidak seheboh sekarang dan hanya selesai dengan dikeluarkannya beberapa siswi yang terlibat dari sekolah. Kasus pornografi yang melibatkan remaja seperti fenomena gunung es. Yang tampak hanya puncaknya saja. Akan tetapi kasus yang sebenarnya jauh lebih besar dan banyak yang tidak terekspos. Dan ini baru yang terjadi di Batam, belum di kota-kota yang lain.
Banyak faktor yang melatarbelakangi kasus-kasus serupa terulang. Kurangnya penanaman akidah oleh orang tua pada anak sedari dini. Islam dianggap sekedar agama ritual belaka yang hanya mengatur shalat, zakat, puasa dan ibadah-ibadah ritual. Padahal Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap untuk mengatur kehidupan.
Orang tua lebih merasa khawatir anaknya ikut kajian-kajian keislaman daripada pergi ke mall. Standar perbuatan tidak lagi sesuai aturan Islam. Halal haram tidak lagi dihiraukan. Pandangan masyarakatlah yang menjadi acuan. Kondisi inilah yang membuat anak-anak tidak mengerti mana perbuatan yang dibenarkan dan mana dilarang agama. Rasa takut akan dosa sudah lenyap. Rasa malu pun entah tidak tahu rimbanya.
Kurikulum pendidikan yang berbasis sekuler juga ikut menyuburkan munculnya kasus-kasus pornografi. Pelajaran agama hanya dua jam dalam sepekan. Itupun hanya membahas bab-bab taharah, shalat, puasa, huruf hijaiyah dan tajwid. Meski ada pelajaran akhlak, hanya sekadar penyampaian materi tanpa berbekas pada diri anak.
Diperparah adanya pandemi yang memaksa anak untuk belajar secara daring. Sehingga setiap hari, anak-anak harus berurusan dengan gadget. Pengawasan orang tua yang kurang, apalagi jika kedua orang tuanya bekerja. Anak akan lebih leluasa dalam menggunakan gadget. Padahal konten-konten porno beredar dengan leluasa di media sosial.
Berharap penyelesaian kasus pornografi dalam sistem saat ini seperti pepatah "Bagai pungguk merindukan bulan". Terbukti dengan terus terulangnya kasus yang sama.
Hanya Islamlah yang memiliki solusi yang dapat menumpas kasus ini dan mencegahnya kembali terulang. Kenapa hanya Islam yang memiliki solusinya? Karena Islam adalah agama yang diturukankan Allah, Sang Khaliq. Islam memiliki seperangkat aturan yang fundamental, yang dapat menyelesaikan semua permasalahan hingga tuntas.
Bagaimana Islam mengatasi kasus-kasus pornografi?
Pertama, penanaman dan penguatan akidah yang dimulai dari lingkup keluarga. Orang tua memiliki peran penting dengan menanamkan akhlak dan membentuk pola pikir serta pola sikap Islam pada anak. Membiasakan aktivitas-aktivitas dirumah yang membentuk ketaatan kepada Allah. Seperti tilawah, muroja'ah atau ikut kajian keislaman.
Kedua, kurikulum pendidikan berbasis Islam. Landasan kurikulum pendidikan Islam adalah akidah Islam yang bertujuan membentuk generasi berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan umum. Hal ini untuk membentuk generasi yang beriman dan bertakwa serta selalu terikat pada hukum syara.
Dalam proses belajar mengajar, guru tidak sekedar mentransfer ilmu tetapi juga membimbing. Guru merupakan orang tua kedua anak di sekolah. Sehingga guru harus memiliki akhlak yang baik agar menjadi panutan.
Ketiga, pentingnya kerjasama antara keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Mendidik generasi penerus bangsa bukanlah hal yang mudah dan bukan hanya tugas orang tua dan guru saja. Beban dan tanggujawabnya sangat berat sehingga perlu adanya peran masyarakat dan negara.
Masyarakat berperan sebagai pengontrol. Masyarakat tidak boleh acuh dengan rusaknya pergaulan, justru harus saling mengingatkan. Negara memiliki peran yang jauh lebih krusial yakni sebagai pembuat kebijakan. Negaralah yang memiliki wewenang untuk mencegah dan memberikan sanksi yang tegas serta memberikan efek jera bagi pelaku pornografi.
Keempat, negara harus mengontrol media televisi, media cetak maupun media sosial. Negara harus melarang tayangan-tayangan yang mengandung konten-konten pornografi atau yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Memblokir semua situs-situs yang berbau pornografi. Melakukan sensor pada semua tayangan yang akan ditampilkan di media televisi maupun media sosial. Melarang majalah, koran, siaran televisi dan situs-situs milik asing untuk beredar bebas.
Terbukti hanya Islamlah yang memiliki solusi yang dapat menuntaskan kasus-kasus pornografi yang melibatkan remaja. Karena Islam memiliki aturan yang jelas, tegas dan aplikatif. Wallahu A'lambishhawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google