Oleh: Aily Natasya
Sesuatu yang dilarang agama dijadikan konten. Sudah banyak hal seperti itu terjadi dunia perkontenan. Banyak content creator yang rela melakukan apapun demi mendapatkan viewer dan perhatian yang banyak dari publik. Tidak hanya tindakan yang menuai pujian, namun juga tindakan yang penuh kontroversi. Ya, karena perhatian publik memang sering mudah didapatkan dari dua hal tersebut.
Baru-baru ini ada seorang content creator yang membuat konten ketika ia sedang makan. Tapi bukan hanya sekedar makan, loh. Isinya tentang ‘pertama kali mencoba makan kulit babi’. Nggak akan masalah kalau orang yang bikin konten makan babi ini non-Islam. Nah, ini Islam. Secara sadar dia mengatakan bahwa dia sedang melanggar aturan agama Islam. Dan di akhir video dia bilang apa? Itu cuman konten. Pertanyaannya, apakah karena ini hanya konten lantas ia terbebas dari dosa memakan babi? Kan, nggak. Tetap dosa. Karena nggak ada, tuh, di Islam mengharamkan makan babi kecuali keadaannya dia sedang membuat konten (emot nangis).
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Ma’idah: 3).
See? Coba dokus di kalimat terakhir terjemahan ayat di atas. Hanya diperbolehkan ketika kita ada di keadaan yang benar-benar lapar, sedangkan di sekitar kita tidak ada samasekali sesuatu yang dapat dimakan sehingga kita bisa meninggal karena keadaan tersebut. Yup, tidak untuk hal yang tidak penting seperti contoh konten di atas.
Nambah Dosa Jariyah
Tidak hanya amal jariyah, dosa jariyah juga ada loh. Dosa jariyah adalah dosa yang nilai dosanya terus-menerus mengalir apabila orang tersebut secara sengaja maupun tidak sengaja mengajak atau memelopori orang lain untuk berbuat maksiat. Seperti yang disampaikan dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapat dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR. Muslim).
Hati-hati, ya, konten itu punya power yang luar biasa untuk mempengaruhi orang. Mindset orang bisa terusik untuk melakukan hal yang sama. Apalagi jika hal tersebut memicu rasa penasaran. Maka rasa untuk mencoba hal yang sama bisa terjadi.
Seperti di konten video yang sedang kita bahas. Content creator-nya bilang kalau itu pertama kalinya dia mencoba makan kulit babi. Dia mau coba karena penasaran dengan rasa kriuknya. Nah, di Indonesia yang mayoritas warganya Islam, pasti, dong, banyak dari mereka yang nggak tahu gimana rasanya makan babi? Apakah enak, atau bagaimana? Bisa jadi banyak juga yang penasaran. Cuman pastinya pada nahan karena takut sama Allah, berusaha taat. Tapi bisa jadi juga banyak yang main terobos aja sebagaimana yang dilakukan oleh salah satu content creator ini. Dan di sinilah bahayanya. Jika banyak orang yang ter-trigger untuk mencoba hal sama bagaimana? Dengan alasan penasaran, toh, kayaknya nggak pa-pa kalau cuman nyoba sekali dan semacamnya.
Awas, loh. Takutnya sekali makan malah keterusan. Aturan agama itu konsepnya bukan dicoba dulu baru taat. Tapi, ya, sebelum terkena mudhorat-nya, maka harus taat. Kita boleh saja mencari tahu kenapa, sih, agama Islam melarang kita makan babi? Tapi bukan berarti harus dimakan juga.
Perhatikan Batasan
Jangan menghalalkan segalanya demi konten. Seperti yang tadi kita bahas, bagaimana jika konten dosa yang kita publish itu menjadi inspirasi bagi banyak orang? Ini masih masalah makanan, belum lagi yang lain-lainnya. Bijaklah dalam mengonten. Apalagi jika konten tersebut juga menjadi salah satu mata pencaharian. Penghasilannya jadi kurang berkah juga, dong.
Ya, walaupun kita paham betul bahwa masyarakat kita masih suka menonton konten-konten semacam itu, tapi bukan berarti itu adalah segalanya. Kita adalah hamba Allah after all. Nggak cuman manusia yang sembarangan menjalani hidup. Semua sudah dibatasi, dan batasan-batasan itu pun demi kebaikan kita sendiri sebagai khalifah di bumi. Jangan viralkan dosa, masih banyak kebaikan yang harus kita sebarkan. Jika kita terus konsisten posting yang baik-baik, Insyaa Allah. pelan-pelan banyak juga yang akan berubah. Positive thinking aja, Optiimis.
Jika ada orang yang percaya bahwa banyak yang akan terinspirasi dari konten yang useless, maka kita juga harus percaya bahwa banyak juga yang akan terispirasi dengan konten kebaikan kita. Insyaa Allah, masih banyak juga orang yang haus akan ilmu dan kebaikan. Jadi, yuk, benahi konten kita. Jangan menghalalkan segala konten, Allah itu Maha Melihat loh. Dan semua itu akan kita pikul sendiri tanggung jawabnya di hadapan Allah kelak. Jadi, semangat, ya, buat kalian yang sudah berusaha untuk membuat konten-konten yang berisi kebaikan dan edukasi. Semoga selalu menginspirasi banyak orang dan membuat orang sadar akan berislam yang benar. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
ILustrasi: Google