Oleh: Aily Natasya
Di medsos, banyak banget beredar video-video podcast yang bertujuan untuk mendiskusikan hal-hal yang positif. Kayak makna hidup, filosofi, dan lain-lain. Itu bagus, tujuannya udah bagus. Cuman pelaksanaannya yang masih kurang. Bahkan tak jarang isi dari podcast-podcast ini, ya, isinya itu cuman yang penting ngomong aja gitu. Sok-sokan ingin berdaging, malah berlemak, alias nothing, less meaning. Belum lagi yang isi diskusinya itu dibersamai dengan kata-kata kasar. Biar kelihatan asik, sih, katanya. Tapi masalahnya, kata kasarnya itu mendominasi banget. Kayak, sembilan puluh persen kata-kata kasar, baru deh sisanya itu, ya kata-kata mutiara. Ya, maksudnya, kenapa harus ada kata-kata kasarnya, sih? Biar asik? Tapi kok malah jadi berasa ngasal dan ngawur.
Setiap kalimat harus ada kata kasarnya pokoknya. Atau nggak, ya, binatang-binatang, deh, yang disebutnya. Entah itu monyet, anjing. Jadi point-nya, kan, jadi nggak dapat. Jangan salah, loh, orang pasti akan lebih menyorot kata-kata kasarnya dibandingkan dengan kata-kata mutiaranya. Jadi banyak yang meniru, lantas menormalisasi. Ini juga jadi mempengaruhi pandangan orang. Orang yang ngomong kasar itu asik, yang nggak suka ngomong kasar itu nggak asik sama sekali, nggak gaul, baperan. Masak segitunya? Iya, faktanya sekarang gitu. Makanya orang-orang dengan senang hati melontarkan kata-kata kasar itu, divideo, dibuat bercanda, tanpa disensor pula.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ( yang artinya), “Orang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh al-Albani).
Jadi nggak kaget, sih, kenapa bocah-bocah kecil sekarang kalau ngomong kasar itu pro banget, ngalah-ngalahin orang-orang dewasa. Nggak selalu mereka belajar dari orang tua mereka. Orang tua mereka malah baik, jaga bicara, dan ngasih nasehat yang baik ke anaknya. Terus anak ini terpengaruhnya dari mana? Dari mana lagi kalau bukan dari sosial media. Anak jaman sekarang siapa, coba, yang nggak tahu tiktok. Ada, sih, tapi mayoritas pasti tahu. Kalau dulu, sih, YouTube, Instagram. Tapi sekarang, ditambah lagi ada TikTok. Jangankan cara biacara mereka, ya. Perilaku mereka pun udah semi-semi sama orang-orang yang ada di video Tiktok. Peran orang tua? Uhm, HP itu solusi tercepat bagi para orang tua sekarang dalam menangani keribetan anak, sih. Orang tua sibuk, nggak mau diganggu sama anak, ya, HP-lah jawabannya.
Dipilah dan dipikir
Jangan sok iye dengan berbicara tentang filosofi, makna hidup, deeptalk, tapi dinodai dengan kata-kata yang nggak seharunya gitu. Jadi nggak boleh podcast atau bikin video diskusi, nih? Nggak ada yang bilang nggak boleh nge-podcast atau berdiskusi. Tapi maksudnya, coba, deh, dipilah dan dipikir dulu kata-katanya.Yang penting itu isinya. Ada, loh, orang yang berbicara tentang hal-hal berbobot tanpa ngomong kasar. Malah kelihatan wibawanya. Orang jadi segan dan menghargai. Lah, yang bikin video diskusi dengan kata-kata kasarnya itu malah yang dapat banyak banget hujatan dan ledekan dari netizen karena nggak nyambung, dan modal sok iye doang.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Jika engkau hendak berbicara, maka berfikirlah dahulu sebelum berbicara. Apabila ada maslahatnya barulah berbicara, jika ragu-ragu, maka tunggu dengan tidak berbicara sampai jelas (maslahatnya).” (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam al-Adzkar).
Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkan seseorang melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18).
Sayang banget, nggak, sih. Podcast atau video diskusi yang harusnya ngasih inspirasi, ide, insight baru buat pendengar malah jadi scam alias tong kosong nyaring bunyinya aja, gitu. Sayang banget, padahal niatnya, mah, udah bagus. Tapi jadi minus karena kurang bijak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ( yang artinya), “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak berguna.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Al-Albani).
Yuk, bisa, yuk. Ganti diskusi yang sok iye dengan yang memang berdaging, penuh manfaat, dan berwibawa. Semangat buat kita semua yang memang selalu memperjuangkan ilmu pengetahuan di era digital yang serba bebas ini. Semoga perjuangan kita, sesedikit apapun bisa dianggap sebagai saksi bahwa kita pernah perjuang untuk ilmu pengetahuan di hadapan Allah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google