Oleh: Fitri Suryani
Berita terkait artis dan narkoba bukan hal yang asing didengar. Barang haram tersebut seakan sulit dihindari di kalangan artis. Apalagi kebanyakan dari mereka memiliki harta yang berkecukupan bahkan berlimpah untuk mendapatkannya.
Belum lama ini, Nia Ramadhani ditangkap polisi terkait narkoba. Ia diamankan bersama sang suami, Ardi Bakrie, dan sopirnya, ZN. Tentu bukan hanya mereka, ada beberapa artis tersandung narkoba bersama pasangan. Pasangan artis kebanyakan terciduk bersama saat sedang mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Mereka di antaranya: Lucinta Luna dan Abash, Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah, Nunung dan Iyan Sambiran, Tora Sudiro dan Mieke Amalia, Dhawiya dan Muhammad. Kalau sudah seperti itu, masih patutkah mereka dijadikan panutan oleh para penggemar yang tak jarang mengidolakan para artis tersebut?
Alasan Artis Terjerat Narkoba
Penyebab para public figure terseret narkoba tentu beragam alasannya. Namun jika ditelisik penyebabnya, tidak sedikit dari mereka masih bingung dengan standar kebahagiaan yang hakiki. Seolah-olah dengan menggunakan barang haram tersebut dapat menghilangkan beban hidup dan memperoleh kebahagiaan. Padahal semua itu hanya bersifat semu. Jadi walau mereka memiliki harta yang berlimpah, tapi sayangnya tidak membawa kepada ketaatan dan malah menyeret mereka ke lembah hitam yang membawa kesengsaraan.
Selain itu, tak sedikit pula di kalangan artis yang bersikap hedon atau menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Sehingga seakan wajar jika harta yang mereka miliki digunakan untuk kesenangan sesaat, bahkan tak sedikit menjerumuskan dirinya pada kemaksiatan.
Tak hanya gaya hidup yang penuh hura-hura, pergaulan di kalangan artis pun seringkali tidak sehat. Kasus artis terjerat narkoba dan dibui sudah sering, bahkan tak sedikit yang melakukannya secara berulang. Namun, sayangnya hal itu belum membuat efek jera.
Ini tentu menjadi pertanyaan besar, apakah sanksi yang ada belum mampu memberi efek jera baik bagi pelaku atau orang lain yang memiliki keinginan serupa? Mengingat angka pengguna narkoba di Indonesia terus naik dalam dua tahun terakhir berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak 2017 sampai 2019. Angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2017 sebesar 3,3 juta jiwa dengan rentang usia 10 sampai 59 tahun. Tahun 2019 naik menjadi 3,6 juta (Cnnindonesia.com, 26/06/2020). Miris!
Tentu ini menjadi kerja berat bagi pihak kepolisian dalam memutus mata rantai peredaran narkoba. Begitu juga dengan para penegak hukum untuk tidak segan-segan memberikan hukuman yang seberat mungkin bagi pengguna, pengedar terlebih bagi produsen. Dalam hal ini pun peran masyarakat juga penting dalam membantu meminimalisir terjadinya penyalahgunaan dan peredaran narkoba dengan turut andil dalam mengontrol keadaan di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
Padahal penggunaan barang haram tersebut telah jelas efek negatifnya. Sebagaimana dikutip dari Alodokter.com (08/03/2021) berbagai efek yang ditimbulkan dari penggunaan narkoba berkaitan erat dengan risiko terjadinya gangguan kesehatan bagi penggunanya. Adapun beberapa risiko kesehatan yang dapat muncul: Pertama, gangguan fungsi otak. Kedua, dehidrasi. Ketiga, bingung dan hilang ingatan. Keempat, halusinasi. Kelima, kejang dan kematian. Keenam, gangguan kualitas hidup.
Islam Mendudukkan Narkoba dan Hukumnya
Para ulama sepakat haramnya mengonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Di samping itu pula dari Ummu Salamah, ia berkata,“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud dan Ahmad). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.
Sementara itu, dalam Islam hukuman bagi orang yang mengonsumsi narkoba disamakan dengan para peminum khamr, hukumannya adalah ta’zir, yaitu hukuman yang belum ditetapkan syariat batasannya dan diserahkan kepada khalifah. Ta’zir ini bisa berupa penjara, cambuk, sampai hukuman mati, tergantung kepada kasus yang menimpanya dan dampak kerusakan yang ditimbulkannya.
Sedangkan hukuman bagi produsen dan pengedar narkoba para ulama menyatakan bahwa hukuman para produsen dan pengedar narkoba yang menyebabkan kerusakan besar bagi agama bangsa dan negara khususnya generasi muda yang menjadi tulang punggung bagi kehidupan bangsa adalah hukuman mati.
Hal itu didasarkan pada surah Al-Maidah ayat 33 “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.”
Pada ayat di atas menunjukkan bahwa yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi salah satu hukumannya adalah dibunuh. Karena itu, memproduksi dan mengedarkan narkoba sesungguhnya akan membuat kerusakan yang sangat besar kepada generasi suatu bangsa. Perbuatan seperti itu pun merupakan salah satu bentuk memerangi ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka hukumannya adalah dibunuh berdasarkan ayat di atas.
Oleh karena itu, seyogianya perlu kerja keras dan sinergi antara peran individu dengan membangun ketakwaan diri, ditambah lagi kontrol masyarakat dengan adanya budaya amar makruf nahi mungkar dan tak kalah penting peran negara yang memiliki kekuasaan dan kekuatan hukum dalam menjatuhkan sanksi yang berat bagi pengguna, pengedar, terlebih produsen narkoba. Karena dengan begitu generasi saat ini dan yang akan datang bisa terjaga akal dan jiwanya. Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
ILustrasi: Google