View Full Version
Rabu, 06 Sep 2023

Jika Syiar Jangan Liar

 

Oleh: Aily Natasya

Suatu ketika, Nabi Muhammad masuk ke dalam pemukiman Yahudi. Di situ ada seorang perempuan setengah tua yang buta sedang menjelek-jelekkan Nabi Muhammad sampai keluar keringat. Namun, Nabi Muhammad justru iba melihat perempuan tersebut karena keluar keringat tanda lelah. Nabi pulang dan membelikan sup yang paling enak untuk nantinya diberikan kepada perempuan Yahudi itu. Lantas Nabi pun menyuapinya. Ketika Nabi wafat, Abu Bakar menggatikan dan meniru persis seperti apa yang dilakukan Nabi, yakni menyuapi perempuan Yahudi tersebut.

Begitu menyuapi, tangan Abu Bakar dipegang dan kemudian ditanya, ‘kamu siapa? Kamu bukan yang kemarin.’ Abu Bakar menyanggah dengan mengatakan bahwa dirinyalah yang biasa menyuapi tapi perempuan Yahudi itu menjadi ragu. ‘Bukan, bukan. Yang kemarin enak, lembut. Tapi sekarang kasar. Siapa kamu? Kamu bukan yang kemarin,’ kata perempuan Yahudi itu kepada Abu Bakar. Seketika itu, Abu Bakar menangis dan menjelaskan bahwa orang yang biasanya menyuapinya adalah orang yang selalu dihinanya, dan dia sudah meninggal. Lalu orang Yahudi tersebut pun masuk Islam. Wallahua’lam.

Cerita lainnya, perhatian Rasulullah dan kasih sayangnya kepada para pelayannya yang beragama Yahudi. Sikap ini justru menjadi penyebab peayan tersebut masuk Islam. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik:

“Ada seorang anak Yahudi yang membantu melayani Nabi Muhammad menderita sakit. Lalu beliau menjenguknya dan duduk di samping kepalanya, kemudian bersabda: ‘Masuklah Islam’. Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang sedang berada di sampingnya, lalu bapaknya berkata, ‘Taatilah Abul Qasim (Rasulullah).’ Lalu anak kecil itu masuk Islam. Kemudian Rasulullah keliar dan bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka.”’ (HR. Bukhari).

Seringnya dari kita berdakwah atau mengingatkan kebaikan dengan cara-cara yang kurang menyenangkan. Merasa orang lain lebih rendah dari kita, merasa bangga, merasa kitalah yang paling benar, dan lain sebagainya. Dan dampaknya, banyak sekali orang yang enggan menerima syiar kita. Sebagaimana yang selalu Rasul lakukan, berdakwah dan mengajak seseorang agar melakukan kebaikan itu tidak selalu dengan perkataan, tapi mencontohkan. Ya, karena ngomong doang sih gampang. Beda dengan mencontohkan. Sulit, tapi dampaknya besar.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159).

Islam itu rahmatan lil alamin. Jadi, kita, sebagai pengikutnya pun harus bersikap baik tanpa pandang bulu. Pada manusia, pada hewan, pada tumbuhan, semuanya yang Allah ciptakan patut kita hormati. Kenapa? Karena Allah yang menciptakannya. Dengan begitu, kita bisa mensyiarkan Islam dengan baik. Jangan sampai, kita yang mengakunya pendakwah, taat pada Allah malah justru membuat orang sekitar kita resah dengan keberadaan kita. Udah gitu nggak hanya kitanya aja yang dianggap tidak aman, tapi Islam yang sedang kita syiarkan juga mendapatkan pandangan yang tidak nyaman juga dari orang di sekitar kita.

Berperilaku senyaman dan seaman mungkin, bukan liar. Maksudnya liar? Ya, sembarangan aja. Yang bukan Islam kita perlakukan dengan buruk, yang bukan manusia pun kita tidak empati, semacam itu. Ingat, sekali lagi, Islam itu rahmatan lil alamin.

“Bertakwalah kepada Allah di mana pun kalian berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan, nisscaya ia akan menghapus keburukan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi). (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version