Oleh:
Azrina Fauziah || Pegiat Literasi dan Pemerhati Remaja
KAWASAN jalan Sudirman, Jakarta Pusat, belakangan ini sedang rame loh guys. Jalan yang biasa rame karna menjadi lokasi strategis pusat bisnis Ibu Kota Jakarta kini jadi tempat berkumpul para remaja yang berasal dari Citayam, Bojonggede, Depok dan sekitarnya. Alasan para remaja ini berkumpul dari sekedar jajan, nongkrong, cari gebetan hingga berpakaian fashionable layaknya para model catwalk. Kemudian fenomena ABG Citayam ini disebut dengan Citayam Fashion Week.
Aksi remaja yang berkumpul di ruang terbuka dan berpakai nyetri ala model ini pun mendapat sambutan yang positif dari berbagai kalangan. Dari kalangan artis, Gubernur hingga sekelas Menteri.
Dikutip dari suara.com, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengomentari kehadiran anak-anak SCBD merupakan kegiatan positif yang bisa membantu usaha mikro kecil menengah (UMKM). Ia juga menegaskan kehadiran mereka tidak perlu dikhawatirkan, “Tugas kita bersama adalah memberikan edukasi yang baik sehingga bisa menghasilkan karya kreatif dan cuan” ungkapnya.
Meski dinilai positif oleh sebagian pihak, ternyata Citayam Fashion Week juga memiliki sisi gelap. Sebuah video yang diunggah di akun TikTok @bumimamba pada Senin (18/7/2022), memperlihatkan sejumlah remaja yang tidur bergeletak di pinggir jalan seusai menyaksikan ajang fashion week pada malam sebelumnya. ABG ini terpaksa tidur di pinggir jalan karna tertinggal kereta sehingga harus mengginap agar dapat kereta di pagi hari (dobrak.co)
Hmm, ternyata fenomena ABG fashionabel yang punya sisi keviralan ini juga memiliki sisi gelap ya. Sebetulnya fenomena apa sih ini? Kenapa para remaja kita begitu tertarik dengan pakaian yang bermodel.
Kalau berbicara Street Fashion, culture ini sudah lebih dulu ada di Eropa maupun Amerika. Harajuku yang ada di Jepang misalnya merupakan contoh fashion jalanan yang mengadopsi culture dari Barat. Hal ini tidak menjadi hal asing jika kemudian remaja Citayam membebek untuk membuat ruang berekspresi bagi sesama muda-mudi pinggiran Kota Jakarta.
Komoditas Food, Fun dan Fashion memang santer dipasarkan oleh pasar global kapitalis. Gerakan global tersebut berasaskan sekuler dan mengagung-agungkan kebebasan. Gerakan ini juga menawarkan kesenangan western yang dikemas melalui makanan, hiburan maupun pakaian. Maka wajar bila nilai Halal-Haram tak lagi dilihat.
Ditambah lagi dengan perawakan remaja yang merupakan anak baru gede dikenal memiliki jiwa pencarian jadi diri dan eksistensi yang tinggi. Mereka mengidentifikasi diri dengan hal yang mereka sukai, salah satunya ialah dengan bergaya. Walhasil di sistem kapitalisme ini mereka berkolaborasi dan menciptkan fenomena subkultural pinggiran kota besar. Para remaja pun menjadi sapi perah brand lokal UMKM untuk menjadi pasar outfit mereka. Tak heran remaja ini akan merogoh kocek terdalam mereka. Padahal kita tahu remaja tak berpenghasilan tetap namun masih saja jadi incaran para kapitalis.
Pemuda memiliki potensi yang sangat besar sangat disayangkan jika potensi mereka hanya berkutat dengan kongkow, bergaya dan menjadi konten kreatif saja. Pemuda dikenal memiliki semangat yang luar biasa. Pemikirannya cemerlang, inovatif serta kreatif maka potensinya tentu akan dapat membawa perubahan ke masa depan. Seperti pernyataan Bung Karno mengenai pemuda, “berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Pemuda juga merupakan penerus estafet perjuangan Islam. Apalagi Indonesia yang kini sedang mendapatkan potensi bonus demografi akan sangat berpengaruh pada masa depan Indonesia kedepan yakni membangun negeri yang mengemban dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin sehingga menurutkan rahmat Allah dari langit maupun bumi. Namun itu hanya mimpi jika negeri kaum muslim masih saja menerapkan sistem sekuler kapitalisme yang menilai pemuda sebagai buruh pengumpul dana pemodal. Mereka yang berusia produktif hanya akan dijadikan sapi perah bagi pemilik modal.
Berbeda dengan Islam, Islam memandang pemuda sebagai aset besar dalam melanjutkan perjuangan Islam maka segala bentuk potensi mereka akan diarahkan kepada hal positif. Pemuda akan dididik oleh negara dengan akidah Islam ini selaras dengan pendidikan di sekolah mereka. Pendidikan Islam tidak akan hanya mendidik mereka dengan mata pelajaran sekolah namun juga ilmu agama, ilmu rumah tangga serta dibekali dengan ilmu praktis agar dapat menjalani hidup dengan tepat.
Pendidikan Islam juga akan menggratiskan sekolah sehingga rakyat secara keseluruhan dapat mengenyam pendidikan. Pendidikan gratis ini berasal dari kas baitul mal yang bersumber dari SDA. Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi para lulusan dan para ayah agar dapat menafkahi keluarganya. Pemuda Islam pun akhirnya siap menyongsong masa depan yang jelas dan berfokus dengan tugas mengemban dakwah Islam ke suluruh penjuru dunia. Waallahu’alam bishawab.*