Oleh: Choirin Fitri
Ngobrolin dunia politik itu ngeri-ngeri sedap ya, Bestie? Pasalnya, saat ini dunia perpolitikan negeri +62 sedang karut marut nggak karuan. Ada banyak punggawa negeri yang tersangkut kasus korupsi, ada yang ketahuan melakukan zina, ada yang zalim pada rakyatnya seperti menaikkan harga BBM, dan berbagai hal yang nggak oke punya.
Rasanya jadi malas banget ngomongin politik. Kayaknya mending ngomongin yang challenge atau artis viral di medsos. Iya nggak sih?
Eh, hati-hati kalau kita tetiba udah nggak peduli lagi dengan urusan politik bangsa ini. Why? Because, we are the agent of change. Kita para pemuda ini adalah agen perubahan. Selain itu, kita adalah ujung tonggak masa depan negeri ini. Nah, kalau kita nggak peduli dengan politik, bisa berabe ini urusan.
Emang sih saat ini pengertian yang viral di tengah masyarakat politik adalah arena berebut kekuasaan. Prinsipnya pun mengerikan, "nggak ada teman dan musuh abadi dalam dunia politik". Efeknya lebih ngeri lagi, bisa berubah-ubah jadi teman atau musuh tergantung kepentingan. Mungkin inilah yang ngebuat generasi saat ini cukup alergi dengan dunia politik. Iya nggak, Bestie?
Apalagi para pemuda dalam sistem demokrasi saat ini sering dijadikan tambal butuh. Hanya dibutuhkan untuk menambal suara saat pemilu. Setelahnya suaranya yang mengoreksi penguasa nggak digubris bahkan ada beberapa yang dibungkam. Miris!
Selain itu, pemuda juga sering hanya jadi pendorong mobil mogok. Kalau para calon punggawa negeri butuh dukungan, pemuda dicari. Eh, giliran sudah jadi mereka ditinggalkan dan hanya diberikan asap tebal kerusakan karena efek liberalisasi pergaulan yang nggak dicegah. Seduh banget ya?
Makanya, Bestie, sebagai pemuda muslim kita kudu alias wajib paham apa sih politik menurut Islam? Apakah arena perebutan kekuasaan atau apa?
Eh, ternyata setelah dipelajari politik dalam Islam bukan sekadar perebutan kursi kekuasaan. Malah ketika banyak baca sejarah para pemimpin muslim ketika mereka mendapatkan kekuasaan bukannya gembira, malah sedih. Mengapa? Karena kekuasaan yang mereka miliki bakal dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Jika mereka amanah, surga menanti. Sebaliknya, jika mereka berhianat, neraka siap menyambut. Nauzubillahimindzalik.
Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Dalam buku-buku para ulamasalafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Kata sasa-yasusu-siyasatan yang berarti memegang kepemimpinan masyarakat, menuntun atau melatih hewan dan mengatur dan memelihara urusan.
Perlu digarisbawahi bahwa politik (siyâsah) adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam pengaturan tersebut (An Nabhani, 2005). Dapat disimpulkan bahwa politik Islam berarti pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri dengan hukum Islam. Bukan hukum buatan manusia seperti saat ini.
Nah, jelas dan terang benderang kan bahwa fungsi kekuasaan dalam Islam sejatinya untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Bukan hukum yang lainnya. Ini berarti jika kita mau menjadi politisi atau pejabat kudhu siap menerapkan hukum-hukum Allah, bukan malah melanggarnya atau sibuk mempersekusi syariat Allah yang terjadi saat ini.
Allah berfirman dalam surah Al-An'am ayat 57 yang berbunyi:
قُلْ اِنِّيْ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَكَذَّبْتُمْ بِهٖۗ مَا عِنْدِيْ مَا تَسْتَعْجِلُوْنَ بِهٖۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗيَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِيْنَ
"Katakanlah (Muhammad), “Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”
Inilah bukti konkret bahwa Allah-lah Asy-Syari', penetap hukum. Bukan manusia.
Bestie, dari sini kita bisa melihat bahwa Allah menginginkan kita selalu terikat dimana pun kita berada. Baik saat kita sendirian, bermasyarakat, hingga bernegara. Sehingga, Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna juga mengatur urusan politik.
So, jangan alergi dengan dunia politik ya! Kelak di tangan kitalah para pemuda yang melanjutkan estafet kepemimpinan. Namun, jangan ikutan para polisi kekinian yang nggak mau menerapkan hukum Allah. Jadikan Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib) serta para Khalifah sesudahnya sebagai teladan kepemimpinan. Oke? Sip! (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google