Oleh : Rida Asnurya
"Jelas menjadi menggemparkan bahwa teknologi telah melampaui kemanusiaan kita."― Albert Einstein, 1879-1955.
Sebagai manusia modern yang hidup di zaman serba online sekarang, tentu kita gak bisa menafikan kebutuhan kita akan teknologi. So, melek teknologi dan selalu up to date terhadap trend terkini tentulah jadi tuntutan, terutama untuk generasi milenial. Kemajuan tekonologi saat ini melesat seiring berkembangnya peradaban manusia, begitu juga dalam kegiatan ekonomi dan transaksi. Dengan adanya Revolusi Industri 4.0 , segala hal dapat dimonitor melalui jaringan Internet, misalkan munculnya usaha-usaha online, ojek online, hingga pembayaran digital atau non-tunai yang eksis di tengah masyarakat, salah satunya ialah QRIS.
QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua PJSP yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS. Saat ini, dengan QRIS, seluruh aplikasi pembayaran dari penyelenggara manapun, baik bank dan nonbank yang digunakan masyarakat, dapat digunakan di seluruh toko, pedagang, warung, parkir, tiket wisata, donasi (merchant) berlogo QRIS, meskipun penyedia QRIS di merchant berbeda dengan penyedia aplikasi yang digunakan masyarakat.
Tentu kita sepakat, kalau kemajuan teknologi ini bisa memudahkan kita dalam bertransaksi. Namun sayangnya, fakta di lapangan tak selamanya indah. Bukannya lebih aman dan efektif, metode pembayaran lewat QRIS ini malah dijadikan alat penipuan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Seperti kasus yang ramai dalam pemberitaan baru-baru ini, beredar QRIS palsu yang tersebar di berbagai masjid. Dalam melakukan aksinya, pelaku penyalahgunaan QRIS telah melakukan pendaftaran sebagai merchant QRIS dengan nama Restorasi Masjid. Setelah ditelusuri oleh Bank Indonesia, merchant tersebut tidak terdaftar sebagai tempat ibadah, melainkan merchant regular. Gubrakk !
Nah, pelakunya terungkap setelah diduga melakukan penipuan modus memalsukan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid. Ia menempel QRIS miliknya seolah-olah berasal dari Masjid. Sepak-terjangnya pun perlahan terbongkar. Usut punya usut, ternyata dia bukanlah orang sembarangan. Setelah ditelusuri, pelaku pernah menduduki jabatan prestisius. Tercatat, sebagai Managing Director selama tiga tahun. Kemudian bekerja di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk selama 12 tahun 7 bulan. Adapun, jabatan yang pernah diemban Government’s Project Relationship Manager, Assistant Manager dan Auditor.
Kalau kita lihat lagi, modus baru dengan memanfaatkan teknologi ini motifnya tetep sama kayak kasus-kasus yang sudah terjadi sebelumnya. Kalau dulu pakai kotak amal palsu yang dititipkan di warung-warung, sekarang menggunakan pembayaran elektronik. Jadi setuju banget kalau kita semua sekarang ini berhadapan dengan cara-cara kekinian dari pelaku kejahatan. Sebab dalam kasus penipuan ini , ibaratnya 'mau maling aja kudu melek teknologi.'
Dan lebih mirisnya lagi, penipuan QRIS ini terjadi pada infak masjid, bahkan di tengah bulan Ramadan yang mulia, moment yang seharusnya diisi dengan muatan ibadah dan amal kebaikan seoptimal mungkin. Apalagi pelakunya adalah orang berpendidikan dan mahir teknologi. So, peristiwa ini nunjukin adanya dekadensi moral individu yang merosot tajam, tanpa peduli seberapa tinggi pendidikannya, entah sebergengsi apa karirnya, gak ada lagi rasa takut berbuat maksiat. Juga, kita tersadarkan kalau pengusaan teknologi tanpa dilandasi keimanan itu bahaya ya guys !
Ini gak lain dan gak bukan merupakan dampak nyata dari sekulerisme. Pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Takut dan taat kepada Allah dibatasin sama tembok Masjid, diluar itu : "Gak usah bawa-bawa agama dongs, my life is my way !"
Adapun Feedback atas peristiwa ini gak clear rasanya kalau cuman dengan mendorong peningkatan keamanan dari pihak berwenang aja, tapi juga harus dibarengi dengan upaya membangun kepribadian mulia pada diri tiap individu. Perbaikan keamanan semata gak akan berhasil tanpa disertai proses pembentukan kepribadian mulia secara konsisten. Sebab tindak serupa bakal mati satu tumbuh seribu, alias gak ada habisnya kalau mindset individu-individunya gak dibenahi dan difondasi ulang dari awal.
Perlu kita tahu nih guys, sejatinya Islam menjadikan kepribadian Islam wajib dimiliki oleh setiap individu. Plus, Islam pun punya mekanisme sukses dalam membangun kepribadian Islam yang kuat, yang wajib dijalankan oleh negara. Dalam kehidupan bernaungkan Islam, kita memiliki tiga pilar penjaga tegaknya aturan di dalam seluruh aktivitas. Yaitu ; Ketakwaan Individu, Kontrol Masyarakat, serta Peran Negara.
Dengan berfungsinya tiga pilar ini dengan baik, insyaa Allah perkembangan teknologi bakal dimanfaatkan sebaik mungkin, gak akan ada lagi kasus-kasus dimana teknologi disalahgunakan untuk penipuan atau pun kemaksiatan dan kriminalitas lainnya yang semakin mengikis rasa kemanusiaan. Yang ada, adalah keselarasan setiap individu rakyat yang mempergunakan teknologi untuk berlomba dalam kebaikan dan kemashlahatan umat. Inilah buah nyata dari mulianya hidup dibawah panji Allah dan Rasul-Nya. Allah swt berfirman :
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." {Qs. Al-Anbiya : 107}
Walhasil, dengan berupaya menjalankan Islam secara total, membangun kehidupan dunia yang maju sekaligus menggapai kehidupan akhirat yang syahdu bukan cuma angan semu. Wallahu a'lam bi ash-shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google