Oleh: Gayuh Rahayu Utami
Dunia dewasa ini tidak bisa lepas dari era digital yang semakin marak. Segala sesuatu menggunakan gawai yang mudah diakses mulai dari internet untuk mengerjakan tugas sekolah, kuliah, bahkan dalam hal berbelanja pun akses semakin mudah. Tanpa perlu ke toko, tinggal tekan barang apa yang kita inginkan kemudian membayar lewat Cash on Delivery atau biasa disingkat COD atau lewat transfer antar bank dan aplikasi e-wallet.
Adapun yang sedang ramai digunakan oleh sebagian besar rakyat yang prioritas adalah kalangan pemuda adalah menggunakan sistem pembayaran paylater atau bayar nanti. Fakta di lapangan, konsumen membeli barang yang dikehendaki kemudian bayarnya tidak langsung pada saat itu melainkan sesuai yang ditentukan oleh pihak aplikasi toko yang telah dipilih. Bisa pekan depan atau bulan sistem bayarnya. Jika ada keterlambatan untuk membayar maka dikenakan denda. Fenomena paylater menjadi sistem belanja virtual yang paling diminati oleh kalangan muda. Walau isi dompet mereka pas pasan, mereka bisa saja belanja apa saja sepuasnya karena menggunakan paylater yang sekilas memang memudahkan para konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan.
Untuk mendapatkan barang yang diinginkan, para konsumen diberikan fasilitas pinjaman online atau pinjol di mana diiming-iming dengan bunga rendah dan proses pencairan mudah. Akhirnya terjadi kebiasaan yang tidak baik, lalu muncul adanya sikap konsumerisme dan hedonisme yang menimbulkan sebagian besar rakyat maupun pemuda terjebak dalam rentenir gaya baru.
Hal ini tentu bisa membahayakan generasi muda yang mengakibatkan tidak bisa membedakan mana keinginan mana kebutuhan. Dalam sistem kapitalisme saat ini, negara membiarkan rakyatnya untuk mengakses paylater tanpa rambu-rambu dan memberikan edukasi dampak yang ditimbulkan akibat program beli sekarang bayar belakangan. Pinjaman pun identik dengan berbasis riba yang menimbulkan kemurkaan di hadapan Allah. Sistem hari ini terbukti nyata menghalalkan riba. Masyarakat memandang riba adalah hal yang biasa dan jika tidak melakukan transaksi riba berpikir tidak mempunyai apa-apa dari sisi harta kepemilikan.
Pola gaya hidup hedonisme makin menjamur di negeri ini akibat kemudahan teknologi yang tidak diatur oleh aturan Islam. Padahal sejatinya Islam untuk menghadapi teknologi modern, negara wajib memberikan pengarahan kepada rakyatnya agar digunakan dengan sebaik mungkin. Tidak boleh masuk adanya transaksi haram dan tontonan yang tidak senonoh. Konten yang disampaikan adalah didominasi berupa tontonan yang mencerdaskan umat. Jika ada tontonan ataupun aplikasi yang menyimpang dari syariat, negara mencabut perizinan akan keberadaan aplikasi atau tontonan yang merusak akidah umat. Negara memberikan perlindungan total agar terjaga moral rakyat.
Selain dari sisi perlindungan dari aspek teknologi, negara memberikan pendidikan yang mumpuni terhadap rakyat atau generasi muda dengan sistem pendidikan Islam sehingga terbentuk kepribadian Islam. Generasi Islam akan dibentuk pola pikir dan juga pola sikapnya sesuai dengan Islam sehingga generasi Islam akan menempatkan antara kebutuhan dan keinginan agar berjalan sesuai dengan syariat Islam, sehingga sikap-sikap hedonis tentu akan bisa dicegah. Betapa berkahnya jika aturan Islam sebagai jalan hidup dan diterapkan dari segala aspek. Kehidupan rakyat menjadi sejahtera lahir batin jika Islam sebagai pandangan hidup bernegara bukan dibatasi sebagai agama ritual semata. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google