Oleh. Hana Gadiza
(Siswi SMA Durrotul Ummah Tangerang)
Para remaja zaman sekarang, pasti sudah tidak asing lagi dengan kata bucin. Bucin merupakan akronim dari kata "budak cinta". Menurut teori psikologi Sigmund Freud, bucin artinya seseorang yang sedang mengidealisasikan orang lain secara sadar atau tidak. Mengidealisasikan diri menurut KBBI berarti menyesuaikan dengan yang dicita-citakan atau yang diharapkan. Jadi, jika seseorang sedang, dalam keadaan bucin, ia akan menyesuaikan dan memberikan seluruh waktu, tenaga, bahkan materi yang ia punya kepada sang pujaannya tanpa logika.
Sebenarnya bukanlah sebuah kesalahan jika kita mencintai lawan jenis dan bukanlah sebuah Kesalahan pula jika kita memberikan sebatang cokelat ataupun seikat burga kepada pasangan kita. Yang salah bukanlah perasaan cinta, namun bagaimana cara kita merealisasikan perasaan itu sendiri. Kareng pada dasarnya, mencintai lawan jenis adalah fitrahnya seorang manusia.
Namun faktanya, pada saat ini banyak para remaja yang salah mengambil langkah saat menyikapi perasaan cinta yang sedang membara. Kebanyakan dari mereka menyalurkan rasa cintanya dengan menjalin sebuah hubungan yang dinamakan dengan pacaran. Sebagai seorang muslim tentunya kita tahu bahwa pacaran merupakan perbuatan zina yang harus kita jauhi. Hal ini mengacu pada firman Allah Swt dalam surah Al-Isra' ayat 32 yang artinya, "Janganlah kalian mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Dan memang sudah seharusnya para remaja yang notabenenya adalah pelajar melakukan kewajiban utamanya, yakni menuntut ilmu. Kita sendiri harus menyadari dan memahami apa yang seharusnya lebih dominan kira utamakan demi masa depan kita.
Tak bisa kita bantah bahwa bucin kepada lawan jenis itu dapat menjadi kegiatan yang mengganggu proses belajar kita. Karena hal yang kita alami Itu bukanlah serta-merta hanya karena cinta. Karena ketika kita memahami makna cinta yang sebenarnya, kita akan menemukan banyak kewajiban-kewajiban besar yang tentunya tak semuu orang dari kita siap dan bisa menjalankannya. Oleh karena itu, cinta tak hanya sebatas kata "I love you", sebatang cokelat, seikat bunga, puisi romantis atau perlakuan bucin tingkat lanjut lainnya.
Meskipun begitu, sebenarnya cara menyalurkan perasaan yang berlebihan ini juga tak dapat dimungkiri mendapat pengaruh besar dari sisi lingkungan, khususnya orang tua. Para orang tua yang lebih mengetahui dan memiliki banyak pengalaman seharusnya lebih mengokohkan fondasi akidah dan juga memberikan banyak edukasi kepada anaknya. Namun, kita sebagai seorang anak juga dapat menahan hawa nafsu kita dengan berbagai macam cara, seperti salat dan berpuasa. Karena salat, selain dapat memperkuat iman juga dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan dengan berpuasa, kita dapat meredam rasa cinta yang berebihan, membentengi hasrat diri dan hawa nafsu yang dapat membawa kita melakukan perbuatan maksiat.
Hal ini disebutkan dalam hadis yang artinya, "Wahai pemuda, apabila siapa di antara kalian yang telah memiliki ba'ah (Kemampuan) maka menikahlan, karena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa itu sebagai pelindung." (HR.Muttafaq'alaih). Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google